Cagar Budaya Meskinya Prioritas Penting Dinas Budaya dan Pariwisata

Cagar Budaya Meskinya Prioritas Penting Dinas Budaya dan Pariwisata
Ketua DPP HIPESBI Sumatera Utara Satia Basa Dalimunthe.(Foto/AG)

MEDAN,(PAB)----

Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting, artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan bagi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.

Untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, dan pengawasan benda cagar budaya.

Di Indonesia upaya perlindungan benda cagar budaya telah dimulai sejak Zaman Belanda.

Perlindungan benda cagar budaya harus menjadi perhatian penting dan dicermati, karena akibat perkembangan zaman serta semakin semaraknya pembangunan di Provinsi Sumatera Utara, maka kecendrungan merusak atau menghilangkan bangunan-bangunan lama yang merupakan saksi sejarah dan bukti otentik sejarah sudah sering terjadi. Padahal musnahnya suatu bangunan tua dan bersejarah dapat berakibat hilangnya satu rangkaian sejarah perjalanan suatu kota.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dirasa menarik untuk melakukan penelitian tentang perlindungan terhadap kerusakan benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara dengan rumusan permasalahan sebagai berikut:

1.  Bagaimana keadaan benda-benda                      cagar budaya di Provinsi Sumatera                    Utara

2. Bagaimana peraturan daerah yang                     mengatur tentang perlindungan benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara.

3. Bagaimana masalah dan hambatan perlindungan benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara.

 

Sesuai dengan rumusan permasalahan yang diajukan, maka penelitian ini bertujuan:

  1. Untuk mengetahui keadaan benda-benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara
  2. Untuk mengetahui peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara.
  3. Untuk mengetahui masalah dan hambatan dalam melindungi benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara

 

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena dalam penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan fakta dan keberadaan tanggungjawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terhadap kerusakan dan kemusnahan benda cagar budaya, sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan. Bersifat analitis, karena terhadap data yang diperoleh itu akan dilakukan analitis data secara kualitatif.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis dipergunakan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai lingkungan, khususnya perlindungan terhadap kerusakan dan kemusnahan benda cagar budaya, seperti Undang-undang Nomor 11 tahun 2010, serta masalah-masalah atau hambatan-hambatan terhadap perlindungan benda cagar budaya di Provinsi Sumatera Utara.

Dalam hal ini masalah yang paling sering kita dapati dan ketahui bahwa Perundang undangan tentang cagar budaya menurut pemikiran saya juga masih terkesan adanya “ socioeconomically violence “, karena masih adanya pasal – pasal dan ayat – ayat di dalam Undang – Undang No 11 Tahun 2010 yang terkesan mengunci kebebasan penggiat cagar budaya dalam melaksanakan perlindungan dan pengawasan cagar budaya, sebagai contoh dikatakan di dalam UU Nomor 11 tahun 2010 BAB VI Register Nasional Cagar Budaya Bag.Kedua : Pangkajian Pasal 31 ayat 2 dan Bag. Ketiga : Penetapan Pasal 33 Ayat 1, hal ini tentunya bahwa yang dimaksudkan dengan cagar budaya apabila telah ditetapkan oleh Tenaga Ahli Cagar Budaya, sementara sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa begitu banyak dan kaya nya NKRI ini khususnya Provinsi Sumatera Utara akan Peninggalan Sejarah dan Budaya yang sudah semestinya dilindungi dan dilestarikan, Oleh sebab itu perusakan kawasan situs, sturktur, benda bersejarah dan budaya di Indonesia sulit diatasi karena Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya masih mandul. Sudah hampir lima tahun belum ada Peraturan Pemerintah yang ditandatangani Presiden untuk menjalankan undang-undang tersebut. Sehingga di setiap daerah / provinsi khususnya di Sumatera Utara pun sampai dengan detik ini tidak menerbitkan atau mempublikasikan produk hukum ( peraturan daerah provinsi ) khususnya untuk perlindungan dan pengawasan cagar budaya dan hal ini membuat sebagian besar penggiat sejarah dan cagar budaya melaksanakan peranannya dalam perlindungan dan pengawasan cagar budaya sesuai dengan pijakan hukum yang berlaku.

