Membangun Kembali Kekuatan Matra Laut oleh:karno raditya

Membangun Kembali Kekuatan Matra Laut oleh:karno raditya
Fregat Multi-Purpose Eropa (FREMM) segera memperkuat Angkatan Laut RI

Indonesia pernah menorehkan catatan sebagai negara di kawasan bumi Selatan, yang memiliki kekuatan militer terkuat dan terbesar di dunia. Bahkan, pada era Orde Lama, kekuatan militer Belanda masih belum sebanding dengan Indonesia.

Amerika Serikat, yang disebut-sebut sebagai negara adidaya kala itu pun sangat khawatir dengan perkembangan kekuatan militer Indonesia, yang kala itu disokong secara besar-besaran oleh teknologi terbaru buatan Uni Soviet (sekarang Rusia).

Keakraban antara pemerintah Indonesia dengan Uni Soviet ketika itu, melahirkan kekuatan militer Indonesia yang cukup signifikan. Bahkan Rusia pernah mencatat sangguh memberi bantuan untuk membangun kekuatan militer Indonesia  sebesar US$ 2,5 Milyar.

Memang tak banyak yang tahu, jika kekuatan militer Indonesia di era Bung Karno adalah salah satu yang terbesar dan terkuat di dunia. Saat itu, kekuatan militer Indonesia samapai disebut-sebut menjadi yang terkuat di seluruh belahan bumi Selatan, ini artinya menandingi dominasi Australia.

Saat itu Indonesia juga punya satu kapal perang terbesar dan tercepat di dunia buatan Soviet dari kelas Sverdlov. Kapal perang itu memiliki 12 meriam raksasa kaliber enam inci. Setelah tiba di Indonesia, kapal ini berganti nama menjadi KRI Irian. Sampai hari ini, Indonesia tak akan mampu memiliki kapal sehebat KRI Irian Jaya.

Kapal dengan bobot 16.640 ton itu, memiliki awak sebanyak 1.270 orang, termasuk 60 perwira. Jika dibandingkan dengan kapal-kapal terbaru Indonesia sekarang, dari kelas Sigma, tentu tak akan  sebanding. Karena rata-rata yang ada sekarang bobotnya tak lebih dari 1.600 ton.

Tak cuma kapal perang, Indonesia juga mempunyai 12 kapal selam kelas Whiskey yang juga bantuan dari Uni Soviet. Salah satu dari ke-12 kapal selam ini diberi nama Pasopati dan sekarang dijadikan monumen kapal selam (monkasel) di Surabaya.

Puluhan kapal tempur kelas Corvette, juga diberikan kepada pemerintah Indonesia di masa itu. Fungsi Corvette pada masa itu ialah sebagai penjaga atau pengiring dari kapal perang KRI Irian. Jumlah kapal tempur keseluruhan Indonesia saat itu yakni 104 unit.

Indonesia juga pernah punya 12 kapal selam tercanggih kala itu. Dua belas kapal selam itu adalah Tjakra S01/401 (1959-1972), Trisula 402 (1962 - 1974), Nagabanda 403 (1961 - 1976), Nagarangsang 404 (1961 - 1974), Nendradjala 405 (1961 - 1974), Alugoro 406 (1961 - 1974), Nanggala s02/407 (1959 - 1972), Tjandrasa 408 (1962 - 1974), Widjajadanu 409 (1962 - ), Pasopati 410 (1962 - 1990), Tjundamani 411 (1962 - 1974), dan Bramasta 412 (1962 - 1981).

Selain matra Laut, kekuatan angkatan udara Indonesia juga cukup disegani dunia, karena kala itu Indonesia memiliki lebih dari 100 pesawat tercanggih saat itu. Armada ini terdiri dari pesawat tempur (Fighter). Di antaranya; 20 pesawat pemburu supersonic MiG-21 Fishbed, 30 pesawat MiG-15, 49 pesawat tempur high-subsonic MiG-17, dan 10 pesawat supersonic MiG-19.

MiG-19 (kode NATO "Farmer") adalah pesawat tempur jet Uni Soviet. Ini adalah pesawat pertama Uni Soviet yang mampu terbang dengan kecepatan supersonik. Pesawat ini pertama kali terbang pada tahun 1953. Indonesia pernah memiliki pesawat jenis ini yang pada akhirnya disumbangkan kepada Pakistan untuk selanjutnya digunakan untuk menghadapi India dalam perang India-Pakistan.

