ASEAN, merupakan singkatan dari The Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-bangsa di Asia Tenggara, yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Awalnya hanya ada lima negara pendiri ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Seiring dengan dampak positif yang dirasakan dari perhimpunan ini, hingga tahun 2022, anggota ASEAN bertambah enam negara lainnya, sehingga menjadi total sebelas negara anggota. Enam negara yang dimaksud ialah Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Timor Leste.
Indonesia sendiri, telah berperan menjadi Keketuaan ASEAN sebanyak tiga kali (1976, 2003, 2011) dan menghasilkan capaian yang terbukti, dapat mendorong kemajuan negara ASEAN.
Setelah sukses menyelenggarakan Presidensi G20, Indonesia kembali menjalankan kepemimpinan internasional dengan memegang tongkat keketuaan ASEAN 2023. Keketuaan tersebut diserahkan dari Kamboja ke Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 di Phnom Penh bulan November 2022.
Dengan demikian, di tahun 2023 ini, untuk yang kelima kalinya Indonesia didapuk memegang Keketuaan ASEAN, dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" yang bermakna bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masyarakat ASEAN dan dunia.
Di KTT Asean tahun ini kita berharap, semoga saja Indonesia mampu menunjukkan peran strategis dalam memperkuat kapasitas dan kapabilitas kelembagaan ASEAN, utamanya dalam membentuk tatanan kawasan yang mendasarkan pada multilateralisme dan nilai-nilai inklusivitas.
Para pemimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang hari ini duduk bersama, diharapkan dapat membahas apa yang bisa mereka lakukan untuk memberi perlakuan terhadap masalah-masalah yang dihadapi ASEAN saat ini dan nanti.
Tantangan yang jelas terlihat sekarang ini adalah soal Myanmar, pemulihan pascapandemi COVID-19, sampai kondisi geopolitik yang menyeret kekuatan-kekuatan besar bertabrakan, hingga jauh di Asia Tenggara.
Semoga Indonesia bisa. Pengalaman ketika dihadapkan kepada kendala-kendala besar dalam mengefektifkan keketuaannya dalam G20, terutama perang Ukraina-Rusia dan perekonomian global pascapandemi COVID1-19 yang disergap inflasi dan krisis rantai pasokan, faktanya Indonesia sukses mengetuai kelompok 19 negara plus Uni Eropa itu.
Keberhasilan itu, salah satunya dilihat dari kesepakatan G20 membentuk Dana Pandemi senilai 1,4 miliar Dolar AS untuk negara-negara miskin guna mengantisipasi ancaman kesehatan global pada masa mendatang.
Kita berharap, Indonesia menduplikasi keberhasilan mengetuai G20 itu, dalam lingkup kawasan. Semoga saja, Indonesia tak akan melangkah seperti Kamboja setahun lalu, yang dinilai tidak efektif memimpin ASEAN dalam menyelesaikan masalah-masalah kawasan, mulai dari soal tatanan ekonomi pascapandemi, persaingan pengaruh antara Amerika Serikat dan China, sengketa teritorial di Laut China Selatan, hingga perubahan iklim yang makin membutuhkan upaya bersama dalam semua tingkat, termasuk level ASEAN.
Untuk soal Myanmar misalnya, ASEAN terlihat "jalan di tempat" dalam mengatasi masalah politik dan kemanusiaan di sana setelah pada 2021 junta mengudeta pemerintahan hasil pemilu demokratis.
Contoh lain, soal di Laut China Selatan, ASEAN juga tak berhasil merumuskan sikap bersama, terutama setelah Kamboja menolak memasukkan istilah "sengketa" dalam resolusi konflik di area ini.
Pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen, juga tak efektif mendorong perbaikan situasi di Myanmar. Dia malah mengajak junta menghadiri forum-forum ASEAN justru ketika junta Myanmar tak beritikad baik mewujudkan Konsensus Lima Poin yang sudah disepakati ASEAN.
Kelima poin itu adalah penghentian kekerasan, dialog semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi dialog, mengizinkan ASEAN memberikan bantuan kemanusiaan, dan pemberian akses kepada utusan ASEAN untuk bertemu semua pihak di Myanmar.
Indonesia, adalah satu dari sejumlah anggota ASEAN yang menolak prakarsa Hun Sen saat itu. Ketegasan seperti ini mesti dilanjutkan, apalagi situasi di Myanmar semakin ruwet.
Meskipun demikian, ASEAN juga perlu meyakinkan negara-negara yang terlihat menginginkan status quo di Myanmar, seperti China, India, dan Thailand.
Negara-negara yang berbatasan dengan Myanmar itu terlihat tak menginginkan perubahan besar di Myanmar, termasuk mengembalikan pemerintahan yang terpilih lewat pemilu demokratis, tiga tahun lalu.
Belum lagi Rusia yang menjadi mitra penting junta Myanmar dan berusaha hadir di kawasan-kawasan di mana pun di mana Amerika Serikat dan Barat memproyeksikan pengaruhnya.
Tapi bukankah, ASEAN harus meyakinkan junta dan pihak-pihak yang mendukungnya bahwa junta tak bisa terus mencegah ASEAN membantu menyelesaikan masalah Myanmar.
Ini karena perubahan positif di Myanmar tak saja hal yang niscaya demi perdamaian di negara itu dan kawasan, tapi juga bakal membantu menciptakan suasana positif di ASEAN yang membuat persoalan-persoalan kawasan yang lebih berat lainnya bisa disikapi dalam kerangka bersama yang lebih kuat dan lebih efektif.
Di antara persoalan-persoalan berat itu adalah dinamika geopolitik yang semakin panas oleh tabrakan kepentingan antara kekuatan-kekuatan besar, seperti Amerika Serikat, China, Rusia, dan India. Bahkan Uni Eropa, Australia, Jepang, dan Korea Selatan.
