Dahsyatnya Gunung Raung

Dahsyatnya Gunung Raung

Banyuwangi, PAB-Online

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bondowoso memperbarui jumlah dusun yang berpotensi terdampak jika Gunung Raung meletus besar. Dusun tersebut tetap di Kecamatan Sumber Wringin dan Tlogosari.

"Jumlahnya bertambah menjadi 4.985 orang berdasarkan update hari ini," kata Kepala BPBD Bondowoso, Kukuh Triyatmoko

Menurutnya, penduduk yang berjumlah 4.985 orang itu tinggal di dua kecamatan. Di Kecamatam Sumber Wringin ada 2.088 orang, sedangkan di Kecamatan Tlogosari 2.897 orang.

Sebanyak lima lokasi pengungsian permanen sudah disiapkan BPBD setempat di lokasi yang dianggap aman. Selain itu, BPBD juga menyiapkan tenda-tenda pengungsian alternatif untuk antisipasi para pengungsi.

Kukuh menuturkan, warga desa juga sudah mendapat edukasi mengenai kapan harus mengungsi dan arah-arah jalur evakuasi jika sewaktu-waktu Gunung Raung naik statusnya menjadi Awas.

"Saat ini masih Siaga, jika statusnya naik menjadi Awas, masyarakat diminta untuk mengungsi," ujarnya.

Menurut catatan sejarah, aktivitas Gunung Raung sejak Oktober 2012 menunjukan peningkatan dan hingga kini statusnya siaga (level III). Gunung setinggi 3.332 mdpl itu memiliki sejarah kelam rentang 5 abad terakhir. Letusan Gunung Raung pernah menimbulkan bencana besar.

"Gunung Raung punya sejarah meletus yang buruk," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Surono, saat berkunjung di Pos Pemantau Gunung Api (PPGA) Raung di Banyuwangi, awal November 2012 lalu.

Data yang diambil dari PPGA Raung di Desa Sumberarum, Kecamatan Songgon, Gunung Raung meletus kali pertama tahun 1586. Letusan pertama tercatat sebagai letusan sangat dahsyat. Disaat itu semua wilayah disekitarnya rusak dan menelan banyak korban jiwa.

Pada tahun 1597, atau sebelas tahun kemudian, Gunung dengan nama lain Gunung Rawon itu menunjukan 'kemurkaannya' lagi. Letusan kedua tak kalah hebatnya dengan letusan pertama. Erupsi eksplosif Kala itu kembali meminta nyawa manusia.

Letusan dahsyat kembali mengguncang pada tahun 1638. Banjir besar dan lahar menerjang di daerah antara Kali Setail Kecamatan Sempu dan Kali Klatak Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi.

Namun letusan yang paling dahsyat terjadi di tahun 1730. Tercatat erupsi eksplosif disertai dengan hujan abu serta lahar. Bahkan wilayah terdampak erupsi meluas dibanding letusan pertama, kedua dan ketiga. Korban jiwa pun berjatuhan lagi di saat itu.

Sejarah kelam Gunung terbesar di Pulau Jawa itu masih berlanjut. Diantara tahun 1800 hingga 1808 di waktu pemerintah Residen Malleod (Hindia Belanda) terjadi letusan lagi. Namun tidak sampai mengakibatkan korban jiwa.

Letusan demi letusan terjadi antara tahun 1812 hingga 1814. Direntang empat tahun itu letusan disertai hujan abu lebat dan suara bergemuruh. Setahun kemudian, di tahun 1815 antara 14 hingga 12 April terjadi hujan abu di Besuki, Situbondo dan Probolinggo.

44 tahun kemudian Gunung Raung relatif tenang. Aktivitas vulkaniknya kembali meningkat pada tahun 1859. Tanggal 6 Juli 1864 terdengar suara gemuruh dan di siang hari menjadi gelap.

Selanjutnya tahun 1881, 1885, 1890, 1896, terjadi aktivitas vulkanik meliputi suara gemuruh, Paroksisma, hujan abu tipis di kawasan Banyuwangi. Dan gempa bumi di kawasan Besuki, Situbondo. 16 Februari 1902 muncul kerucut pusat.