Pesawat ini bahkan lebih hebat dari pesawat tercanggih Amerika saat itu, pesawat supersonic F-104 Starfighter dan F-5 Tiger. Sementara Belanda masih mengandalkan pesawat-pesawat peninggalan Perang Dunia II, seperti P-51 Mustang.

Indonesia juga mendapat bantuan berupa helikopter. Diantaranya sembilan helikopter terbesar di dunia MI-6, dan 41 unit helikopter MI-4. Mi-4 adalah helikopter yang bertugas di dua peran berbeda, sipil dan militer. Mi-4 dibangun untuk menyaingi H-19 Chihckasaw milik Amerika Serikat pada perang Korea. Mi-4 sangat mirip dengan H-19 Chickasaw, tapi Mi-4 memiliki kapasitas dan mampu mengangkat beban yang lebih besar dibandingkan dengan H-19 Chickasaw. Mi-6 (kode NATO, Hook) adalah helikopter buatan Rusia yang diproduksi oleh biro Mil yang dipimpin oleh Mikhail L. Mil.

Helikopter ini yang terbesar di dunia, dan memecahkan berbagai rekor dunia. Rekor terbesar disandang sampai muncul penggantinya pada awal 1980-an, Mil Mi-26 Halo. Berbagai pesawat pengangkut termasuk pesawat pengangkut berat Antonov An-12B juga diberikan kepada Indonesia. Untuk kekuatan di darat, Indonesia mendapatkan bantuan berupa senapan serbu terbaik saat itu, AK-47.

Setelah era kapal selam Soviet, Indonesia beralih ke kapal selam produksi galangan Jerman Barat. Tercatat sejak 1981, Indonesia memiliki dua kapal selam buatan Howaldt Deutsche Werke (HDW) kelas U-209/1300. Kedua kapal itu adalah KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402.

Sekedar mengingatkan, di era Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) BJ Habibie, era Orde Baru  Indonesia juga pernah membeli 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur. Dengan modal nekat dan butuh cepat, pemerintah memborong kapal-kapal tersebut dengan cara utang. Duit yang digelontorkan untuk membawa 'barang antik' itu tidak sedkit, yakni AS$ 422,8 juta dengan nilai pembukuan sebesar AS$ 466 juta setelah dijamin dengan kredit ekspor. Ke-39 kapal perang itu mencakup 16 kapal jenis Parchim Corvette, 14 kapal jenis Frosch Troop Landing Ship Tanks (LSTs), dan 9 kapal jenis Condor Penyapu Ranjau.

Pembelian 39 kapal itu rupanya terkesan dipaksakan. Dengan kas negara yang 'amburadul' saat itu, pemerintah ngotot untuk menghadirkan kapal-kapal tersebut.

Bahkan sebelum kapal datang ke Tanah Air, kabarnya sempat terjadi tarik ulur antara Habibie dengan Mar'ie Muhammad, Menteri Keuangan kala itu. Jika Habibie nafsu untuk memboyong kapal-kapal tersebut maka Mar'ie sebaliknya, enggan membeli kapal tersebut. Soalnya, harga yang dipatok Menristek berbeda dengan hitungan Menkeu.

Belum lagi untuk menyulap 'barang rongsokan' menjadi barang baru, tentunya akan membutuhkan duit yang besar. Untuk yang satu ini, pada tahun 2001-2003, pemerintah menerima pinjaman dari pemerintah Jerman untuk biaya perbaikan dan perawatan serta bongkar-pasang (overhaul) kapal-kapal tersebut dengan nilai 65,641,808 Euro.  

Tapi di tahun 2006 dan 2011, KRI Cakra dan KRI Nanggala ditingkatkan kemampuannya di Korea Selatan. Mulai 2015, Indonesia membeli 3 unit kapal selam buatan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering Co., Ltd (DSME) asal Korea Selatan. Pembelian kapal selam tipe-209 Changbogo ini diiringi alih teknologi. Ketiga KRI yang melengkapi pertahanan laut Indonesia itu adalah KRI Nagapasa 403, KRI Ardadedali 404, dan yang terbaru adalah KRI Alugoro 405.

Sebagai negara maritim, yakni negara yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan, tentu membuat Indonesia harus memiliki angkatan laut yang kuat bahkan disegani. Tahun ini, kekuatan armada laut RI menempati urutan empat.

Wajar jika kita patut mendukung obsesi pemerintah membangun kembali kejayaan matra laut Indonesia. Apalagi kini Indonesia menempati peringkat ke-13 secara akumulatif berdasarkan kekuatan militernya pada tahun 2023. Indonesia memiliki skor 0,2221 serta berhasil mengalahkan skor Mesir dan Ukraina.

