Batam Sorga Bagi Pegiat 303 (oleh :Karno Raditya)

Batam Sorga Bagi Pegiat 303 (oleh :Karno Raditya)

Batam Sorga Bagi Pegiat 303
oleh: Karno Raditya



Bicara tentang judi, rasanya kegiatan semacam ini tak akan pernah mati. Mari  kita lihat sejarah sejak dari era Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri,  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,  hingga Joko Widodo, rasnya tak kuasa menuntaskan masalah klasik ini.

Habatnya lagi,  kegiatan perjudian kadang dilakukan secara terang-terangan. Hampir semuanya sudah dideteksi aparat dan pihak-pihak yang berjanji akan memberantasnya. Tapi, kegiatan ini tetap berjaya hingga kini.

Penulis mengamati dunia malam di Batam, memperlihatkan betapa kegiatan judi begitu maraknya. Tampaknya Batam telah menjadi sorga bagi pegiat 303 (KUHP pasal 303). Jika diibaratkan selingkuhan, judi di Batam, apapaun namanya begitu menggiurkan untuk terus dipelihara.

Penulis sempat melakukan investigasi, dalam semalam, ratusan miliar rupiah dana segar berputar di arena yang diharamkan agama dan diancam sanksi pidana ini. Begitu hebatnya, sampai-sampai judi tak lagi memandang tanggal, hari, maupun bulan  tetap saja tak tersentuh. Berulang kali aparat kepolisian menggelar razia, mesin-mesin judi terus menjamur.

Tidak saja judi toto, jeckpot, tapi Gelper (gelanggang permainan elektronik) yang awalnya untuk permainan anak, juga sudah berubah fungsi menjadi arena judi. Di batam,ribuan mesin Gelper terseber di setiap sudut kota. Tiga tahun lalumemang marak di Batam, tapi kini sudah merambah hampir di semua daerah, diantaranya juga Tanjungpinang.

Gelper, dapat langsung dimainkan oleh para penggemarnya. Dengan jumlah uang yang dibelanjakan, Pemain mendapatkan credit sebesar nominal uang di mesin tersebut. Jika
pemainnya menang, Credit di mesin dapat ditukarkan langsung dengan uang (cash money) kepada wasit yang menjaga mesin tersebut. Namun Gelper tidak semulus Judi togel, karena sering dirazia aparat.

Geliat Gelper di kota Batam terus berkembang bak cendawan di musim hujan,  berpacu seiringnya waktu, buktinya hampir seluruh tempat Batam di kelilingi Gelper. Kendati ada yang di razia, bukan berarti itu jadi momok bagi pengusaha Gelper lainnya untuk membuka lapak baru.

Buka tutup, itu bukanlah pemandangan yang mengherankan dan memang itulah realita yang sebenarnya. Diduga di razia karena kurang kordinasi. Berkembangnya Gelper di Batam saat ini tidak menutupi juga bahwa peluangnya telah memberikan lowongan pekerjaan bagi banyak orang di Batam.

Namun di sisi lain, tidak menutupi bahwa akibat Gelper itu sebagian masyarakat juga telah terkena dampak sosialnya, yakni dampak sosial yang serius, harusnya dapat di perhatikan oleh pemerintah kota Batam.

Penulis sempat menelusuri ternyata setiap mesin Gelper dapat di stel pengusahanya sesuai dengan seleranya. Mereka memakai sistem persentase. Biasanya sistem persentase yang dipakai adalah 60 banding 40, 70 banding 30 dan yang paling parahnya ada yang memakai ada 80 banding 20.

Maksud dari persentase yang dimaksud tersebut adalah persentase pemasukan dan pengeluaran, 60% masuk dan 40% keluar. Rinciannya, jika pemain menghabiskan Rp 1 juta, maka ia akan mendapat hose Rp 400 ribu,  Itu jika sitemnya memakai 60 banding 40 dan sisanya Rp 600 ribu lagi di kantongi pemilik Gelper. Bayangkan jika sistemnya memakai persentase 80 banding 20, pengusaha Gelpernya akan meraup banyak keuntungan. Tetapi biasanya tempat Gelper itu akan sepi pemain.

