Seberapa hebatkah bumi pertiwi Indonesia, sehingga sejak dulu selalu menjadi incaran banyak bangsa di dunia? Dalam catatan sejarah bangsa ini, Indonesia pernah dijajah bangsa Eropa, sebut saja Portugis (1509-1595), Spanyol (1521-1692), Belanda (1602-1942), Prancis (1806-1811), Jepang (1942-1945).
Tujuan negara asing menjajah Indonesia tersebut, tak lain adalah untuk menguasai kekayaan alam Indonesia. Lantas apakah penjajahan sudah berhenti setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya?
Jawabnya ternyata belum. Sebab secara fisik memang Indonesia memperoleh kemerdekaannya dan tak ada lagi penjajahan yang terlihat mata.
Namun yang terjadi sekarang ini, Indonesia menghadapi penjajahan tanpa wajah. Tujaunnya sama, ingin menguasai sumber daya alam Indonesia yang demikian besarnya.
Penjajahan tanpa fisik ini tantu jauh lebih jahat, karena secara perlahan-lahan menghancurkan generasi penerus bangsa.
Inilah fakta yang terjadi sekarang, dimana dalam persaingan era global saat ini, narkoba, Judi, seks menjadi alat untuk melemahkan generasi muda, termasuk Indonesia yang dikenal sebagai negara besar dan kaya akan sumber daya alam, tambang dan perikanan.
Kita harus belajar dari sejarah, bagaimana dulu Jepang pernah mengalahkan Cina lewat candu. Inggris juga pernah melakukan hal yang sama tentang opium.
Bukan tidak mungkin, saat ini kekuatan asing juga tengah mengintai kita dan coba merusak generasi muda lewat judi, narkoba dan seks.
Karenanya, kita harus waspada, inilah salah satu bentuk intervensi asing, yang ingin menguasai bangsa Indonesia dengan melakukan penjajahan moderen.
Melihat kondisi yang ada sekarang ini, kita patut prihatin pasalnya sampai tahun 2021 sudah hampir 35 juta jiwa warga Indonesia, yang direhabilitasi maupun rawat jalan karena narkoba.
Di Indonesia, narkoba, judi dan seks, tampaknya sudah masuk ke semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara. Lihat saja kasus penyalahgunaan nerkoba yang merambah kepada, pelajar, pemuda, mahasiswa, polisi, tentara, politikus, ANS/PNS, bahkan pejabat termasuk bupati, walikota, serta anggota dewan.
Celakanya lagi, malah ada pula oknum aparat yang terlibat tidak saja menjadi pengguna, tapi malah jadi kurir, pengedar dan bandar narkoba.
Benar-benar miris, sampai tahun 2021 lalu, hampir 200 ton narkoba masuk ke Indonesia dan jika ditaksir dengan rupiah mencapai kisaran 200 triliun.
Hasil pengamatan penulis, jalur narkoba yang masuk ke Indonesia umumnya dari Melaysia-Riau-Aceh-Kepri atau Batam. Jalur ini dikenal dengan lintas laut. Sementara ada juga yang lewat udara langsung dari China ke Indonesia.
Pertanyaannya, kenapa narkoba bisa masuk berton-ton dari Malaysia dan China? Kenapa pula di dua negara itu begitu bebas keluar?
Melihat data yang ada di BNN, kita memang patut geram. Pasalnya, dalam kurun waktu 2022, setidaknya ada 55.392 kasus tindak pidana penyalahgunaan narkoba dan 71.994 orang menjadi tersangka dengan barang bukti narkoba masing-masing 42,71 ton sabu, 71,33 ton ganja, 1.630.102,69 butir ekstasi dan 186,4 kg kokain.
Tak bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi pada penerus bangsa ini, jika fakta yang ada tidak menjadi perhatian serius dari semua pihak, utamanya penegak hukum.
Untunglah, Presiden Joko Widodo telah menyerukan agar Narkoba,Judi dan seks perlu menjadi perhatian yang serius bagi aparat penegak hukum.
Kampanye perang terhadap narkoba, sebenarnya sudah sering didengungkan setiap pergantian Kapolri baru. Tapi yang terjadi di lapangan beda dengan slogannya. Boleh jadi ini saking rumit dan ketatnya perlindungan binis haram tersebut.
Sebab, binis haram semacam ini nilai rupiahnya memang cukup menggiurkan, sehingga tak sedikit aparat penegak hukum yang malah tergelincir ikut bermain dan jadi pelindung.
Semoga saja, sentilah Presiden Jokowi terkait pemberatansan Narkoba-judi-seks menjadi perhatian lebih bagi Kapolri Jendral (Pol) Listyo Sigit Prabowo, yang belum lama ini menambuh genderang perang terhadap narkoba-judi-seks dari hulu hingga hilir.
Semoga juga, seruan Kapolri yang akan memecat seluruh pejabat dan anggota polisi yang terlibat dalam kasus narkoba dan beking judi, tak peduli apa pun pangkatnya tidak sekedar gertakan.
Sejak lama rakyat memang menunggu bukti nyata polisi dalam memberantas narkoba dan beking judi. Sudah terlalu lama rakyat merasa pesemis dengan seruan semacam itu.
Kita berharap, apa yang menjadi komitmen Kapolri benar-benar bisa diterapkan di lapangan, sehingga tak ada lagi tuduhan miring terhadap oknum Polisi nakal, yang selalu berkutat di seputaran Narkoba dan beking judi.
