Jokowi Dinilai Menyalahgunakan Data Intelijen

Jokowi Dinilai Menyalahgunakan Data Intelijen
Analisis data intelijen

Jakarta, (PAB-Indonesi)---

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan penyalahgunaan data intelijen untuk tujuan politik presiden. Hal itu merespons pernyataan Jokowi yang mengaku memiliki laporan data intelijen soal aktivitas parpol.

Adapun koalisi ini terdiri dari Imparsial, PBHi, Amnesty International, YLBHI, Kontras, Centra Initiative, Elsam, Walhi, ICW, HRWG, LBH Masyarakat, dan Setara Institute.

"Kami memandang, pernyataan presiden tersebut mengindikasikan adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya," kata koalisi dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/9).

Koalisi menilai tindakan Jokowi tidak bisa dibenarkan dan merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia. Intelijen, lanjut koalisi, merupakan aktor keamanan yang berfungsi memberikan informasi terutama kepada Presiden.

Namun demikian informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara atau masalah keamanan nasional dan bukan terkait dengan masyarakat politik serta juga masayarakat sipil sebagaimana disebutkan Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku memiliki informasi lengkap dari intelijen soal situasi dan arah politik partai-partai.
Hal ini diungkap presiden saat menghadiri rapat kerja nasional relawan Seknas (Sekretariat Nasional) di Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (16/9).

"Saya tahu dalamnya partai seperti apa, saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin menuju ke mana saya juga ngerti," kata Jokowi di Bogor.
Sebelumnya dia menyinggung tahun 2024 menjadi tahun penting bagi Indonesia untuk melompat menjadi negara maju.

Namun untuk bisa ke sana, Jokowi mengatakan semua sangat tergantung pada kepemimpinan.

"Jadi informasi yang saya terima komplet. Dari intelijen saya ada BIN, dari intelijen di Polri ada, dari intelijen di TNI saya punya, dan informasi-informasi di luar itu," ungkap Jokowi.

Dia juga membeberkan bahwa informasi yang dikantongi dari intelijen lengkap mulai dari angka, hingga survei.

"Angka, data, survei, semuanya ada. Saya pegang semua itu dan hanya milik presiden karena langsung, langsung ke saya," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Jokowi mengingatkan Indonesia jangan sampai terjebak dalam middle income trap atau jebakan negara berkembang.

Pada bagian lain pakar intelijen dari Universitas Indonesia (UI), Stanislaus Riyanta mengatakan, proses orkestrasi informasi intelijen oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan), sebagaimana diminta Presiden Joko Widodo harus tetap sesuai dengan undang-undang (UU).

“Prosesnya tetap harus sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan undang-undang, terutama terkait fungsi koordinator yang diemban BIN (Badan Intelijen Negara),” ujar Riyanta, seperti ditulis Jawapos.com

Presiden Jokowi dalam arahannya saat membuka Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di Jakarta,  menyampaikan Kemhan harus bisa mengorkestrasi informasi-informasi intelijen pertahanan dan keamanan yang selama ini dilakukan BIN, TNI, Polri hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Jokowi meminta Kemhan mengorkestrasi informasi intelijen di berbagai lembaga dan institusi agar menjadi sebuah informasi yang satu serta solid untuk kepentingan pembuatan kebijakan-kebijakan yang tepat atau paling tidak mendekati benar.

“Dengan demikian saat kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan itu betul, paling tidak mendekati benar. Jadi langkah kerja memang harus preventif terlebih dahulu. '(Misalnya) Ini hati hati, ini akan terjadi, kemungkinan akan terjadi seperti ini'. Jangan sudah kejadian saya baru diberi tahu. Informasi intelijen menjadi sangat vital sekali,” terang Jokowi kala itu.

Riyanta juga menjelaskan, dalam Pasal 38 Ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara dan dalam Pasal 3 Perpres Nomor 67 Tahun 2013 tertulis secara jelas bahwa fungsi koordinator penyelenggara Intelijen Negara adalah BIN.

Riyanta menduga informasi intelijen yang dimaksud Jokowi untuk diorkestrasi Kemhan adalah informasi yang terkait intelijen pertahanan.

“Memang perlu ada penjelasan lebih detail terkait orkestrasi tersebut, namun secara singkat saya menduga yang dimaksud adalah informasi intelijen yang spesifik terkait pertahanan, dikumpulkan dari berbagai sumber yang kemudian dianalisis untuk menjadi pendukung pengambilan keputusan di Kementerian Pertahanan,” jelasnya.

Selain prosesnya harus sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan undang-undang, Riyanta menilai bahwa Kemhan tidak perlu membentuk gugus tugas untuk melakukan orkestrasi tersebut karena seusai UU sudah ada BIN sebagai koordinator Intelijen Negara.

“Jadi tidak perlu menambah gugus tugas jika ingin mengumpulkan informasi, terutama terkait pertahanan yang akan diorkestrasi Kementerian Pertahanan,” jelasnya.

Sementara itu berkaitan dengan peluang terjadinya pertukaran informasi intelijen antarinstansi dan lembaga dalam proses orkestrasi tersebut, Riyanta menilai hal itu wajar dilakukan.

“Kerja sama intelijen bahkan pertukaran informasi antarlembaga intelijen sangat wajar dilakukan mengingat spektrum ancaman yang luas dan sering beririsan. Untuk itu biasa ada forum koordinasi atau komunikasi yang rutin dilakukan lembaga-lembaga intelijen,” jelasnya. (ritha)

Berita Lainnya

Index