Saya sebagai Pimpinan Umum DPP Himpunan Pemerhati Sejarah dan Budaya Indonesia (HIPESBI)Provinsi Sumatera Utara sedikit kecewa dan prihatin akan upaya aparatur pemerintahan di Provinsi Sumatera Utara dan Daerah dalam memperdulikan / memperhatikan eksistensi peninggalan budaya yang belum dikaji dan ditetapkan sebagai cagar budaya, karena sepengetahuan saya dalam UU hanya benda – benda, situs peninggalan sejarah yang teah ditetapkan saja yang harus dilndungi.

Sampai saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara nampaknya belum memiliki keinginan untuk merawat dan melestarikan benda cagar budaya, meskipun objek peninggalan sejarah tersebut belum ditetapkan sebagai cagar budaya, padahal benda – benda, situs, struktur, kawasan dll tersebut merupakan aset bagi masing – masing daerah, hal ini terbukti dengan tidak adanya satu Perda Provinsi atau Surat Keputusan Gubernur menyangkut pelestarian benda cagar budaya yang dimaksud.

 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum memiliki inventarisasi peraturan perundang-undangan tentang perlindungan benda cagar budaya, sehingga laporan penilik kebudayaan kabupaten / kota yang menyampaikan bahwa adanya situs, benda peninggalan sejarah dan budaya di daerah tersebut tidak mendapat respon, sehingga situs-situs yang dimaksud banyak yang terlantar, tidak terawat karena tidak adanya peraturan yang jelas untuk melindungi situs-situs tersebut dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Di balik nilai penting sebagai sumber daya budaya, aset budaya dalam bentuk benda cagar budaya banyak menghadapi gangguan dan ancaman yang bersifat eksternal, di samping secara fisik telah menyimpan berbagai keterbatasan dan kelemahan (internal). Gangguan dan ancaman yang bersifat eksternal cenderung semakin meningkat sejalan dengan makin cepatnya perubahan dan pergeseran nilai dan pandangan masyarakat sebagai pemilik kebudayaan. Apabila masyarakat mulai meninggalkan asset budaya yang dimilikinya, maka kelangsungan hidupnya tidak akan terjamin. Kelemahan internal banyak didapatkan pada banyak benda cagar budaya yang tidak mendapatkan perhatian dan perawatan.

Tidak adanya Perda untuk melindungi benda-benda bersejarah di Kabupaten Asahan, dikhawatirkan setiap orang tidak akan segan untuk melakukan perusakan bahkan pencurian terhadap benda-benda bersejarah tersebut. Oleh karenanya sebaiknya secepat mungkin Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mengeluarkan Perda menyangkut benda cagar budaya dimaksud agar bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai-nilai kesejarahan dengan arsitektur yang khas dan unik tidak hilang di telan zaman.

Kami  ( HIPESBI ) mengharapkan Pemerintah Provinsi Sumut dapat memberikan perhatian yang penuh terhadap benda-benda bersejarah ini, baik dari segi pengamanan, perawatan, bahkan pemugaran dengan tetap memperhatikan keaslian dan nilai sejarahnya, tidak hanya memperdulikan program budaya yang bersifat komersil saja. Oleh karenanya Pemerintah Provinsi Sumut dapat memfasilitasikandalam bentuk keahlian maupun financial untuk perbaikan yang disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan Pemerintah Provinsi Sumut.

Sebaikya dilakukan upaya-upaya penyadaran melalui penyuluhan terhadap aparat pemerintah dan masyarakat tentang manfaat dari benda cagar budaya agar perawatan dan perlindungan terhadap benda cagar budaya ini dapat terlaksana dengan baik, bila perlu didirikan sebuah museum di setiap daerah Kabupaten / Kota yang terindikasi memiliki benda peninggalan sejarah dan  budaya paling banyak untuk melestarikan benda-benda bersejarah ini. ( sb.d,dpphipesbi )

Berita Lainnya

Index