Ketum Aliansi Pimpinan Media Cyber, Herry: Wartawan Jangan Dipandang Sebelah Mata

Ketum Aliansi Pimpinan Media Cyber, Herry: Wartawan Jangan Dipandang Sebelah Mata
Ket. Foto: Ketua Umum Aliansi Pimpinan Media Cyber & Aktivis Republik Indonesia, Herry

JAKARTA,(PAB)-----

Ketua Umum Aliansi Pimpinan Media Cyber & Aktivis Republik Indonesia, Herry, dengan tegas menyampaikan harapan wartawan kepada pemerintah, TNI/Polri, Badan Intelijen Negara, Dewan Pers, pengusaha swasta, serta para pemangku kepentingan di negeri ini. Dalam pernyataannya di Jakarta, Herry menekankan pentingnya dukungan dari Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto, Kapolri, Panglima TNI, dan Kepala Badan Intelijen Negara untuk memberikan bantuan hukum kepada profesi jurnalistik, khususnya wartawan investigasi yang tengah mengungkap kasus-kasus ilegal, narkotika, dan kejahatan lainnya.
Sabtu (12/10/2024).

“Profesi jurnalistik sebagai kontrol sosial dalam tata kelola pemerintahan tidak boleh dipandang sebelah mata. Meski banyak wartawan media kecil yang tidak digaji seperti wartawan media besar, kami memiliki keberanian dan ketajaman dalam menyuarakan kebenaran hingga ke akar rumput. Wartawan menjalankan amanah rakyat dari sudut-sudut kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kami mengharapkan sinergi dan kerjasama dengan pemerintah, TNI/Polri, serta Badan Intelijen Negara dalam membantu wartawan mengungkap kasus-kasus seperti sindikat BBM ilegal, galian C, mafia pajak, mafia tanah, dan narkotika. Aparat Penegak Hukum (APH) harus memberikan bantuan hukum kepada seluruh wartawan yang bertugas, bukan mengintimidasi atau mengintervensi mereka,” tegas Herry Setiawan, S.H.yang juga Ketua Umum LSM HARIMAU.

Dasar Hukum Perlindungan Wartawan

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 4 UU Pers menegaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Pasal ini juga melindungi wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.

Pasal 8 menegaskan bahwa wartawan mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan profesinya. Artinya, setiap wartawan yang sedang melakukan peliputan tidak boleh mengalami kekerasan, intimidasi, atau intervensi dari pihak mana pun.


2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 14 menjamin setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Ini mencakup hak bagi wartawan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada publik.


3. Kode Etik Jurnalistik
Sebagai panduan dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan wajib menaati Kode Etik Jurnalistik. Setiap wartawan yang melanggar kode etik dapat diproses oleh Dewan Pers, bukan dengan jalur pidana seperti yang sering kali digunakan melalui Undang-Undang ITE.

 

Herry juga menyoroti bahwa KUHP tidak berlaku untuk wartawan karena pers memiliki undang-undang khusus serta kode etik yang menjadi payung hukum bagi profesi jurnalistik.

Sekjen Aliansi Pimpinan Media Cyber & Aktivis Republik Indonesia, M. Rido, turut angkat bicara mengenai seringnya karya jurnalistik disalahartikan oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini sering kali menimbulkan laporan pencemaran nama baik yang mengarah pada UU ITE, yang pada akhirnya mengancam kebebasan pers. “Sering kali wartawan menjadi korban kekerasan oleh pihak-pihak yang membackup kegiatan ilegal, termasuk oknum-oknum dari TNI, Polri, dan media. Tampaknya mereka kebal hukum,” tutur M. Rido.

Dasar Hukum terkait Penyalahgunaan UU ITE terhadap Wartawan

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Pasal 27 Ayat (3) UU ITE sering digunakan untuk menjerat wartawan dengan tuduhan pencemaran nama baik. Namun, Dewan Pers telah menegaskan bahwa sengketa jurnalistik harus diselesaikan melalui UU Pers, bukan melalui UU ITE.


2. Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 2017
SKB ini melibatkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri yang menegaskan bahwa sengketa terkait pemberitaan media massa harus diselesaikan berdasarkan UU Pers. Hal ini untuk menghindari kriminalisasi wartawan dan menjaga kemerdekaan pers.

 

Dalam hal ini, Dewan Pers diharapkan bertindak tegas, adil, dan profesional, serta tidak diskriminatif terhadap wartawan yang melakukan tugas investigasi di lapangan. “Tidak boleh ada lagi kekerasan atau penganiayaan terhadap wartawan yang tengah menjalankan tugasnya,” tambah Herry.

Ketua Umum LSM Harimau, Tonny S. Hidayat, S.H., dalam keterangannya menyebut bahwa wartawan memegang peran penting dalam menjaga keutuhan negara dan kedaulatan ekonomi rakyat. “Pers adalah pilar keempat demokrasi Indonesia. Wartawan harus inovatif, kreatif, dan siap menghadapi era digital dengan memperkuat soliditas, memperluas jaringan, dan menjalin sinergi dengan pemerintah, TNI/Polri, serta stakeholder lainnya,” tegas Tonny.

Ke depan, Tonny berharap agar LSM, aktivis, dan pers dapat berkolaborasi dalam menyuarakan inspirasi rakyat melalui digitalisasi media, meningkatkan kemampuan wartawan, serta membongkar kasus-kasus yang menyimpang di Indonesia.

Berita Lainnya

Index