Menurut laporan World Directory of Modern Military Warships (WDMMW) 2023, Indonesia menempati urutan keempat berdasarkan kekuatan angkata laut global.

Perhitungan ini dinilai menggunakan formula penilaian True Value Rating (TvR) yang memperkirakan kekuatan angkatan laut dari tiap negara dengan beberapa aspek.

Masih dari laporan WDMMW 2023, Indonesia mendapatkan skor TvR 137,3. Sementara, Amerika Serikat unggul berada di posisi pertama dengan skor TvR 323,9. Diikuti oleh China dengan skor 319,8 dan Rusia 242,3.

Dengan peringkat ke-4 kekuatan angkatan lautnya, dan demi kepentingan mengawal luas wilayah NKRI yang 70 persen terdiri dari lautan, maka kapal selam memiliki daya tangkal/efek penggentar bagi musuh. Jadi tidak berlebihan jika Indonesia kembali membutuhkan sekurang-kurangnya 12 kapal selam.

Sekarang ini Indonesia baru memiliki 202 kapal patroli, 4 kapal selam, 10 fregat, 21 korvet, dan 13 mine warfare. Jumlah fregat, kapal patroli, dan mine warfare menurut catatan penulis mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara, jumlah kapal selam stagnan dan jumlah korvet mengalami penurunan.

Untuk kapal jenis Fast Attack Craft, saat ini matra laut baru memiliki 29 unit fast-attack craft, sudah termasuk KRI Golok 688. Mengingat Indonesia memiliki wilayah pesisir yang sangat luas, kapal kecil yang terlihat sepele seperti ini justru memiliki keunggulan dalam pertempuran di wilayah pesisir. Indonesia butuh setidaknya 2x dari jumlah saat ini.

Jenis Korvet: Saat ini Indonesia memiliki 24 unit korvet. Jumlah ini bisa dibilang masih kurang. terlebih dalam kondisi perang kapal seperti ini tidak mungkin bergerak sendirian. Sedikitnya kita butuh 52 kapal jenis ini.

Jenis Fregat : Indonesia hanya memiliki 6 kapal fregat setelah KRI Slamet Riyadi 352 dipensiunkan pada 2019 lalu. Kapal fregat tercanggih yang dimiliki adalah R.E.

Martadinata-class. Indonesia saat ini dalam proses pembelian 2 Arrowhead (Type 31 Frigate) dan 6 unit FREMM. Keduanya direncanakan akan menggantikan Ahmad Yani-class secara bertahap. Indonesia setidaknya butuh 20 lebih unit fregat.

Jenis Destroyer: Indonesia sebetulnya tidak terlalu membutuhkan destroyer. Tapi bila Indonesia sanggup membelinya, setidaknya perlu 4 - 8 unit untuk kelas ini.

Jenis Cruiser: Tampaknya Indonesia memang tidak membutuhkan kapal kelas ini. Indonesia bersifat defensif, sehingga daya jelajah dan peran cruiser yang dominan dalam pertempuran dan operasi jarak jauh jangka panjang hanya akan menghabiskan biaya untuk operasional dan maintenancenya.

Jenis Kapal induk : Untuk jenis kapal Induk, Indonesia juga belum memandang perlu. Karena Indonesia bersifat defensif, maka tidak perlu menggunakan kapal induk.

Kapal induk hanya sebagai landasan bergerak dan pusat komando saat satuan sangat jauh dari markas pusat. Kalau TNI AL tidak keluar wilayah NKRI, hanya akan menghabiskan anggaran saja.

Jenis kapal Selam: Untuk memenuhi kapal selam yang sekurang-kurangnya dibutuhkan 12 kapal, sebelumnya, Indonesia juga telah memesan dua unit kapal selam kelas Scorpene dari Naval Group beserta persenjataan, suku cadang, dan pelatihan. Kesepakatan pembeliannya telah dilakukan antara Menhan Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis, Florence Parly.

Prancis juga telah setuju kalau produksi Scorpene dilakukan di PAL dengan pengawasan dari pihak Naval. PAL sendiri sudah berpengalaman memproduksi satu unit kapal selam kelas Chang Bogo dengan lisensi Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) Korea Selatan. Kapal selam buatan PAL yang dinamai KRI Alugoro- 405 itu  semuanya bertenaga diesel.

