PVMBG Imbau Alat Peringatan Dini Dipasang di Pulau Rakata

PVMBG Imbau Alat Peringatan Dini Dipasang di Pulau Rakata
Prajurit KRI Torani 860 mengamati aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi di Perairan Selat Sunda, 28 Desember 2018. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

JAKARTA,(PAB)----

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merekomendasikan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memasang instalasi peringatan dini mitigasi bencana di Pulau Rakata.


"Pilihan Pulau Rakata ini didasarkan pertimbangan dari sebaran struktur geologi yang ada di Selat Sunda," ujar Sekretaris Badan Geologi Antonius Rardomopurbo dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin (31/12).

Selain itu, Purbo mengingatkan struktur geologi sekitar Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda merupakan struktur aktif dengan sebagian berupa sesar normal sehingga reaktivitasi sesar tetap harus diwaspadai.

Di satu sisi, Presiden RI  Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan mengunjungi korban tsunami Selat Sunda di Kalianda, kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, Rabu (2/1).
Aktivitas Gunung Anak Krakatau dipantau dengan beberapa pemasangan stasiun seismik di lereng dan Pulau Sertung (SRT), barat daya gunung tersebut. Stasiun seismik yang dipasang di tubuh Gunung Anak Krakatau akan terdampak langsung letusan apabila terjadi erupsi. 

Antonius mengatakan stasiun seismik di Anak Krakatau penting untuk mendeteksi perubahan fase tenang dan fase erupsi, karena di awal akan tercatat gempa-gempa vulkanik yang berukuran kecil yang sulit tercatat di stasiun seismik yang lebih jauh.

Pada saat aktivitas pada level tinggi, stasiun di Pulau Sertung akan mengambil alih karena pada saat aktivitas tinggi, amplitudo kegempaan cukup besar sehingga tercatat di Pulau Sertung dengan jeias.

Sementara itu, berdasarkan pemantauan terkini, Antonius menerangkan ancaman timbulnya tsunami dari aktivitas Gunung Anak Krakatau sangat kecil. Pasalnya, berdasarkan evaluasi seismik dan data visual hingga 30 Desember 2018, letusan Surtsean terjadi dengan frekuensi dua jam sekali atau sangat minim dan catatan kegempaan menurun.

"Aktivitas letusan menurun sehingga risiko juga menurun, risiko letusan besar hampir tidak ada," ujar Antonius.

Kendati demikian, status Gunung Anak Krakatau masih Siaga Level III dengan rekomendasi untuk tidak memasuki area dalam radius 5 kilometer (km) dari kawah. Hal itu mengingat masih ada risiko terkena lemparan material dari letusan.

"Kan masih ada letusan. Kalau masih ada letusan ya orang tidak bisa mendekat," ujarnya.

Saat ini, sebagian Gunung Anak Krakatau hilang akibat aktivitas erupsi dengan laju besar pada 26 hingga 27 Desember. Sebagian material ikut terletuskan dan sebagian dilongsorkan sehingga ketinggian Anak Krakatau turun dari semula 338 meter meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi 110 mdpl.

Mengingat kawah berada di bawah permukaan air laut, saat ini tipe letusan berubah dari Strombolian ke Surtseyan. 

"Letusan jenis ini tidak akan menimbulkan tsunami karena terjadi di permukaan air dan material cenderung terlempar ke udara secara total," ujar pria yang akrab disapa Purbo ini.

Adapun penyebab tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12) lalu ini masih menjadi misteri. Menurut Purbo, dugaan penyebab tsunami akibat longsor terpatahkan karena selama longsor yang volumenya lebih besar pada 26 - 27 Desember lalu tidak terjadi tsunami.


Kepala Seksi (Kasi) Operasi Korem 043/ Gatam, Letkol Arh Faris Kurniawan mengonfirmasi rencana kedatangan Jokowi untuk mengujungi lokasi korban tsunami di Kalianda.

"Sampai Senin(31/12) malam, jadwal tersebut Beliau positif hadir," ujar Faris seperti dikutip Antara.

Faris menyebut rencananya Jokowi akan melakukan kunjungan sehari di Kalianda.

Sebelumnya Kepala Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat I Ketut Sukerta mengatakan masa tanggap darurat bencana tsunami Selat Sunda di Kabupaten kampung Selatan, Provinsi Lampung akan diperpanjang satu pekan kedepan.

Fokus masa tanggap darurat tahap kedua dititik beratkan pada pencarian korban yang dilaporkan masih hilang dan pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi terdampak tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan.

Hingga Senin (31/12), korban tsunami di kawasan pesisir Kabupaten Lampung Selatan tercatat menelan korban 118 meninggal dunia, 8 orang hilang, 389 luka berat, dan 3.621 luka ringan.

Sementara itu, termasuk wilayah pesisir Banten, total jumlah korban bencana tsunami Selat Sunda yang tercatat per hari yang sama mencapai 437 orang dan 1.459 orang luka.(cnnindonesia.com)

Berita Lainnya

Index