Negara Agraris Kok Bahan Pangan Mahal

Negara Agraris Kok Bahan Pangan Mahal

Beberapa dekade lalu, Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris dengan kekayaan alam yang melimpah. Predikat tersebut melekat di Indonesia karena Indonesia pernah berhasil swasembada bahan pangan, diantaranya beras.

Sekarang, predikat  itu hilang saking  rajinnya Indonesia mendatangkan bahan pangan dari negara lain. Melonjaknya harga sejumlah bahan kebutuhan pangan belakangan ini juga memunculkan pertanyakan predikat Indonesia sebagai negara agraris.

Sebagai negara dengan kekayaan alam yang sangat besar, harga kebutuhan pangan di dalam negeri justru mahal.  Aneh bukan ? Predikatnya negara agraris, tapi  kok justru bahan pangan semua mahal.

Dalam  kurun waktu Januari-Februari 2021, harga cabe bisa mencapai angka ratusan ribu. Hebatnya lagi, bukan hanya tempe tahu yang melonjak tajam, toge pun bisa menembus angka Rp 24 ribu per Kg.

Luar biasa ! Timun, Kol, tomat bawang dan sawi juga tak kalah ketinggalan. Jangan lagi sebut soal daging. Pedagang daging pun sempat mogok saking tingginya harga daging di rumah potong hewan. Harga daging sapi yang dijual di Indonesia, disebut-sebut sebagai yang paling mahal di dunia.

Tidak terkendalinya harga bahan pangan yang sering terjadi di negeri ini, maaf jika boleh menyebut, sesunggunya karena sektor agribisnis Indonesia saat ini salah urus.  Seharusnya ini tidak boleh terjadi mengingat potensi yang ada di Indonesia dan sangat berlimpah. Tak perlu dipungkiri, faktanya kita malah mengimpor berbagai macam produk pertanian dalam jumlah besar.

Seharusnya,  Indonesia menghentikan impor komoditas pertanian. Sebab, hampir semua komoditas pertanian bisa diciptakan di dalam negeri. Jika kita melihat apa yang terjadi di Indonesia dalam sekarang ini, kok sama dengan yang terjadi di Brazil beberapa waktu lalu. Tapi karena adanya komitmen yang kuat untuk membenai sektor pertanian, sekarang Brazil malah menjadi salah satu negara penghasil produk pertanian terbaik.

Kesan penulis,  pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia rasanya  kurang mendapat perhatian serius. Tidak seriusnya ini, boleh jadi karena pembangunan pertanian hanya diarahkan sebagai penunjang dan pendukung pembangunan nasional.
 
Mungkin saja, sektor pertanian bukan sebagai andalan atau titik berat pembangunan. Kalau boleh memberi saran, pembangunan sektor pertanian perlu dilakukan melalui upaya menumbuhkembangkan partisipasi petani dan meningkatkan keadaan sosial ekonominya dengan cara meningkatkan akses terhadap teknologi, modal, dan pasar.

Kalau pemerintah mau serius, maka pertanian harus dikembangkan dalam suatu sistem agribisnis pertanian mulai dari subsistem hulu (produksi), subsistem pengolahan, pemasaran, dan subsistem penunjang agribisnis dalam suatu manajemen yang profesional.
 
Presiden Joko Widodo rasanya sudah sering memberikan arahan bahwa kunci untuk mewujudkan Indonesia maju ada di sektor pangan. Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara maju jika memperkuat ketahanan pangannya, karena pangan merupakan komoditas yang dibutuhkan oleh semua negara.

Lantas implementasinya ? Butuh penyelarasan langkah para pelaku dan pemangku kepentingan di sektor ini. Sebab, lompatan pertanian tidak bisa hanya mengandalkan pelaku utama di lapangan, ataupun sebatas sebuah lembaga atau kementerian saja. Keberhasilan pembangunan pertanian akan sangat ditentukan oleh kekompakan semua pihak dan kepedulian semua anak bangsa.

Di internal Kementerian Pertanian (Kementan), haruslah bisa bekerja dan bersinergi dengan semua pihak, sehingga sektor pertanian bisa membawa rahmat bagi masyarakat. Mulai dari pejabat teras hingga petani, peneliti, penyuluh, dan para petugas di lapangan, disebut memiliki peran penting dalam kinerja sektor pertanian.

Kemudian mengajak para praktisi, akademisi kampus, pengusaha, pejabat kementerian maupun lembaga lain, serta pemerintah daerah agar mampu berjalan selaras mendorong kemajuan dan kemandirian pertanian kita. Semoga ! (******)

 

 

 

Berita Lainnya

Index