Soal Dana Bantuan Pesantren

Kemenkeu Didesak Segera Cairkan Dana Rp 2,3 T

Kemenkeu Didesak Segera Cairkan Dana Rp 2,3 T

Jakarta, (PAB)---

Terkait dengan pemberlakuan new normal atau tatanan kehidupan baru, yang juga berlaku untuk seluruh pesantren di Indonesia, maka Kementrian Keuangan didesak supaya menggesa pencairan dana yang Rp 2,36 triliun, yang memang sudah dianggarkan pemerintah.

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan anggaran tersebut memang sudah disetujui Menteri Keuangan RI Sri Mulyani.

"Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun sudah menyetujui total anggaran sebesar Rp2,36 triliun," kata Muhadjir, kemarin

Muhadjir mengatakan pemerintah ingin memberi perhatian lebih ke sektor pendidikan keagamaan yang turut terdampak pandemi virus Corona atau COVID-19. 

Muhadjir menjelaskan dana itu dikucurkan untuk menunjang kegiatan pembelajaran, bantuan sosial, termasuk fasilitas kesehatan di lingkungan pesantren ketika mulai dibuka kembali. 

Ia meminta dana itu diberikan secara proporsional untuk masing-masing pesantren. "Masalah proporsionalitas ini sangat penting, berapa jumlah santrinya, jumlah pengajar, pengasuh, dan lain-lainnya. Kalau bisa data itu nanti bisa dijadikan dasar untuk afirmasi pesantren ke depan,” ujarnya. 

Muhadjir juga meminta agar bantuan operasional pesantren, madrasah, atau lembaga pendidikan keagamaan lainnya disertai dengan petunjuk teknis yang dikoordinir oleh Kementerian Agama. 

"Kemenag agar mempersiapkan peta 21 ribu pesantren dan dipilih mana yang prioritas untuk nanti dibantu oleh Kementerian PUPR. Bantuannya berupa tempat wudhu, MCK, dan tempat cuci tangan yang kemudian nanti tiga hal tersebut akan kita jadikan standar baku," kata Muhadjir. 

Pemerintah menyerahkan kewenangan membuka pesantren saat pandemi kepada Gugus Tugas COVID-19 yang ada di masing-masing daerah. Muhadjir tak ingin pesantren menjadi klaster penyebaran virus Corona. 

"Pengasuh pondok pesantren perlu berkoordinasi dan dihitung secara cermat agar tidak muncul kluster baru dan tetap melaksanakan protokol kesehatan secara disiplin," imbuhnya.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA meminta Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama Republik Indonesia, membantu dan melindungi Pesantren, baik lembaga, kiai, maupun santri. 

Hal itu sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Bantuan tersebut dibutuhkan, khususnya dalam menanggulangi pandemi Covid-19, baik secara kelembagaan, kesehatan maupun dampak ekonominya. 

“UU Pesantren dibuat dan diundangkan untuk membantu Pesantren, baik yang tradisional, modern, mu’adalah maupun yang memadukan antara ilmu Agama dengan Umum. Di era pandemi Covid-19, di mana ada banyak Pesantren yang terdampak, kehadiran UU ini makin relevan, dan karenanya penting secara konsekuen dilaksanakan oleh Pemerintah selaku pelaksana UU,” ujarnya. 

HNW menyebutkan bahwa Pasal 42 UU Pesantren mengamanatkan kepada Pemerintah pusat dan untuk memberikan dukungan pelaksanaan fungsi dakwah pesantren dalam bentuk kerja sama program, fasilitas kebijakan, dan pendanaan. 

Selain itu, ada pula Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) yang menyebutkan bahwa pemerintah memberikan dukungan dan fasilitas ke pesantren dalam melaksanakan fungsi pemberdayaan masyarakat, dengan dukungan berupa: (a) bantuan keuangan; (b) bantuan sarana dan prasarana; (c) bantuan teknologi; dan/atau (d) pelatihan keterampilan. 

“Dukungan-dukungan itu tentu perlu disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang saat ini juga berdampak bagi Pesantren”, tuturnya. 

Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini menuturkan, pihaknya sudah berulangkali menyampaikan agar Kementerian Agama memberikan perhatian yang serius kepada Pesantren saat pandemi Covid-19 ini.

Sejak Rapat Kerja pertama di masa Covid-19 dengan Kementerian Agama (8/4/2020), HNW sudah mengusulkan agar Kemenag juga memprioritaskan anggaran untuk mendukung pelaksanaan belajar jarak jauh khususnya di Pondok Pesantren dan madrasah. 

Bahkan pihaknya menawarkan opsi penggunaan dana abadi pendidikan untuk tujuan itu, dan usulan tersebut telah disetujui oleh Menteri Agama. 

“Menteri Agama telah menyepakati sejak 8 April 2020 untuk memprioritaskan anggaran bagi pesantren dan pendidikan keagamaan lainnya. Hal itu perlu segera direalisasikan sebagai tanggung jawab kepada DPR, konsekunsi konstitusional dari disahkannya UU Pesantren, serta apresiasi negara terhadap sumbangsih dan jasa pesantren bagi Indonesia,” ujarnya. 

Hidayat menuturkan, pada raker terakhir Komisi VIII dengan Kemenag bulan lalu, muncul usulan tambahan anggaran 2020 sebesar Rp 2,8 Triliun untuk fasilitasi kegiatan pesantren dan pendidikan keagamaan yang terdampak Covid-19. Namun, Kementerian Keuangan hanya menyetujui sebesar Rp 2,36 Triliun. 

Dirinya berharap Kementerian Keuangan segera mencairkan dana tersebut dan Kementerian Agama segera mendistribusikannya kepada Pesantren di seluruh Indonesia secara adil dan amanah. 

Ia juga mendorong Kemenag mengalokasikan anggaran yang tidak terealisasi di ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah sebesar Rp 1 Triliun, karena Pemerintah tidak memberangkatkan haji tahun ini. 

“Dukungan anggaran tersebut perlu segera direalisasikan kepada Pesantren dengan segala keragamannya, agar kegiatan pembelajaran di Pesantren-pesantren, itu bisa segera berjalan lancar sesuai dengan protokol Covid-19. Termasuk untuk membantu para Santri dan Ustadz, terkait pembayaran test kesehatan maupun biaya kegiatan belajar dan kesehatan di Pesantren di era darurat kesehatan COVID-19,” tegasnya. (KR)


 

Berita Lainnya

Index