Dua unit lainnya, yaitu KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404, dibuat di galangan kapal DSME di Pulau Geoje, Gyeongsang, Korsel. Namun, kelas Scorpene lebih mutakhir dibandingkan Chang Bogo karena didesain sebagai kapal selam perang menengah.  Indonesia disebut akan memilih tipe terbesar yaitu  Riachuelo, pengembangan Scorpene untuk AL Brasil atau dikenal sebagai Scorpene-1000.

Scorpene yang beratnya mencapai 1.800 ton dan panjang 75 meter tersebut, dikembangkan bersama perusahaan Spanyol, Navantia. Kemampuan berpatrolinya bisa selama 70 hari karena tersemat teknologi Air-Independent Propulsion (AIP). Kapal berjulukan monster bawah laut ini memiliki kemampuan membawa 30 ranjau laut, 18 torpedo berat atau rudal Exocet antikapal, antikapal selam, dan antimisil permukaan di tubuhnya.

Tabung torpedonya mampu melakukan peluncuran manuver salvo dan semua proses, mulai dari pengisian senjata sampai peluncuran, dilakukan otomatis. Kapal ini dibekali empat generator diesel yang mampu menghasilkan daya sebesar 2.500 kilowatt (kW). Kecepatan maksimalnya di bawah laut mencapai 20 knot atau 37 kilometer per jam dan 12 knot saat di permukaan air.

Kemampuan menyelam terdalamnya saat uji coba mencapai 350 meter di bawah permukaan laut. Saat ini, Scorpene telah diproduksi sebanyak 12 unit dan digunakan oleh AL India (6), Brasil (4), Chile dan Malaysia masing-masing dua unit. Masuknya Scorpene ke dalam armada kapal selam RI akan menambah kekuatannya menjadi enam unit dan menurut rencana MEF, Indonesia mesti memiliki 12 unit kapal selam.

Tentu saja pengadaan alpalhankam matra laut tak akan berhenti sampai di situ. Masih berlusin kapal perang dan persenjataan canggih lainnya yang siap untuk dibeli Indonesia, demi menjaga keutuhan wilayah maritim serta supaya kita tetap berjaya di lautan.

Sadar kekurangan yang dimiliki, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, pun punya harapan ke depan Indonesia bisa mengembalikan kejayaan masa lalu, dimana Indonesia matra launtya sempat disegani dunia. Untuk itu, kita harus mendukung keinginan Prabowo dalam upaya menambah jumlah armada perang TNI Angkatan Laut dalam dua tahun ke depan. Tambahan armada ini dilakukan untuk Menjadikan TNI Angkatan Laut akan menjadi sangat kuat di Asia Tenggara.

Selain menambah armada baru, Indonesia juga tengah meremajakan ke- 41 Kapal Perang nya., yang semua dilakukan di dalam negeri. Untuk mengembalikan kejayaan masa silam, dan melihat dengan geografis laut Indonesia sekarang ini, maka sedikitnya Indonesia membutuhkan 400 kapal perang dari berbagai jenis dan ukuran.

Semoga saja upaya mengembalikan kejayaan matra laut Indonesia dapat terpenuhi. Pelan tapi pasti, Indonesia tidak sekedar menambah jumlah kekuatan kapal perangnya, tapi juga membeli sejumlah kapal  perang canggih. Diantaranya adalah fregat baru kelas FREMM. Rencananya Indonesia sedikitnya  akan memiliki delapan kapal perang jenis ini. Ditambah dua  fregat bekas kelas Maestrale disertai dukungan logistik yang dibutuhkan.

Soal rencana membangun kapal fregat baru tersebut, Indonesia dan Fincantieri pada Juni 2021 lalu telah menekan kontrak pembuatan enam unit fregat FREMM. Selain fregat FREMM, Indonesia juga akan mendapat hibah dua buah Maestrale class dari AL Italia yang diretrofit oleh Fincantieri. Proyek fregat FREMM Indonesia ini bakal membuat Fincantieri punya pasar kapal perang di Asia Tenggara.

FREMM memang dibutuhkan Indonesia untuk mengawal kedaulatan teritorial terutama di Natuna Utara. Sayangnya  kontrak FREMM belum efektif alias tak ada langkah segera membuat fregat tersebut. Semoga saja realisasi pembuatan kapal tersebut segera terwujud demi menjaga lautan RI yang demikian luas itu.

Rencananya PT PAL dan Fincantieri memang akan menjadi pembuat FREMM Indonesia. Dalam kontrak tersebut, Fincantieri sebagai kontraktor utama bekerja sama dengan pembuat kapal Indonesia PT PAL. Tampaknya, Fincantieri tengah mengadakan diskusi dengan pihak Indonesia. Bisa jadi masih ada beberapa persyaratan yang diajukan Indonesia dan tengah dipelajari oleh Fincantieri. Semoga saja Fincantieri bisa memenuhi persyaratan yang diminta Indonesia, sehingga kontrak FREMM segera efektif.

