Sejumlah Pejabat dan Kepala Dinas di Meranti Bakal Diperiksa

Sejumlah Pejabat dan Kepala Dinas di Meranti Bakal Diperiksa

Jakarta,(PAB)>>>

Sejumlah pejabat dan Kepala Dinas di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, masih menunggu giliran untuk diperiksa dan dimintai keterangan oleh pihak Kejaksaan Negeri setempat, maupun Kejaksaan Tinggi Pekanbaru, terkait dengan berbagai kasus dugaan penyimpangan dana Bansos maupun Hibah.

Dari sejumlah penyimpangan dana Bansos dan dana Hibah, Kejaksaan Negeri Selatpanjang, baru memeriksa kasus penyimpangan aliran dana Bantuan Sosial (Bansos) Tahun Anggaran 2011 di Yayasan Meranti Bangkit (YMB). Sementara Kejati Pekanbaru sudah menangani kasus dugaan penyimpangan fisik Pelabuhan Dorak.

Tim Investigasi Angkatan Bersenjata di Kabupaten Meranti menyebutkan, terdapat sejumlah dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum pejabat eksekutif, maupun oknum pejabat legislatif masa periode 2011 hingga 2013.

Terkait dengan banyaknya pejabat daerah dan anggota DPRD yang tersandung kasus korupsi, membuat Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyatakan kesedihannya atas tersangkutnya sejumlah kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi sehingga harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kajaksaan maupun Kepolisian.

"Saya sedih dan menyesalkan hal ini, seharusnya  kepala daerah  tidak mengecewakan masyarakat pemilihnya," kata, Mendagri saat berada di Padang beberapa waktu lalu.

Menurut Mendagri, para kepala daerah  harus memahami area rawan korupsi mulai dari perencanaan anggaran, dana hibah dan bantuan sosial, pungutan retribusi dan pajak daerah serta uang jasa dari pihak ketiga.

"Indikasi korupsi itu dibentuk oleh sistem, kesempatan, keserakahan dan adanya pihak ketiga," katanya.

Selaku Mendagri Tjahjo berharap kepala daerah harus membuat e-planning atau perencanaan secara elektronik agar setiap keputusan yang dibuat transparan dan bisa diakses masyarakat sehingga tidak ada keberanian untuk mencoba melakukan penyimpangan dalam memakai anggaran.

"Apalagi saya dengar kasus terbaru menyangkut anggaran pendidikan, seharusnya anggaran kesehatan, infrastruktur dan kesejahteraan tidak boleh diselewengkan satu rupiah pun," tuturnya.

Menurut Tjahjo Kumolo, di sejumlah daerah banyak proyek infrastruktur yang terindikasi diselewengkan. "Karena itu saya minta semua kepala daerah dan pejabat dibawahnya harus lebih transparan sehingga tidak terjadi penyimpangan," tambah Mendagri.

Tjahjo Kumolo pernah menyebutkan, setidaknya terdapat lima titik rawan korupsi kepala daerah. Lima zona rawan penyelewengan uang negara itu adalah belanja hibah dan bantuan dana sosial; pengadaan barang dan jasa; pajak dan retribusi daerah; belanja perjalanan dinas serta penyusunan anggaran.

Tjahjo memaparkan, selama ini kepala daerah kerap menjadi tersangka korupsi karena menyalahgunakan lima program tersebut untuk mengeruk keuntungan pribadi. "Area rawan korupsi itu harus dipahami setiap kepala daerah," ujarnya.

Dalam setiap arahannya kepada para pejabat di daerah, Mendagri mengaku dirinya selalu mengingatkan agar sektor-sektor mana saja yang perlu dicermati. Dalam perencanaan anggaran untuk pembangunan harus transparan dan melibatkan pihak-pihak lain seperti DPRD.

"Perencaanan anggaran itu sumber utama. Ini rawan. Apalagi terkait masalah penggunaan kebijakan yang berkaitan dengan retribusi dan pajak, yang berkaitan dengan bansos dan dana hibah. Ini yang harus dicermati," tutur dia

Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, seperti yang ditulis inilah.com juga meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus tegas dalam menegakkan hukum dengan seadil-adilnya kepada pejabat pemerintah yang diduga melanggar aturan perundang-undangan, bukan malah intervensi penegak hukum.

"Jika ada pejabat pemerintahan yang diduga salah dalam melakukan keputusan atau tindakan diskresi apalagi terindikasi kerugian negara atau masyarakat banyak, seharusnya presiden justru menegaskan diadili secara hukum agar terwujud keadilan hukum. Karena negara kita adalah negara hukum," kata Arief.

Menurut dia, hukum akan menguji kalau memang pejabat pemerintah itu benar melakukan diskresi untuk tujuan melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum sebagaimana tujuan pemberian hak diskresi yang diamanahkan UU Nomor 30 tahun 2014, tentu dia akan lolos pidana.

"Ini bukan hanya penting bagi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan perang melawan korupsi, tapi juga penting bagi oknum pejabat yang bersangkutan agar tidak menjadi fitnah sepanjang hidup dan keturnanya. Kasihan dong," ujarnya.

Ia menjelaskan dalam Undang-undang jelas syarat yang harus dipenuhi oleh pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi adalah sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana Pasal 22 ayat (2), tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sesuai dengan asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

"Kemudian berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan dan dilakukan dengan iktikad baik," tandasnya.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada penegak hukum bahwa kebijakan atau diskresi kepala daerah tidak bisa dipidana.

"Bahwa kebijakan, diskresi, tidak bisa dipidanakan. Jangan dipidanakan," kata Jokowi.

Presiden Jokowi mengatakan aparat penegak hukum perlu membedakan mana tindakan administrasi kepala daerah yang berniat melakukan korupsi atau yang tidak.

"Tindakan administrasi pemerintahan juga sama. Tolong dibedakan. Mana yang niat nyuri, mana yang niat nyolong, mana yang itu tindakan administrasi. Saya kira aturan di BPK jelas. Mana yang pengembalian, mana yang tidak," ujarnya.(rdk)
 

Berita Lainnya

Index