Perkuat Persatuan dan Kesatuan:

Untuk Menyongsog Indonesia Emas 2045

Untuk Menyongsog Indonesia Emas 2045

Indonesia bercita-cita menjadi negara dengan pandapatan per kapita yang setara dengan negara maju, sehingga dapat keluar dari Middle Income Trap (MIT). Oleh karena itu, Indonesia perlu mengubah pendekatan dalam membangun masa depan, dari reformatif menjadi transformatif, melalui 3 area perubahan, yakni transformasi ekonomi, sosial, dan tata kelola.

Sejatinya, dalam mewujudkan Indonesia Emas di 2045, masih banyak tantangan yang harus diselesaikan. Dalam RPJPN, tentu banyak hal yang menjadi tantangan menuju mimpi Indonesia maju di 2045. Ini memang dapat kita maklumi. Sebab masih ada beberapa hal yang perlu kita benahi bersama.

Pertama, soal kesenjangan ekonomi. Bila ditilik dalam RPJPN 2025-2045, guna mewujudkan Indonesia Emas, Bappenas menyusun strategi dengan membuat 8 agenda pembangunan dan 17 arah pembangunan yang diukur melalui 45 Indikator Utama Pembangunan. Di antara 8 agenda yang disusun, di langkah pertama difokuskan mewujudkan transformasi sosial dengan meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, adil, dan kohesif.

Ingat isu kesenjangan ekonomi dan kemiskinan tergolong yang paling komplek, bahkan ini sudah menjadi perbincangan lama dan belum teratasi secara menyeluruh. Meski sudah ada upaya perbaikan, namun masih ada yang menganga.

Presiden di Indonesia sudah 8 orang silih berganti dan 78 tahun Indonesia merdeka, akan tetapi kesenjangan tetap masih ada. Boleh jadi ini musababnya, ketimpangan ekonomi di Indonesia telah terlanjur mengakar kuat dalam semua lini kehidupan. Tapi bukan berarti tidak ada cara untuk menyelesaikannya.

Menurut catatan penulis, persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, sebesar 25,90 juta orang. Orang-orang miskin tersebut, berada di kota dan pedesaan. Di perkotaan penduduk miskin sebesar 7,29 persen atau 11,74 juta orang pada Maret 2023. Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen atau 14,16 juta orang pada Maret 2023.

Disparitas tinggi kemiskinan desa-kota (12,22 berbanding 7,29 persen per Maret 2023).  Data ini menunjukkan perbandingan tingkat kemiskinan antara desa dan kota pada 2023. Angka 12,22 persen mewakili tingkat kemiskinan di desa, sedangkan angka 7,29 persen mewakili tingkat kemiskinan di kota.

Ini berarti bahwa persentase penduduk, yang hidup di bawah garis kemiskinan lebih tinggi di desa (13,20 persen) dibandingkan di kota (7,02 persen). Disparitas ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi dan kesejahteraan di desa cenderung lebih buruk dibandingkan dengan kota, setidaknya pada periode tersebut.

Disparitas ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti akses terhadap pekerjaan yang layak, akses terhadap pendidikan dan kesehatan, serta tingkat pengembangan infrastruktur antara daerah desa dan kota. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dan kualitas hidup penduduk di masing-masing wilayah.

Menurut World Inequality Report 2022, bahwa di dua dekade terakhir ketimpangan ekonomi di Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan. Dalam Laporan tersebut tercatat periode 2001-2021, sebanyak 50 persen penduduk Indonesia hanya memiliki kurang dari 5 persen kekayaan rumah tangga nasional (total household wealth). Sedangkan 10 persen penduduk lainnya memiliki sekitar 60 persen kekayaan rumah tangga nasional sepanjang periode yang sama.

Laporan tersebut memberikan gambaran yang menarik mengenai distribusi kekayaan di Indonesia selama dua dekade terakhir. Distribusi kekayaan yang tidak berubah secara signifikan selama dua dekade terakhir, setidaknya dapat memiliki dampak yang kompleks terhadap masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan.

Kesenjangan ekonomi yang persisten, dapat menyebabkan sejumlah masalah, termasuk ketidaksetaraan dalam akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi. Ini bisa mempengaruhi stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Kedua, ketimpangan dalam pendidikan. Tak bisa dinafikan demi menggapai visi Indonesia Emas 2045, bangsa ini seyogianya menyiapkan sumber daya manusia yang unggul, cerdas, dan kreatif. Guna mengagapai sumber daya manusia unggul dan cerdas, tentu memerlukan layanan pendidikan yang berkualitas baik.

Sejatinya, pendidikan yang berkualitas adalah landasan penting dalam membentuk generasi yang cerdas, kreatif, dan inovatif. Pendidikan yang baik akan membantu mengembangkan potensi dan kemampuan anak-anak, serta memberi mereka pemahaman yang mendalam tentang berbagai aspek kehidupan.

