Urut Kacang Soal Pemilihan Panglima (Oleh:Karno Raditya)

Urut Kacang Soal Pemilihan Panglima (Oleh:Karno Raditya)


Urut Kacang Soal Pemilihan Panglima
(Oleh:Karno Raditya)

Siapapun memang tidak bisa ikut campur tangan dalam proses pergantian Panglima TNI karena hal itu merupakan prerogatif Presiden.

Kita tidak bisa ikut campur. Jadi soal Panglima TNI adalah mana yang terbaik menurut Presiden sesuai dengan kondisi sekarang

Penulis berharap agar proses pergantian tetap mengikuti aturan selama ini yaitu giliran antar matra, dari TNI AD, TNI AU, kemudian TNI AL. Supaya, semua matra memiliki peluang yang sama.

Ini adalah pendapat penulis. Tapi hak sepenuhnya tetap hak prerogatif Presiden.

Kalau masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Panglima TNI memang pernah digilir dari seluruh matra. Giliran urut kacang pada masa era SBY mamang ada bagusnya juga. yakni dengan tujuan semua mendapat kesempatan.

Tapi Itu kebijakan SBY. Sekarang, terserah Presiden Jokowi sesuai kondisi dan kebutuhan saat ini. Tapi, kalau pemberlakuan sistem urut kacang sepert era SBY bagus kenapa yang bagus tak harus ditiru?

Siapa yang bakal dipilih Jokowi untuk menggantikan Jenderal Gatot Nurmantio yang akan purna tugas dikhawatirkan memicu polemik.

Sebab menurut UU 34/2004 tentang TNI khususnya Pasal 13 ayat 4, jabatan panglima sebagai mana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Jika kita menyimak pasal tersebut ada baiknya kalau pemilihan panglima TNI harus memperhatikan norma dan tradis.

Walaupun pngangkatan panglima TNI merupakan hak prerogatif presiden yang dijamin undang-undang. Namun UU No 34 tahun 2004 tentang TNI juga disebutkan bahwa jabatan panglima TNI dapat dipilih secara bergantian di antara perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan.

Menurut hemat penulis tradisi mempergilirkan jabatan panglima TNI kepada kepala staf angkatan mempunyai tujuan menjaga keseimbangan dan kestabilan dilingkungan TNI. Hal tersebut agar tidak ada angkatan yang terkesan ditinggikan atau direndahkan, dianakemaskan atau dianaktirikan.

Tentu akan lebih bijak jika pengangkatan Panglima diberlakukan seca bergiliran saja tentu  dengan tetap memperhatikan profesional dan masukan berbagai pihak.

Di lapangan, tak dihindari tafsir dari kata bergantian ini memang mengemuka, apakah misalnya urut kacang atau tidak namun yang jelas bergantian.

Namun, makna bergantian dianggap merupakan tradisi para presiden di era reformasi. Pasal bergantian merupakan koreksi terhadap kebiasaan orde baru yang menjabatkan Panglima TNI selama 31 tahun hanya oleh satu angkatan demi kepentingan politik orde baru saat itu. ‎

‎Saat ini, tentu pemilihaan Panglima TNI pada akhirnya sangat tergantung kepada presiden sebagai pemegang hak prerogatif.

Bila mengikuti tradisi giliran pengisian jabatan panglima TNI, seharusnya kali ini jabatan tersebut diisi oleh KSAU. Dengan dipilihnya KSAD sebagai calon panglima TNI, itu berarti Presiden Joko Widodo tidak menerapkan tradisi bergiliran tersebut.

Isyarat bahwa istana belum tentu mengangkat perwira tingga dari matra Angkatan Udara sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia pengganti Jenderal Gatot Nurmantio memunculkan pro dan kontra. Pihak yang setuju beralasan bahwa tak ada ketentuan dalam undang-undang yang mengharuskan jabatan Panglima TNI digilir.

Sementara pihak yang kontra mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar meneruskan tradisi bergilir untuk jabatan Panglima TNI. Seperti apa aturan pergantian Panglima TNI?

Ketentuan soal pergantian Panglima TNI diatur dalam pasal 13 ayat 4 Undang-undang nomor 34 tahun 2004. Di ayat 3 disebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi.

Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan, bunyi pasal 13 ayat 4 UU nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Untuk mengangkat Panglima TNI, Presiden mengusulkan satu orang calon ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan. Persetujuan DPR terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari, -tidak termasuk masa reses-, terhitung sejak permohonan persetujuan calon diterima oleh DPR. 

Berikut ini aturan pergantian Panglima TNI sesuai pasal 13 UU nomor 34 tahun 2004. 
(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

(9) alam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden....

Berita Lainnya

Index