Hanya akan jadi Masalah ke Depan:

Bagi-bagi Kekuasaan di Koalisi:

Bagi-bagi Kekuasaan di Koalisi:
Alissa Wahid

Jakarta, (PAB-Indonesia)

Putri almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Alissa Wahid mengkritik koalisi yang dibangun para partai politik (parpol) jelang Pilpres 2024.

Menurut Alissa Wahid, koalisi parpol yang terjadi saat ini lebih kepada transaksi kekuasaan atau bagi-bagi kekuasaan dan bukan untuk persatuan atau mencegah polarisasi.

Sehingga kata Alissa Wahid, akan menjadi masalah ke depannya jika koalisi parpol tersebut menang atau meraih kekuasaan, karena tujuan mereka untuk berebut kekuasaan. Hal itu dikatakan Alissa Wahid lewat akun Twitternya @AlissaWahid, Senin (4/9/2023).

“Paradigma politik akan menentukan kebijakan politik. Mis. paradigma politik #GusDur adalah keadilan & kemanusiaan maka mudah baginya untuk mengembalikan nama Papua & menghentikan operasi militer, mengembalikan hak2 kultural masy Tionghoa dst,” kata Alissa.

Ia kemudian mencontohkan paradigma politik rezim Orde Baru.

“Sementara, secara awam, paradigma politik rezim Orde Baru pak Harto adalah kestabilan politik atas nama kekuasaan mutlak, maka pendekatan opresif represif dihalalkan. Maka warga ratusan desa di kawasan (calon) waduk Kedungombo pun diintimidasi & alami kekerasan,” katanya.

Alissa juga membandingkan paradigma politik di negeri Paman Sam, Amerika Serikat. “Yg paling terkenal secara global : di AS, partai Demokrat punya ideologi & paradigma politik berseberangan dengan partai Republik. Maka kebijakannya pun berbeda. Kebijakan luar negeri, ekonomi dll,” ujarnya.

Sehingga kata dia, partai politik di Indonesia yang berkoalisi tanpa pertimbangan ideologis sama sekali bukan untuk persatuan atau mencegah polarisasi.

“Jadi kalau hari ini di Indonesia, partai-patia politik asal berkoalisi, tanpa pertimbangan ideologis, itu sih bukan persatuan atau mencegah polarisasi. Analisis saya, itu lebih ke transaksi kekuasaan. Dan itu akan masalah, krn kebijakan pemerintahannya nanti juga akan terpengaruh,” ujarnya.

Sebelumnya Alissa Wahid juga mengungkapkan perasaannya saat tahu KPK tengah menyidik dugaan korupsi di Kementerian Tenaga Kerja periode 2009-2014 di era Muhaimin Iskandar (Cak Imi) sebagai menterinya.

Menurut Alissa, hukum jangan dijadikan sarana untuk menjegal lawan dalam kontestasi politik Pilpres 2024.

Padahal, keluarga Gus Dur dan Cak Imin punya hubungan yang buruk. Hal itu tak lepas karena kudeta PKB oleh Cak Imin beberapa tahun silam.

“Di sisi lain, (walau saya bermasalah dg Cak Imin cs) saya tak ingin kontestasi politik menjadikan hukum sebagai bahan jegal-jegalan. Itu bahaya bagi masa depan bangsa,” tulis Alissa.

Sementara itu,  Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut mengimbau masyarakat untuk selektif memilih calon pemimpin. Ia meminta agar masyarakat tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat.

Demikian disampaikan Gus Yaqut saat menghadiri Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat, Minggu (3/9/2023).

“Harus dicek betul. Pernah enggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah-belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih,” ujar Menag.

Di depan puluhan ribu peserta tablig akbar, Gus Yaqut menyampaikan pentingnya penelusuran rekam jejak saat menentukan calon pemimpin bangsa.

Ia juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. “Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil ‘alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok,” kata Gus Yaqut.

Karenanya, pemimpin yang ideal, menurutnya, harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan. Hal ini bertujuan agar bangsa Indonesia memperoleh pemimpin yang amanah dan dapat mengemban tanggung jawab kemajuan negeri ini.

“Kita lihat calon pemimpin kita ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih,” katanya.

Menag berharap tarekat Tijaniyah dapat mengambil peran yang lebih besar menjelang tahun politik untuk mendamaikan umat. “Yaitu bagaimana umat ini bisa tetap tenang, tetap teduh, tetap damai meskipun berbeda-beda dalam pilihannya. Tentu saya juga berharap tarekat Tijaniyah ini menjadi contoh, bagaimana memilih pemimpin yang baik,” kata Menag menambahkan.

“Bagaimana memilih pemimpin yang benar-benar bisa dipercaya, bisa diberikan amanah untuk memimpin bangsa besar. Bangsa yang memiliki keragaman, bangsa yang memiliki banyak perbedaan, tetapi itu menjadi kekuatan kita,” tegasnya. ( mitha)

Berita Lainnya

Index