Pendidikan tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga keterampilan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, kolaborasi, dan komunikasi yang efektif. Lingkungan belajar yang mendorong eksplorasi, kreativitas, dan pengembangan karakter yang positif sangat penting.

Menurut catatan penulis, tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih didominasi oleh pendidikan menengah. Dari setiap 100 penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, sebanyak 29 orang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atau setara, sementara hanya 9 orang yang berhasil menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dalam pendidikan tinggi atau perguruan tinggi masih relatif rendah di Indonesia, dibandingkan dengan tingkat pendidikan menengah. Faktor-faktor seperti aksesibilitas, biaya, dan kesadaran mengenai manfaat pendidikan tinggi mungkin berkontribusi terhadap fenomena ini.

Jadi menjadi persoalan yang tak kalah penting untuk terus mendorong peningkatan pendidikan di semua tingkatan, termasuk pendidikan tinggi, untuk memperkuat sumber daya manusia suatu negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta perkembangan sosial.

Data ini terbilang ironis, pasalnya, dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Population, Education and Development: The Concise Report menyebutkan bahwa secara keseluruhan menggarisbawahi pentingnya pendidikan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.

Pendidikan bukan hanya tentang peningkatan kualitas hidup individu, tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap dinamika populasi, pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan sosial suatu negara.

Dengan demikian, Laporan PBB tersebut menekankan bahwa pendidikan memiliki peran krusial dalam proses pembangunan nasional. Melalui pendidikan yang berkualitas, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang diperlukan untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya negara mereka.

Lebih jauh lagi, pendidikan juga memberikan individu pengetahuan dan keterampilan yang dapat meningkatkan peluang mereka dalam mencari pekerjaan yang layak, meningkatkan taraf hidup, dan mencapai kesejahteraan ekonomi. Selain itu, pendidikan juga dapat membantu meningkatkan kesadaran akan kesehatan, gaya hidup yang sehat, serta memberikan akses ke informasi yang relevan bagi kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, bila tak mampu mengelola usia produktif ini, maka yang akan terjadi adalah bonus demografi yang memberatkan, terutama di usia kerja.berdasarkan data, Organisasi Buruh Internasional (ILO) tercatat sekitar 5,8 juta angka pengangguran.

Penulis juga mencatat bahwa angka  per Agustus 2022, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta, porsinya 5,86% dari total angkatan kerja nasional.

Berdasarkan data yang ada, pengangguran paling banyak berasal dari kelompok usia 20-24 tahun, yakni 2,54 juta orang. Kemudian, disusul oleh penduduk usia 15-19 tahun sebanyak 1,86 juta jiwa (22,03 persen), penganggur usia 25-29 tahun 1,17 juta jiwa (13,84 persen), usia 30-34 tahun 608,41 ribu jiwa (7,22 persen), dan usia 60 tahun ke atas 485,54 ribu jiwa (5,76 persen).

Untuk mengatasi masalah pengangguran, maka berbagai langkah dapat diambil, termasuk pengembangan keterampilan, pelatihan, menciptakan lapangan kerja baru, serta peran pendidikan ke pekerjaan. Pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam mengatasi masalah ini.  Jadi untuk mewujudkan Indonesia Emas, kita harus meratakan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, bila tidak maka impian negara maju hanya akan tinggal slogan.

Meningkatnya intoleransi di Indonesia juga harus jadi perhatian kita. Beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi tantangan serius terkait intoleransi dan minimnya jaminan kebebasan beragama. Salah satu akar penyebab utama intoleransi di Indonesia adalah politisasi agama.

Di tengah dinamika politik yang semakin kompleks, beberapa kelompok telah memanfaatkan sentimen agama untuk mendukung tujuan politik mereka. Hal ini telah menciptakan iklim yang memungkinkan retorika intoleran untuk merasuki masyarakat, memecah belah kesatuan dan harmoni yang telah lama menjadi ciri khas Indonesia.

Laporan International NGO Forum on Indonesian Development, yang berjudul Intoleransi dan Diskriminasi dalam Beragama: Studi Kasus Peraturan  Perundang-Undangan di Tingkat Nasional dan Daerah, menyebutkan terdapat pelbagai regulasi atau produk hukum atau kebijakan yang bersifat intoleran dan  diskriminatif, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, baik yang  dilatarbelakangi oleh kepentingan politik sesaat maupun konservatisme  beragama.

Regulasi ini secara nyata digunakan baik  langsung maupun tidak langsung, untuk melegitimasi serangkaian perilaku intoleran di tanah air. Mulai dari stigma sosial kepada individu atau komunitas tertentu, persekusi, hingga main  hakim sendiri atau kekerasan terhadap kelompok minoritas. Ini harus menjadi perhatian kita bersama.

