Subulussalam,(PAB)----
Polemik defisit APBK Subulussalam semakin memanas. Ketika wartawan mencoba meminta klarifikasi langsung kepada Plt Kepala BPKAD Subulussalam, jawaban yang diterima justru berupa syarat bahwa seluruh pertanyaan harus disampaikan secara tertulis.
“Silakan pertanyaannya dibuat secara tertulis, baru nanti kami jawab secara resmi,” kata Plt Kepala BPKAD singkat saat dikonfirmasi.
Sikap ini dinilai banyak pihak sebagai upaya membatasi akses informasi publik, terutama menyangkut isu besar terkait total defisit dan utang daerah yang menurut LHP BPK RI Desember 2024 mencapai Rp258,9 miliar, atau 39,55% dari pendapatan APBK 2025.
LP Tipikor Nusantara: Klaim Defisit Rp54 Miliar Diduga Hoaks
Ketua DPD LP Tipikor Nusantara Kota Subulussalam, Hasan Gurinci, secara tegas meragukan klaim Pemko yang menyebut defisit hanya Rp54 miliar hingga September 2025.
“Kami menduga pemberitaan yang menyebut defisit hanya Rp54 miliar adalah hoaks atau tidak sesuai fakta realita APBK dan hasil audit BPK sebelumnya,” tegas Hasan Gurinci.
“Dari LHP BPK sudah jelas tertulis bahwa defisit akumulatif Subulussalam mencapai Rp258,9 miliar. Jangan dimainkan angka-angka untuk mengaburkan masalah,” lanjutnya.
Oleh karena itu, LP Tipikor Nusantara secara resmi meminta BPK maupun Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memeriksa dan mengumumkan secara transparan berapa sebenarnya nilai defisit riil Pemko Subulussalam saat ini.
“Harus dipublikasikan secara terang benderang agar masyarakat tahu. Jangan dibiarkan opini palsu berkembang seolah-olah keuangan daerah baik-baik saja,” tegas Hasan.
Pertanyaan Publik yang Belum Terjawab
Sejumlah pertanyaan penting masih menggantung:
Berapa defisit riil per hari ini?
Berapa utang kepada pihak ketiga (kontraktor & penyedia jasa)?
Bagaimana status pelunasan utang BLUD RSUD?
Apa strategi penyelesaian defisit akumulatif Rp258,9 miliar?
Mengapa klarifikasi ke publik harus dipersulit?
Transparansi Bukan Opsi, Tapi Kewajiban
Dalam situasi keuangan yang rawan seperti ini, publik berharap Pemko Subulussalam tidak lagi bermain retorika, melainkan membuka data secara apa adanya, sesuai amanat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kini, mata masyarakat tertuju pada BPKAD:
Apakah benar-benar akan menjawab secara tertulis sebagaimana dijanjikan, atau justru membiarkan polemik ini menggantung tanpa kejelasan.