Poros Baru Pada Pilpres 2019

Poros Baru Pada Pilpres 2019

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak ambil pusing dengan wacana pembentukan poros tengah atau poros baru partai-partai Islam yang dimotori mantan Ketua MPR Amien Rais. Kubu PDIP beranggapan, kesuksesan poros tengah pada Pemilu 1999 lebih karena keputusan diambil melalui sistem perwakilan. Sekarang (pengambilan keputusan) langsung oleh rakyat. Kubu PDIP dan partao koalisinya berpandangan, apa yang dilakukan Amien Rais adalah bagian dari manuver politik.

Dalam catatan penulis, pada Pemilu 1999, Amien Rais menggalang koalisi poros tengah. Ketika itu, PDI Perjuangan menjadi pemenang pemilu dan menyorongkan Megawati Soekarnoputri sebagai calon presiden. Namun, koalisi poros tengah justru mengajukan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Akhirnya, Megawati kalah dalam pemilihan di MPR.

Dalam panggung politik nasional, penulis mencermati bahwa hubungan antara Megawati Soekarnoputri dengan Amien Rais cukup unik. Kerap bertentangan secara ideologis, tetapi untuk hal-hal pragmatis bisa saling menyatu dan membantu.

Secara ideologis, hubungan keduanya bagai minyak dan air, susah menyatu. Tetapi untuk hal-hal praktis dan pragmatis, pada Pilkada di berbagai wilayah Nusantara dan untuk kepentingan politik nasional, misalnya, kerap keduanya saling menyokong.

Secara biologis, Megawati adalah politisi tulen putri Proklamator RI yang sudah menjadi Ketua Umum PDI sejak zaman Soeharto berkuasa. Bahkan, kedudukannya selaku ketua umum PDI dilengserkan Soeharto secara paksa dengan mendirikan PDI tandingan, yakni PDI “Kebo” di mana duet Soerjadi-Fatimah Achmad dijadikan sebagai boneka Soeharto.

Keberanian Megawati melawan Soeharto sudah terbukti dengan tetap bertahan selaku Ketua PDI “Perjuangan” yang kemudian menjadi PDIP. Meski tidak ada pengakuan “yuridis” formal saat itu, tetapi di akar rumput faktanya PDIP semakin kuat dan militan.

Secara biologis Amien Rais lahir dari rahim Muhammadiyah, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar kedua setelah Nahdlatul Ulama. Amien adalah profesor dengan kajian politik luar negeri. Pada era reformasi, dia adalah salah satu tokoh yang juga berani melawan Soeharto, setidak-tidaknya pernah bersama-sama mahasiswa turun ke jalan untuk menumbangkan Soeharto dengan bandana melilit di kepala bertuliskan “Reformasi”. Sejarah ini tidak boleh diabaikan begitu saja.

Karenanya dari sisi ideologis, Megawati dengan partai yang didirikannya yaitu PDI Perjuangan, bernafaskan “Nasionalis-Demokrat” dan bahkan “Sekular”. Di sisi lain, Amien Rais yang kemudian mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN), bernafaskan “Islam Nasionalis” untuk membedakannya dengan “Islam Tradisionalis”-nya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan (alm) Abdrruhraman Wahid alias Gus Dur.

Pada Pemilu 1999, PDIP memenangi Pemilu pertama kali yang diselenggarakan di era reformasi. Namun konstitusi dan undang-udang saat itu tidak mengamanatkan secara otomatis, bahwa pemenang Pemilu berhak menjadi Presiden RI. Langkah menuju Kursi RI-1 harus ditentukan kurang lebih 1000-an anggota MPR di Senayan. Sejarah kemudian mencatat, Amien Rais yang menggagas dan membangun “Poros Tengah” berhasil mendudukkan Gus Dur sebagai Presiden RI.

Lantas apa yang akan terjadi di Pilpres 2019 mendatang? Tampaknya bukan lagi hendak mengulang sukses masa lampau dengan Poros Tengah, tapi lebih elegan dengan manuver politik era baru, yakni pembentukan koalisi Poros Baru.

Saat ini setidaknya lima partai politik telah menetapkan untuk mengusung Jokowi pada Pilpres 2019. Kelima parpol tersebut adalah PDI Perjuangan, Golkar, NasDem, Hanura, dan PPP. Dengan kekuatan PDIP 18,95%, Golkar 14,75%, NasDem 6,72%, PPP 6,53%, dan Hanura 5,26%, saat ini Jokowi telah mengantongi dukungan 52,21%.

Jika nantinya PKS dan Gerindra melanjutkan kemesraan dalam Pilpres 2019, dipastikan mereka mampu mengusung calon sendiri karena kekuatan kedua parpol ini mencapai 20% kursi DPR sesuai dengan batas minimal presidential threshold. Dengan demikian masih dimungkinkan adanya po ros baru dengan menggabungkan kekuatan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno mengatakan, adanya poros baru di luar poros pendukung Jokowi dan Prabowo masih dimungkinkan untuk terbentuk. Saat ini PAN terus menjalin komunikasi politik dengan semua partai untuk mendiskusikan semua kemungkinan dan opsi terkait dengan peta politik di Pilpres 2019. "Saya pikir semua opsi terbuka sekarang ya, jadi sekarang kita buka jalur komunikasi seluas-luasnya," kata Eddy Soeparno seusai pertemuan dengan PKS dan Gerindra di kediaman Prabowo.

Karena membuka berbagai opsi, kata Eddy, PAN juga berkomunikasi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan dengan Prabowo. Artinya PAN juga menjajaki komunikasi dengan pimpinan parpol lain di luar poros koalisi Jokowi dan koalisi Prabowo.

Lalu bagaimana sikap politik yang akan diputuskan, PAN baru akan menentukannya dalam rapat kerja nasional (rakernas) pada April 2018 nanti. Rakernas yang akan diselenggarakan pada April itu, salah satu agenda terpenting yang akan dibahas adalah arah politik PAN pada Pilpres 2019.

Dari kubu Partai Demokrat, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin, juga sudah mengamini jika kelak terbentuk poros baru. Sebab meski saat ini peluang capres baru semakin sempit jika mengacu pada gap elektabilitas Jokowi dan Prabowo, tetapi waktu masih cukup lama dan dimungkinkan konstelasi politik akan berubah.

Lantas bagaimana dengan PKB yang pada tahun 1999 juga menjadi motor pembentukan Poros Tengah?. Menurut Wakil Sekjen DPP PKB Daniel Johan. Dia mengungkapkan, aspirasi di lingkup internal PKB dan kader di bawah dalam kaitan Pilpres 2019 mendorong Ketua Umum Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai cawapres. Karenanya, meski mayoritas aspirasi menghendaki agar Cak Imin menjadi cawapres Jokowi, PKB juga membangun komunikasi dengan partai lain, termasuk Partai Gerindra untuk melihat peluang Cak Imin menjadi cawapres dari Prabowo.

Tapi jika melihat poros yang sudah ada, tampaknya poros koalisi Jokowi yang didukung lima partai koalisi Kabinet Kerja saat ini adalah yang paling solid karena tidak ada capres lain yang didukung partai ini selain Jokowi. Dinamika figur pencalonan pada poros Jokowi ini terletak pada calon wakil presiden. Ada banyak nama yang berpotensi menjadi cawapres Jokowi, baik dari kalangan partai maupun nonpartai.(karno raditya)

 

Berita Lainnya

Index