Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat Desak Bupati Terbitkan SK Tanah Adat

Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat Desak Bupati Terbitkan SK Tanah Adat

SIMALUNGUN, (PAB)--

Aliansi mahasiswa dan masyarakat adat kembali menggelar unjuk rasa di depan Kantor Bupati Simalungun, Selasa (4/2/2020) mempersoalkan tanah adat Sihaporas dan Dolok Parmonangan yang bersentuhan langsung dengan konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL). 

Para pengunjuk rasa meliputi aliansi mahasiswa dan masyarakat adat yang terdiri dari kelompok Aman Tano Batak, Masyarakat Adat Sihaporas (Lamtoras), Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, PMKRI, GMKI, GMNI, Sapma PP Kabupaten Simalungun.

Menurut mereka, kebijakan negara dengan menunjuk sepihak wilayah adat mereka sebagai klaim hutan negara dan memberikannya kepada PT. TPL telah menyebabkan konflik yang bekepanjangan. Saat ini dua orang masyarakat adat Sihaporas sedang menghadapi kriminalisasi dan proses hukum pasca bentrok dengan security karena berjuang mempertahankan tanah adat mereka dari kehancuran masif aktifitas PT. TPL.

Kesal dengan aksi sebelumnya pada November 2019 lalu yang hanya diterima Kabag Hukum Pemkab Simalungun Frengki Purba, SH yang hanya memberi jawaban akan segera menyampaikan ke Bupati dan dijanjikan akan beraduensi langsung. Namun hal tersebut hanya janji hisapan jempol semata.

Demikian dikatakan Andre Sinaga selaku pimpinan aksi. Mereka (pengunjuk rasa-red) ingin langsung bertemu dengan pimpinan Kabupaten Simalungun yakni Bupati, Wakil Bupati serta Sekda karena dianggap mampu untuk mengambil keputusan terkait permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Ditambahkan Andre, masyarakat juga ingin mengetahui secara langsung keterpihakan pimpinan Kabupaten Simalungun, apakah sesuai janjinya saat berkampanye dulu untuk pro rakyat atau memang lebih berpihak kepada pengusaha dalam hal ini PT. TPL.

Sementara Suardi Siallagan mewakili warga Dolok Parmonangan menyesalkan ketidaktegasan Bupati Simalungun JR Saragih dalam menyikapi permasalahan warganya. Menurutnya pemerintah seharusnya memberikan kenyamanan terhadap warganya, bukan malah diintimidasi atau ditakut-takuti dengan menghadirkan aparat bersenjata laras panjang.

"Kami wargamu pak Bupati, bukan teroris. Kami juga ikut memilihmu untuk duduk jadi Bupati," ujar Suardi Siallagan.

Apalagi terkait surat panggilan ketiga kepada ketua mereka Sorbatua Siallagan yang akan dijemput paksa pada tanggal 6 Februari 2020 mendatang, warga Sihaporas dan Dolok Parmonangan minta agar Bupati Simalungun benar-benar menunjukkan empatinya terhadap warga.

Pemerintah Kabupaten Simalungun juga diminta untuk segera menerbitkan Perda atau SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat serta wilayah adat di Simalungun. (MS/Red)

Berita Lainnya

Index