DUMAI,(PAB) ----
Sudah 4 bulan, 13 orang pekerja sipil yang bekerja di salah satu unit ruko dan loss pasar Senggol Kota Dumai tidak menerima upah kerja dari majikan mereka, yaitu EM.
Mereka merasa terzolimi oleh sikap EM karena upah kerja mereka sejak April 2025 senilai total Rp. 27 Jt belum juga dibayarkan oleh EM lewat koordinator lapangan nya, ibu Sr.
"Setiap kali hak kami itu kami tanyakan, Bu Sr hanya janji ke janji saja. Selalu dijawab, mungkin besok, lusa, minggu depan, bulan depan bahkan ini sudah 4 bulan berlalu. Janji kosong terus. Saat Sr kami desak, selalu beralasan upah kami belum di transfer oleh EM. Dan, Pak EM ketika kami chat WA ataupun telpon, sampai sekarang juga belum berikan tanggapan atau jawaban", ungkapan pekerja itu kepada Jurnalis dengan raut wajah menahan tangis.
Disampaikan mereka, gaji itu adalah kebutuhan hidup keluarga masing-masing mereka di rumah tangga nya. "Mungkin bagi EM dan Sr, uang itu kecil nilainya, tapi bagi kami, itulah segalanya", tutur pekerja itu kepada Jurnalis di suatu taman pinggir jalan.
"Uang itu untuk sekolah anak, bayar listrik, sewa rumah, kebutuhan makan sehari-hari kami Bang. Kami ini orang kecil. Cuma dari sini kami bisa makan. Tapi kalau diperlakukan seperti ini terus, siapa orang yang tahan Bang.?", kata mereka lagi.
Tak tahan dengan penindasan yang dialami, akhirnya 13 pekerja itupun akhirnya membuat "Pengaduan Masyarakat (Dumas)" ke Polres Dumai.
Dan pengaduan mereka yang didampingi pengacara Ibnu Hadi itupun direspon oleh penyidik Polres Dumai.
"Pemberitahuan dari penyidik ke pengacara kami, Ibnu Hadi, Senin besok (11/8), kami 2 orang pelapor mewakili kawan-kawan pekerja dipanggil menghadap penyidik Teguh di Unit 2 Reskrim, untuk dimintai keterangan sesuai Dumas dari kami", tambah pekerja itu lagi.
Untuk diketahui, 13 pekerja konstruksi sipil tersebut adalah pekerja bangunan dan konstruksi sipil, yang memiliki skil dalam pembuatan meja, pemasangan keramik, pintu baja besi dan atap baja ringan. Selama puluhan tahun menekuni bidang konstruksi sipil, baru kali ini mereka mendapat pengalaman yang sangat menyakitkan dari pemilik bangunan atau pemilik pekerjaan.
Penuturan pekerja itu, dengan kemampuan teknik sipil yang dimiliki mereka, tak jarang mereka dipanggil para pengusaha untuk membuat atau merehabilitasi bangunan para pelaku bisnis. Dan upah kerja yang didapatkan dari para pebisnis itupun tak ada kendala, baik dalam nilai upah maupun tanggal penagihan. Bahkan, sebelum masuk jatuh tempo tagihan bulanan, mereka juga bisa mendapatkan pinjaman dari para toke-toke itu, dan saat tanggal pencairan, upah mereka langsung dipotong berdasarkan catatan pinjaman dalam bulan yang telah lewat.
Perlu diketahui pembaca juga, karena mereka bekerja bukan didalam badan hukum usaha tapi mereka bekerja kepada orang pribadi, maka oleh Disnaker Dumai diarahkan ke Polres.
Itulah sekilas riwayat pekerjaan para tukang itu. Sesuatu yang baik. Tapi, hal yang bertolak belakang justru terjadi pada Bu Sr.
Berdasarkan penelusuran Jurnalis, Bu Sr merupakan mantan pakar hukum agraria alias seorang notaris. Dan ia pernah buka praktek notaris beralamat di salah satu jalan protokol Kota Dumai.
Namun dikarenakan hatinya tergoda oleh rayuan Iblis, ia pun masuk dalam golongan seorang calon penghuni neraka, karena ia pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan surat tanah. Hotel prodeo alias sel tahanan Polsek Dumai Timur pun ia nikmati selama satu malam.
Trus, bagaimana dengan toke EM.? Informasi didapat Jurnalis, EM itu lebih dominan bertinggal di Kota Bogor Jawa Barat. Itulah sebabnya, semua pekerjaan di unit ruko pasar Senggol itu diserahkan nya kepada Sr. Selain itu, EM juga punya bisnis lain di Teluk Makmur Kec. Medang Kampai, yaitu bisnis kuliner dan pariwisata, berupa "Pantai Pasir Putih Captain Elwin".
Dua unit bisnis nya itu, ruko pasar Senggol dan Pantai Pasir Putih Captain Elwin, ia serahkan kepada Captain Elwin, ia serahkan kepada orang-orang kepercayaannya untuk memenej. EM hanya tinggal menerima laporan atau membuat keputusan yang penting-penting saja terkait roda bisnis nya itu.
Nah, dengan history ini, adalah perlunya ketegasan sikap penyidik Teguh untuk menentukan alur proses hukum pihak-pihak terlapor, apakah bisa dikenakan UU pemerasan atau aturan pelanggaran lainnya.
(Ely/ril)