Potensi intoleransi dan diskriminasi di tanah air juga akan semakin besar, manakala mendapat legitimasi secara hukum. Produk hukum intoleran dan diskriminatif ini jika dibiarkan akan menjadi bom waktu yang berpotensi  menyebabkan konflik sosial antar etnik, agama, dan merobek tenun  kebangsaan yang telah terjalin di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Penulis juga mencatat, sepanjang tahun 2000 hingga 2020 terdapat, 227 Peraturan dan Kebijakan Daerah yang dianggap intoleran dan diskriminatif.  Dari jumlah tersebut, paling banyak Perda dan peraturan kebijakan yang terbit di wilayah provinsi Jawa Barat (89 peraturan). Kemudian Sumatera Barat (26 peraturan). Ketiga, Kalimantan Selatan (17 peraturan), lalu menyusul Sulawesi Selatan (16 peraturan), DI. Yogyakarta (14 peraturan), NTB (13 peraturan), Jawa Timur (12 peraturan), dan Aceh (7 peraturan).

Kemudian ada sekitar 2.758 peristiwa dan 3.896 tindakan terkait dengan pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, yang justru dapat menimbulkan perpecahan.

Peran Generasi Muda

Peran generasi muda dalam mewujudkan Indonesia 2045 tentu menjadi hal mutlak yang tak boleh diabaikan. Mereka adalah pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan dan pencapaian visi besar negara. Generasi muda memiliki peran kunci dalam membentuk arah kepemimpinan Indonesia di masa depan. Mereka adalah pewaris nilai-nilai bangsa, dan tanggung jawab untuk memastikan kelangsungan dan pengembangan nilai-nilai tersebut berada dalam tangan mereka. Kepemimpinan yang baik perlu didasarkan pada integritas, etika, dan semangat berdikari.

Sedangkan dalam masalah kompleksitas tantangan global, seperti perubahan iklim, kesenjangan sosial, dan revolusi teknologi, generasi muda menjadi agen perubahan. Mereka bisa melalui partisipasi aktif dalam organisasi kemasyarakatan, kegiatan sosial, dan politik yang bertujuan memajukan kepentingan masyarakat. Melalui pemahaman mendalam terhadap masalah-masalah yang dihadapi, mereka bisa merumuskan solusi-solusi inovatif dan memberikan dampak positif bagi banyak orang.

Pemuda juga memiliki peran penting dalam menjaga perdamaian dan mempromosikan toleransi di tengah masyarakat yang beragam. Islam mengajarkan pentingnya hidup berdampingan secara harmonis dengan semua lapisan masyarakat, tanpa memandang suku, agama, atau ras. Pemuda muslim diharapkan menjadi pelopor dalam membangun persaudaraan antarumat beragama dan suku di Indonesia.

Sesungguhnya, dalam menggapai cita-cita besar tersebut,Presiden RI Joko Widodo, sudah meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 guna mewujudkan visi “Indonesia Emas 2045” di Djakarta Theater, Jakarta, Juni lalu. Maka siapapun presiden yang terpilih pada 2024 mendatang, seyogiayanya dapat meneruskan impian tersebut

Untuk mencapai Indonesia Emas 2045 dibutuhkan, sangat dibutuhkan, smart execusion. Dan dibutuhkan smart leadership, oleh strong leadership, yang berani dan pandai mencari solusi, dan yang punya nyali.

Dalam Struktur RPJPN 2025-2045 yang diluncurkan Jokowi itu, ada sekitar 6 Bab, yang menjadi fokus pembangunan Indonesia, yaitu Selayang Pandang Pembangunan Indonesia; Megatren dan Modal Dasar; Indonesia Emas 2045: Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan; Indonesia Bertransformasi: Kolaborasi Menuju Indonesia Emas 2045; Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan Sarana Prasarana Menuju Negara Nusantara; dan Mengawal Indonesia Emas 2045.

Pada area transformasi ekonomi, pertumbuhan sebesar 5% yang saat ini telah digapai, masih perlu ditingkatkan. Dengan skenario transformatif, diperlukan rata-rata pertumbuhan sebesar 6% agar tahun 2041 Indonesia dapat keluar MIT. Sedangkan dengan skenario sangat optimis, rata-rata pertumbuhan sebesar 7% agar tahun 2038 Indonesia dapat keluar MIT.

Sikap optimistis menggapai cita-cita tersebut, Indonesia dibekali dengan berbagai kekuatan yang harus diperhitungkan. Pertama, Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia dengan angkatan kerja sebesar 146,6 juta. Perluasan lapangan kerja tentunya menjadi fokus penting. Kedua, optimalisasi peluang bonus demografi. Saat ini Indonesia berada pada periode Rasio Ketergantungan Penduduk yang paling rendah (Puncak Bonus Demografi), yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban suatu negara, sehingga hal tersebut harus bisa dioptimalkan.