Semua termasuk kita, benar-benar menaruh kepercayaan kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo bisa memberantas penyalahgunaan narkoba dan perjudian secara menyeluruh. Jika tidak, maka persepsi masyarakat kepada Polri akan semakin buruk.
Sikap tegas Kapolri juga sudah diserukan kepada seluruh jajarannya mulai dari atas hingga paling bawah, agar menindak semua bentuk penyalahgunaan, mulai dari peredaran narkoba, perjudian baik konvensional maupun online, ilegal mining, penyalahgunaan BBM dan LPG, sikap arogan, sampai keberpihakan anggota dalam menangani permasalahan hukum di masyarakat.
Perintah yang disampaikan Kapolri ke seluruh jajarannya itu, patut kita apresiasi, semoga Polri di seluruh Indonesai dapat menjalankan tugas tersebut termasuk bila terjadi di tubuh Polri sendiri.
Ingat, UU No 2 tahun 2002, menyebutkan, Polri bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Jadi kalau sebagai pengayom masyarakat kemudian malah memberikan ruang yang merugikan rakyat, sudah sewajarnya mendapat hukuman berat.
Citra Polisi
Meski kasus Ferdy Sambo sempat memperburuk citra Polri, rasanya tidak elok jika kesalahan anggota kita generalisir sebagai kesalahan institusi Polri.
Sebab jika ada penyimpangan oleh anggota, atau kelompok kecil dari institusi, yang karena perbuatan mereka menyimpang dari undang-undang, etika dan moral yang berlaku, seharusnya perilaku tersebut bukanlah representasi lembaga.
Beberapa waktu lalu, memang sempat menjadi trending tagar di media sosial, yang mengatakan kepolisian tidak lagi bisa dipercaya.
Menanggapi kondisi seperti ini, Kapolri pun sudah memberikan ketegasan, bagaimana Polri akan bertindak jika ada anggotanya yang melanggar hukum.
Pernyataan Kepolri yang akan mencopot siapapun anggota polisi yang melanggar hukum, tentu menjadi bentuk komitmen dalam menindak tegas oknum yang melakukan pelanggaran.
Seperti yang sudah dilakukan terhadap Ferdy Sambo dan sejumlah anggota polisi lainnya, yang terlibat dalam pelanggaran hukum. Ini bukti bahwa ucapan kapolri tersebut bukan sekedar gertakan.
Kalau kita pun mau jujur, sebenarnya, banyak juga anggota polisi yang menjalankan tugasnya dengan baik dan benar, banyak juga polisi yang jadi teladan, hanya saja kadang tertutup oleh oknum yang nakal.
Peringatan Presiden Jokowi, agar Polri bisa memperbaiki citranya, menjadi tantangan paling berat buat Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Apalagi sekarang ini, kepolisian di Indonesia selalu diidentifikasikan sebagai lembaga yang berkaitan dengan penegakan hukum dan ketertiban masyarakat.
Dilema yang melekat pada fungsi ini adalah ciri dimana polisi bekerja pada ruangan privat, tetapi menimbulkan efek pada ruang publik.
Kadang, aksi kepolisian dalam mengelola kekuasaan yang diberikan sangat mungkin menghilangkan rasa aman seseorang atau sekelompok orang.
Inilah yang menimbulkan kesan terhadap kepolisian sebagai "alat kekuasaan". Yang terjadi selama ini, muncul kesan seolah-olah polisi merupakan sosok yang ditakuti dan dibenci masyarakat.
Kesan ini muncul karena setiap berurusan dengan polisi justru sering menimbulkan masalah dan bukan menyelesaikan masalah.
Jika Polisi ingin memperbaiki citranya, maka Polri harus bisa menjalankan tugasnya sesuai undang-undang dengan profesional, yakni mampu memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Oleh karena itu seorang polisi harus betul-betul mampu menempatkan dirinya sebagai sahabat dan pelindung masyarakat.
Untuk mewujudkan polisi sebagai sahabat dan pelindung masyarakat, maka seorang anggota polri harus memiliki pengetahuan dan wawawasan yang luas, terutama yang berkaitan dengan tugas pokoknya sebagai alat keamanan dan penegak hukum.
Anggota polisi juga harus memiliki moral agama maupun etika, sehingga dalam melaksanakan tugasnya tidak akan melakukan perbuatan tercela, yang bertentangan dengan moral, agama dan etika.
Upaya polisi membangun citranya menjadi lebih baik, yang selama ini dilakukan lewat media harusnya menjadi nyata. Sebab tidaklah sedikit dana yang sudah dikeluarkan oleh lembaga itu untuk membangun citra polisi melalui berbagai media.
Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah mencatat, Polri mengeluarkan dana cukup besar untuk pencitraan di media sosial dibandingkan institusi pemerintah lainnya.
Pada tahun 2020 lalu Polri, sudah menggelontorkan anggaran hingga Rp 973 miliar pada untuk memperbaiki citranya di hadapan masyarakat.
Kita semua sangat berharap, Polri dibawah Listyo Sigit, bisa menjadi polri yang labih baik, lebih profesional dan humanis.
Keseriusan Listyo itu pun telah diaktualisasikan dengan memberikan arahan kepada jajarannya supaya Polri menjadi profesional dan humanis dan bisa membuka diri terhadap kritis. Semoga !