Berdasarkan Minimun Essential Force (MEF), sekurang-kurangnya Indonesia butuh 12 kapal selam untuk menjaga wilayah maritim Indonesia. Sedangkan saat ini Indonesia baru memiliki 4 kapal selam. Kesenjangan kebutuhan kapal selam tersebut, sebaiknya memang dengan memproduksi kapal selam mandiri, maupun dengan bekerja sama dengan pihak lain.

Saat ini Indonesia telah memiliki kompetensi dan sarana prasarana pembangunan kapal selam yang memadahi di PT PAL Indonesia serta dukungan Pemerintah Indonesia melalui pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (Defend ID). Selain itu terdapat potensi kerja sama dengan pihak perusahaan galangan kapal internasional seperti DSME Co Ltd Korea Selatan, Naval Group Prancis, dan ThyssenKrupp Marine Systems (TKMS) Jerman yang telah menyatakan ketertarikannya untuk bekerja sama dengan Indonesia cq PT PAL Indonesia dalam pembuatan kapal selam.

Penasaran seberapa canghihnya kapal fregat baru yang akan menambah kekuatan matra laut kita. Simak spesifikasi dua jenis kapal perang buatan Italia tersebut.

Jenis Maestrale

Maestrale adalah kelas fregat ringan yang dibangun pada 1980-an oleh Fincantieri untuk Angkatan Laut Italia (Marina Militare). Delapan dibangun dan yang terakhir dari kelas ditugaskan pada tahun 1985. Empat masih dalam pelayanan di Angkatan Laut Italia tetapi akan digantikan oleh kelas Bergamini.

Berat kapal jenis ini, 3040 ton dengan panjang  123 meter, Lebar: 13 meter, kedalaman: 4,2 meter, kecepatan maksimum: 33 knot, jangkauan: 6000 mil laut dengan kecepatan 15 knot, jumlah kru yang dapat diangkut: 225 Sedangkan persenjataannya terdiri dari: 4 × rudal anti-kapal TESEO Mk-2, peluncur ganda; 4 × Albatross octuple Aspide SAM launchers, 1 × Otobreda 127 mm/54 gun; 2 × Oto Melara Twin 40L70 DARDO CIWS; 2 × Pencoklatan HB2B 12,7 mm; 2 × MG 42/59 7,62 mm; 2 × 533 mm tabung torpedo; 2 × 324 mm tabung torpedo rangkap tiga dengan torpedo Mk-46 Mod.2

Jenis FREMM

FREMM adalah kelas frigat serbaguna yang dirancang oleh Fincantieri dan Naval Group untuk Angkatan Laut Italia dan Prancis. Namun, FREMM yang dibangun oleh Fincantieri lebih berat dan lebih bersenjata daripada saudara perempuan mereka dari Angkatan Laut Prancis. FREMM mampu membuat berbagai misi termasuk perang anti-kapal selam serta perang anti-kapal dan anti-udara.

Kapal jenis ini memiliki berat: 6.700 ton. Panjang: 144m, Lebar: 7.6m, Kedalaman: 19,7m, Kecepatan maksimum:> 27 knot, jangkauan: 6000 mil laut pada 15 knot.  Jumlah kru yang dapat diangkut: 145 Senjatanya dilengkapi dengan: 16 MBDA Aster 15 dan 30 rudal; 2 × Leonardo OTO Melara 76/62 mm senjata Davide/Strales; 2 × sistem senjata jarak jauh Leonardo Oto Melara/Oerlikon KBA 25/80 mm; 8 × MBDA TeseoOtomat Mk-2/A rudal anti-kapal dan serangan darat; 2 × tiga peluncur Leonardo B-515/3 untuk torpedo MU 90. Sedangkan fasilitas penerbangan: terdapat 2 hanggar.

Tak hanya memiliki fregat kedua jenis itu, Indonesia juga membangun kapal fregat sendiri dengan menggandeng Inggris. Tipe kapal fregat yang satu ini adalah jenis Frigate tipe Arrowhead 140.

Kapal jenis ini memang diharapkan bisa dibangun lebih banyak di Indonesia, sehingga obsesi mengembalikan kejayaan Angkatan Laut Indonesia era Orde Lama dapat terwujud kembali. Semoga !

 

 

 

 

Berita Lainnya

Index