Faisal Basri: Rupiah Rusak Karena Pemerintah Ambisius

Faisal Basri: Rupiah Rusak Karena Pemerintah Ambisius
Ekonom senior Faisal Basri memperkirakan nilai tukar rupiah masih akan melemah hingga akhir tahun. Pemelahan disebutnya karena ambisi pemerintah. (CNN Indonesia)

JAKARTA,(PAB)----

Faisal Basri, ekonom senior memperkirakan nilai tukar rupiahterhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung melemah hingga akhir tahun. Selain faktor eksternal, ia menilai pelemahan rupiah juga didorong ambisi pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.


"Sumber utama rupiah rusak adalah pemerintah yang terlalu ambisius, yang melampaui dari kemampuannya sendiri," ujarnya di Kantor Pusat PT PLN (Persero), Selasa (10/7). 

Disebut melampaui kemampuannya sendiri, ia melanjutkan karena pemerintah jor-joran membangun infrastruktur. Padahal, pembangunan proyek infrastruktur mendongkrak kenaikan impor bahan baku dan barang modal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. 

Ambil contoh, untuk proyek pembangunan jalur bawah tanah MRT, Indonesia masih harus mengimpor mesin bor dari Jepang. 

"Bahkan, tenaga kerja yang menjalankannya (bor) masih harus diimpor. Kalau tidak salah dari Thailand," imbuh Faisal. 

Lebih lanjut ia mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kondisi defisit transaksi berjalan. Defisit transaksi berjalan banyak dipengaruhi dari defisit neraca perdagangan. 

Per Januari - Mei 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit sebesar US$2,83 miliar. Sebagai pembanding, pada periode yang sama tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$5,89 miliar. 

Namun, di saat bersamaan, permintaan global terhadap ekspor Indonesia juga tidak bisa diandalkan. Hal itu tak lepas dari isu perang dagang yang mengemuka antara AS - China sejak beberapa waktu lalu. 

Perang dagang yang terjadi antara kedua negara, menurut Faisal, pada akhirnya akan membatasi pergerakan arus barang di dunia. Bahkan, bukan tidak mungkin China bisa mengalihkan ekspornya dari AS ke Indonesia ke depan. 

Sementara, selama produk ekspor Indonesia masih didominasi oleh bahan mentah, ekspor Indonesia hanya akan berjalan di tempat. 

Di sektor keuangan, Faisal mengingatkan proyek pembangunan infrastruktur pemerintah sebagian didanai dari aliran modal masuk asing (capital inflows), baik dalam bentuk investasi langsung maupun surat utang. Artinya, semakin agresif pemerintah melakukan pembangunan infrastruktur, semakin besar dana yang dibutuhkan. 

Di tengah ketidakpastian global, risiko investor asing mengalihkan investasinya dari negara berkembang, termasuk Indonesia, ke negara maju akan semakin tinggi. Akibatnya, tekanan terhadap rupiah membesar. 

Guna menahan pelemahan rupiah, lanjut Faisal, Bank Indonesia (BI) mau tak mau harus mengikuti arus dengan meningkatkan suku bunga acuan. 

"Rupiah itu akan cenderung melemah sampai akhir tahun. Pertanyaannya, melemah dalam waktu cepat atau lambat. Nah itu bergantung dari respons BI menaikkan suku bunga," imbuh dia. 

Konsekuensinya, suku bunga kredit yang ditanggung masyarakat bakal meningkat karena biaya dana semakin mahal. 

"Kalau ingin rupiah stabil, sementara rezim devisa bebas, maka satu-satunya cara adalah dengan menaikkan suku bunga acuan," terangnya. 

Selain itu, opsi lain yang bisa diambil adalah pemerintah bisa mulai mengerem pembangunan infrastruktur. Selain bisa menghemat belanja negara, langkah ini juga dapat memperbaiki neraca perdagangan. 

Sebagai informasi, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah siang ini tercatat Rp14.326 per dolar AS atau terdepresiasi dari posisi awal tahun, Rp13.542 per dolar AS.

 

(cnn)
 

 

 

 

 

 

Berita Lainnya

Index