Ketiga, letak wilayah Indonesia yang strategis sangat menguntungkan dalam perdagangan internasional. Selain itu, pengaruh musim menjadikan Indonesia menjadi negara agraris. Keempat, melimpahnya sumber daya alam dengan kekayaan cadangan mineral yang sangat besar, di mana Indonesia menjadi peringkat pertama cadangan Nikel (21 juta MT), Bauksit peringkat ke-6 (1 miliar MT), Tembaga peringkat ke-7 (24 juta MT), Timah peringkat ke-1 (0,8 juta MT).

Namun demikian, Indonesia tetap perlu bersiap menghadapi berbagai tantangan yang akan muncul, yang terkait dengan peningkatan produktivitas SDM, peningkatan produktivitas modal, perubahan iklim, hingga tantangan stabilitas global ke depan yang semakin dinamis.

Tentu yang tak kalah penting, seperti yang diingatkan oleh  Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud MD bahwa untuk bisa menuju Indonesia Emas pada tahun 2045, seluruh masyarakat Indonesia harus bersatu.

Pancasila itu adalah alat pemersatu bangsa, yang sudah jadi bukti mengantarkan rakyat dan bangsa Indonesia merdeka. Karena itu untuk menuju Indonesia Emas, maka yang pertama-tama harus kita  jaga adalah jembatan emas ini jangan rusak. Jembatan emas itu adalah negara yang merdeka, bersatu.

Masyarakat Indonesia yang memiliki beragam suku, agama dan ras telah dipersatukan oleh Bhineka Tunggal Ika. Maka  bersatu di dalam perbedaan, jandai sangat penting.  Karena itu jangan karena perbedaan itu, mengakibatkan rakyat Indonesia tidak bersatu.

Mahfud juga pernah mengingatkan kita,  proses yang dapat menghancurkan sebuah negara, diantaranya adalah disorientasi. Disorientasi adalah, suatu situasi dimana pejabat-pejabat pemerintah dan kebijakan pemerintah keluar dari tujuan negara, banyak korupsi.

Kemudian, apabila disorientasi terus berlanjut, maka akan terjadi public distrust atau ketidakpercayaan publik.  Jika disorientasi terus terjadi, maka rakyat tidak akan percaya. Selanjutnya, jika rakyat tidak percaya kepada pemerintah dan kelangsungan negaranya, maka akan terjadi disobedience (pembangkangan). Jika perlawanan masih dihadapi dengan ketidakadilan, akan terjadi disintegrasi.

Peran perguruan tinggi sangat penting, karena para koruptor 90 persen lulusan perguruan tinggi. Maka perlu membangun kesadaran kolektif, membangun wawasan baru dengan berwawasan .
Pendidikan berwawasan Pancasila itu adalah pendidikan otak dan watak. Karena di dalam UU mencerdaskan kehidupan bukan otak, kemudian daripada itu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan mencerdaskan otak. Mencerdaskan kehidupan. Mencerdaskan kehidupan itu otak dan watak.

Dunia pun sudah meyakini jika Indonesia akan mencapai masa keemasan pada tahun 2045 tepat saat usia kemerdekaan mencapai 100 tahun. Untuk menyambut usia emas tersebut, seluruh elemen bangsa, salah satunya generasi muda, tentu memiliki tanggung jawab dalam mempersiapkan bangsa Indonesia menjadi lebih kuat dan maju ke depannya.

Mari kita siapkan generasi muda menyongsong Indonesia Emas 2045. Kita jaga negara ini, kesatuannya, keutuhannya dan tetap negara ini harus menjadi negara yang demokratis. Itu tugas-tugas mahasiswa, tugas generasi muda. Sebab, kalian semua nanti yang akan jadi pewarisnya.

Ingatlah, salah satu peran nyata yang dapat diberikan oleh generasi muda dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 adalah memberi inspirasi kepada generasi muda lainnya untuk dapat belajar dan berkarya sebaik mungkin.

Melalui SDM yang memiliki kemampuan, melalui pendidikan yang tinggi, melalui perguruan tinggi, [dapat lahir SDM] yang memiliki cara berpikir yang inovatif, transformatif, dan mempunyai keterampilan. Ini yang kita harapkan nanti bisa melanjutkan sehingga cita-cita Indonesia Emas itu bisa tercapai.

Peran generasi muda sebagai masyarakat pun perlu diperkuat khususnya dalam menjaga persatuan bangsa di tengah keberagaman yang ada di Indonesia. Untuk menjaga keutuhan bangsa ini, maka tak terbantahkan lagi kalau modal utama kita yang paling besar dalam membangun bangsa ini adalah persatuan. Persatuan Indonesia, keutuhan bangsa ini. Jangan sammpai modal ini terkoyak.. Semoga ! (karno raditya)
 

Berita Lainnya

Index