Di tahun 1913 antara bulan Mei hingga Desember Gunung Raung kembeli bergemuruh, bahkan terjadi dentuman keras. Hal yang sama terjadi tiga tahun berturut-turut. Yakni tahun 1915, 1916 dan 1917. Aliran lava di dalam kaldera terjadi tahun 1921 dan 1924.

Fenomena vulkanik kembali ditunjukan gunung berbahaya ini tahun 1927. Letusan asap cendewan dan hujan abu sejauh 30 kilometer keluar dari puncaknya. Ditahun yang sama, tepatnya 2 Agustus-Oktober terdengar dentuman bom dan terlontar sejauh 500 meter.

Di tahun berikutnya, 1928 terlihat celah merah di dasar kaldera dan mengeluarkan lava. Fenomena yang sama masih terjadi di tahun 1929. Tahun 1933 hingga 1945 hanya terjadi peningkatan aktivitas. Tidak tercatat adanya kejadian, hanya ada aliran lava di kaldera.

Gunung yang memiliki bibir kaldera seluas 1.200 meter persegi ini kembali bangun dari tidurnya. 31 Januari hingga 18 Maret, puncak gunung semburkan asap membara dengan guguran. Tinggi awan letusan mencapai 6 kilometer di atas puncak. Abunya menyebar hingga radius 200 meter.

Empat tahun kemudian, 13-19 Februari 1956 terjadi paroksisma. Tercatat pula adanya tiang asap 12 kilometer. Tahun-tahun berikutnya hanya ada peningkatan aktifitas. Namun tahun 1986 letusan asap terjadi di bulan Januari hingga Maret.

Setelah sekian lama tidur panjang, aktivitas vulkanik Gunung Raung kembali meningkat pada 17 Oktober 2012. Status dari normal naik menjadi waspada selangh satu hari kemudian. Tak berapa lama, tepatnya 22 Oktober 2012 statusnya kembali naik menjadi siaga.

PVMBG menyatakan bila sebenarnya Gunung Raung sudah meletus, namun masuk kategori erupsi minnor. Letusan tidak sampai keluar dari kaldera. Itu terlihat dari pantauan setelit Amerika Serikat. Gunung Raung sendiri, gunung api dengan karater berbeda.

"Bila aktivitasnya cepat naik, turunnya pasti sangat pelan. Malu-malu," tambah Surono.

PVMBG sendiri bahkan harus memasang 7 alat untuk penguatan data aktivitas vulkanik Gunung Raung. Itu perlu dilakukan mengingat Sejarah buruk Gunung yang berdiri di perbatasan Kabupaten Banyuwangi, Jember, Bondowoso dan Situbondo ini.

Data terbaru, terdengar suara gemuruh yang terjadi berulang. Bahkan gemuruh tersebut menimbulkan getaran yang cukup kuat rentang waktu 10 jam, Rabu (23/1/2013) hingga Kamis (24/1/2013).

Getaran tersebut juga dirasakan hingga Pos Pantau Gunung Api Raung (PPGA) di Desa Sumberarum Kecamatan Songgon, Banyuwangi. Jarak Gunung Raung dan PPGA Raung sekitar 14 Kilometer.

Aktifitas tremor amplitudo di dominasi 5-32 milimeter. Interfal getaran dirasakan 5 menit sekali. Getaran kuat dirasakan hingga radius 20 kilometer. Warga yang tinggal dikawasan kaki Gunung Raung resah.

Dihari itu asap tebal putih setinggi 300 meter muncul dari puncak Gunung Raung. Asap tersebut menuju ke arah Utara. Meski begitu, pihak PPGA Raung menegaskan untuk wilayah Banyuwangi sementara belum ada hal yang perlu dirisaukan.

Mengenai adanya asap tebal tersebut, PPGA Raung memperkirakan hujan abu kemungkinan mungkin hanya di sekitar kaldera saja. Hujan abu kemungkinan terjauh dengan ketinggian 300 meter hanya akan mencapai Sempolan (Kecamatan Silo, Kabupaten Jember) saja.

"Kita tidak mau sejarah buruknya terulang. Gunungnya gede dan tinggi," tandas Surono yang akrab dipanggil Mbah ROno, ini.(KR/Dani)

Berita Lainnya

Index