Tumbukan kepentingan itu merambah ke mana-mana, dari masalah keamanan sampai ekonomi di mana Asia Tenggara tak bisa lari dari pengaruh eksternal ASEAN.
Itu termasuk Kerangka Kerja Ekonomi Indo Pasifik (IPEF) yang melibatkan banyak negara di Asia timur, tapi mengecualikan China dan Rusia, dan Dialog Keamanan Empat Pihak atau Quad antara Australia, India, Jepang, dan Amerika Serikat.
Masih ada AUKUS, yang merupakan pakta keamanan trilateral antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat yang diumumkan 15 September dua tahun lalu.
Akan halnya China dan Rusia, kedua negara ini juga aktif bermanuver, yang salah satunya lewat latihan militer gabungan. Ini pun bukan tanpa sebab.
Masalah Taiwan, ancaman nuklir Korea Utara, sengketa wilayah antara Jepang dan China di sebuah kepulauan sebelah selatan Jepang, dan upaya Jepang mendapatkan kembali wilayah bagian utaranya yang diduduki Rusia beberapa bulan sebelum Perang Dunia Kedua berakhir, adalah di antara penyebabnya.
Kita semua berharap, semoga saja pada KTT Asean tahun ini, peran strategis Indonesia bisa membawa ASEAN menjadi kawasan yang memiliki peran penting, bagi negara kawasan dan dunia. Baik berperan sentral sebagai motor perdamaian maupun kesejahteraan kawasan. Selain itu, Indonesia juga harus menjadikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia.
Dengan tiga Pilar Priorities Economic Deliverables, yang sudah dibuat diharapkan bisa diwujudkan. Yakni soal Recover-Rebuilding: ASEAN bertujuan untuk mengeksplorasi Policy Mix yang terkalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik untuk memastikan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, serta memitigasi risiko seperti inflasi dan volatilitas aliran modal.
Kemudian tentang Digital Economy: diharapkan mampu memperkuat inklusi keuangan dan literasi digital, negara anggota ASEAN perlu meningkatkan kapasitas masing-masing dalam memformulasikan strategi edukasi finansial secara nasional dan meningkatkan interkonektivitas sistem pembayaran regional dan sustainability
Jika ada yang bertanya, apa peran strategis KTT ASEAN tahun 2023 ini, yang digelar di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur Indonesia ? Tentu yang kita berharap adalah Indonesia memiliki kekuatan untuk dapat melakukan keseimbangan di kawasan ASEAN untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik negara – negara Asia Tenggara.
Merapatkan Barisan
Sebagai kawasan yang paling terdampak oleh bencana alam dan risiko terkait iklim, kita berharap ASEAN harus mampu merapatkan barisan, guna mempersiapkan dan mengarah ke tujuan yang sama dalam kaitan transisi menuju ekonomi hijau, diantaranya melalui penyusunan ASEAN Taxonomy on Sustainable Finance dan Study on the Role of Central Banks in Managing Climate and Environment-Related Risk.
Perapatan barisan dalam konsensus yang sama, menjadi penting agar dunia melihat kekuatan ASEAN. Sekalipun kadang persoalan-persoalan yang terjadi memang jauh di luar teritori ASEAN, tapi dampaknya sudah pasti mencapai Asia Tenggara.
Fakta yang kita lihat sekarang ini contohnya, ada sejumlah negara ASEAN sendiri berkonflik sengit dengan China di Laut China Selatan, terutama Filipina dan Vietnam. Ini situasi-situasi yang mesti dihadapi dan diredakan ASEAN.
Kadang muncul anggota-anggota ASEAN yang berbeda pendapat, kemudian menempuh langkah sendiri-sendiri di luar kerangka ASEAN. Kondisi seperti inilah, yang dianggap dunia bahwa ASEAN tidak tegas dalam bersikap, termasuk dalam soal wilayah-wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan.
Sikap yang tidak padu ini, tentu akan menguntungkan kekuatan-kekuatan besar yang berebut pengaruh di Asia Tenggara. Untuk itulah, pada KTT ASEAN tahun ini, para pemimpin yang duduk bersama mampu melangkah dalam visi bersama.
Ini bukan saja penting untuk keutuhan dan integritas ASEAN, tetapi juga demi menjadikan organisasi kawasan ini sebagai platform, yang menjadi mekanisme regional utama bagi negara-negara Asia Tenggara.
Berpegang kepada tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, yang memuat tiga elemen penting, yang meliputi upaya memperkuat kapasitas dan efektivitas ASEAN, persatuan ASEAN, dan sentralitas ASEAN, diharapkan semua persoalan diselesaikan dengan kebersamaan.
Semoga setelah usai perhelatan KTT ASEN di Labuhan Bajo, semua negara peserta bisa cepat mengatasi masalah-masalah mendesak kawasan saat ini, termasuk mengembalikan demokrasi dan tatanan inklusif di Myanmar, dan formulasi langkah bersama di Laut China Selatan.
Ini penting sebagai bukti jawaban, untuk pertanyaan mengenai relevansi ASEAN, selain bisa menjadi menjadi titik baru dalam menjadikan anggota-anggota ASEAN terikat dalam mekanisme kawasan.
Sementara bagi tuan rumah, perhelatan KTT ASEAN ke-42 ini, diharapkan bisa menjadi keketuaan dalam menumbuhkan perekonomian di tingkat regional dan global.
Karena kegiatan ini sekaligus menjadi momentum untuk memperlihatkan kemajuan pembangunan Indonesia, dan menjadi daya tarik investasi asing ke Tanah Air. Semoga ! (karno raditya)