Jika dikatakan tidak ada unsur judinya, adalah bohong besar. Sebab penulis dapat membuktikan ada beberapa unsur Gelper adalah judi. Diantaranya adalah:

1. Permainan adu nasib. Permainan mesin gelper di Batam hanya mengandalkan mesin-mesin judi jackpot. Para pemain bebas bermain menggunakan koin tanpa harus menggunakan keterampilan. Pemain hanya menekan-nekan tombol di mesin jackpot untuk mendapatkan poin. Kemudian poin tersebut ditukar dengan hadiah bahkan uang.

2. Melanggar Pasal 303 KUHP. Dalam Pasal 303 KUH Pidana permainan judi itu bersifat untung-untungan atau sama halnya dengan adu nasib. Pemain tidak butuh keterampilan dalam bermain.
Pemain yang menang hanya faktor dari kebetulan bukan merupakan keterampilan si pemain. Jadi siapapun yang baru main ada kemungkinan menang dan kalah. Termasuk taruhan di dalamnya menjadi salah satu bukti gelper merupakan ajang judi.

3. Berkedok game zone. Arena judi gelper di Batam kerap berkedok game zone anak-anak. Di depan lokasi yang biasa berada di mal atau di ruko-ruko kerap dipajang stiker permainan anak-anak. Bahkan di depannya terkadang diletakkan permainan jenis odong-odong.

4. Dijaga pria bertampang seram. Meskipun diperuntukkan untuk anak-anak ternyata arena judi gelper berkedok permainan anak-anak tersebut dijaga beberapa orang pria bertampang seram.
Jangankan anak-anak, bahkan orang dewasa pun cukup cemas bila masuk ke arena permainan.

5. Poin bisa ditukar uang.  Beberapa arena gelper bisa menukarkan poin mesin jackpot dengan uang atau semacam hadiah lainnya. Bagi pemenang yang sudah biasa bermain biasanya menukarkan poin itu dengan hadiah atau uang.

6. Kerap buka tutup. Bareskrim Mabes Polri berkali-kali turun ke Batam menumpas judi gelper. Penggerebekan besar-besaran pernah dilakukan namun sayang hingga kini arena judi tersebut masih saja ada dan lebih vulgar.

7. Penyalahgunaan Izin BPM PTSP Kota Batam. Kendati izin gelper itu adalah berupa permainan anak-anak namun izin itu disalahgunakan menjadi arena perjudian. Lemahnya pengawasan dari Pemko Batam membuat arena judi itu terus tumbuh subur di Banda Dunia Madani ini.

8. Tak ada izin kepolisian. Ajang gelper ini tak memiliki izin dari pihak kepolisian berupa izin keramaian. Namun sayangnya, lokasi-lokasi yang terindikasi judi tersebut masih tetap buka secara terang-terangan.

Penulis berpendapat,  sulitnya memberantas perjudian di Kepri, karena aktivitasnya ilegal. Sehingga para pengusaha judi sangat mudah untuk dipaksa membayar setoran alias dana siluman kepada oknum pejabat maupun kepolisian. Dan, memang keuntungan kegiatan perjudian ini lebih besar dibanding dari tempat hiburan biasa.

Ada persoalan mendasar dalam pemberantasan judi,  yaitu keterkaitan oknum pejabat dan kepolisian dalam praktik perjudian. Kemudian yang terjadi, pemberantasan relatif dijadikan komoditas oleh para oknum itu.

Tampaknya,memang telah tercipta conflict of interest yang kental dalam pemberantasan judi. Konsekuensinya, jika seorang pengelola bisnis tersebut memberi upeti kepada oknum kepolisian atau pejabat, mereka sekaligus menginginkan jaminan keamanan terhadap kelangsungan tempat perjudian itu. Intinya, ada dualisme dalam lingkup para pejabat kita.(*****)

 

Berita Lainnya

Index