TNI AU Aktifkan Skadron Pendidikan Pesawat Nirawak di Tasikmalaya

TNI AU Aktifkan Skadron Pendidikan Pesawat Nirawak di Tasikmalaya

Tasikmalaya (Pab-Indonesia)---

Penggunaan pesawat tanpa awak (drones) dalam konflik bersenjata telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ini, menimbulkan perhatian terhadap isu kemanusiaan, hukum, dan lainnya.

Pertanyaannya, apakah senjata-senjata ini sah? Apakah senjata tersebut sesuai dengan kewajiban untuk secara konstan memperhatikan keselamatan penduduk sipil? Siapa yang harus bertanggungjawab atas pelanggaran hukum yang mungkin terjadi?

Presiden ICRC, Peter Maurer, mendiskusikan tantangan-tantangan tersebut yang telah muncul dari adanya perkembangan-perkembangan tersebut, dan perlunya Negara-negara untuk memperhitungkan konsekuensi kemanusian dari teknologi dan persenjataan baru sebelum mengembangkan atau mempergunakannya.

Menurut hukum humaniter internasional, aturan perang, yakni seperangkat hukum yang mengatur konflik bersenjata, pesawat tanpa awak tidaklah secara tertulis dilarang, ataupun dianggap sebagai alat yang akan menimbulkan tindakan tidak pandang bulu (indiscriminate) atau penipuan (perfidy).

Dalam hal ini, pesawat tanpa awak tidaklah berbeda dari senjata yang diluncurkan dari pesawat berawak seperti helikopter ataupun pesawat tempur lainnya. Meskipun pesawat tanpa awak bukanlah tidak sah, namun adalah penting penggunaannya tunduk pada hukum internasional.

Indonesia, khususnya TNI-AU juga tak ingin ketinggalan negara lainnya di dunia. TNI-AU pun kini telah membentuk skuadron pesawat nirawak. Bahkan Indonesia pu telah membeli  pesawat nirawak atau drone sebanyak 12 unit  Turki (Turkish Aerospace). Pesawat nirawak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) ANKA yang diproduksi Turkish Aerospace, Turki dbeli dengan nilai kontrak USD 300 juta.

Guna mempersiapkan  pengoperasioan pesawat tempur nirawak itu,  TNI Angkatan Udara kembali mengaktifkan skadron pendidikan untuk operator pesawat terbang tanpa awak (PTTA), Skadron Pendidikan (Skadik) 103/PTTA Wing Pendidikan (Wingdik) 100/Terbang di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo datang langsung ke Tasikmalaya, lalu sekaligus memimpin upacara peresmian Skadron Pendidikan 103/PTTA di Pangkalan Udara (Lanud) Wiriadinata, Tasikmalaya.

“Kita bersyukur pada hari ini kita bisa melaksanakan pengaktifan kembali Skadik 103 untuk memenuhi tuntutan peningkatan profesionalisme personel PTTA. Sebagaimana tertuang dalam keputusan KSAU (Kepala Staf TNI AU) Nomor KEP-159-IV 2023, maka Skadron Pendidikan 103 terhitung mulai hari ini secara resmi dinyatakan diaktifkan kembali dan mulai beroperasi sebagai skadron pendidikan penerbang PTTA,” kata Marsekal Fadjar saat upacara peresmian.

Dia menjelaskan penggunaan pesawat terbang tanpa awak (drone) saat ini menjadi game changer dalam pertempuran modern. Fadjar mencontohkan beberapa pertempuran yang memanfaatkan drone, di antaranya perang antara Rusia dan Ukraina kemudian konflik bersenjata antara Armenia dan Azerbaijan.

“Kemampuan dalam mengoptimalkan PTTA menjadi salah satu syarat penting guna mewujudkan TNI AU sebagai Angkatan Udara yang disegani di kawasan. Bersama itu, dalam rangka menyiapkan SDM (sumber daya manusia) pengawak PTTA TNI AU, maka dalam beberapa tahun terakhir personel PTTA dilatih di sekolah penerbang Lanud (Pangkalan TNI AU) Adisucipto,” kata Kepala Staf TNI AU (Kasau).

Akan tetapi, skadron pendidikan yang difungsikan khusus untuk pengawak drone perlu dioptimalkan sehingga TNI AU mengaktifkan kembali Skadik 103/PTTA.

Dalam kesempatan yang sama, Kasau menyampaikan Skadik 103/PTTA di Tasikmalaya diperkuat oleh UAV-D, drone latih/pengawasan yang saat ini dimiliki oleh TNI AU. UAV-D merupakan drone yang teknologinya dibuat di Prancis dan dibeli oleh Indonesia dari PT Indo Pacific Communication & Defense (IPCD) yang berpusat di Jakarta.

“Secara bertahap akan dilengkapi dengan berbagai platform dan sistem lainnya dalam mendukung pendidikan penerbang PTTA di masa mendatang. Tentunya secara bertahap berbagai fasilitas tersebut akan terus kita lengkapi sesuai dengan kemajuan teknologi dan tuntutan perkembangan lingkungan strategis. Saya optimis dengan kesiapan satuan, kesiapan alutsista, dan juga sarana prasarana pendukung lainnya, maka Skadik 103 siap bergabung di jajaran operasional TNI AU untuk melaksanakan tugas yg menanti,” kata Fadjar Prasetyo.

Dalam amanatnya saat upacara peresmian, Kasau juga memberi selamat kepada Komandan Skadik 103 Mayor Pnb Yudisthira “Orca” yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) 2006 dan penerbang pesawat tempur T-50i Golden Eagle di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi.

“Selamat khususnya untuk Mayor Pnb Yudisthira sebagai Komandan Skadik 103, amanah yang telah dipercayakan kepada komandan adalah tanggung jawab dan tugas yang tidak ringan. Saya yakin dan percaya dengan latar belakang pengalaman dan kemampuan yang dimiliki, komandan dapat memimpin satuan ini dan menjalankan fungsinya dengan baik, aman dan lancar,” kata Kasau.

Dia juga berpesan kepada Komandan Skadik 103 untuk mengutamakan keselamatan dan merawat sarana dan prasarana khususnya alutsista di satuan.

Skadron Pendidikan 103/PTTA merupakan satuan yang berada di bawah naungan Wing Pendidikan 100/Terbang Lanud Adisutjipto. Wingdik 100/Terbang saat ini membawahi Skadik 101, 102, 103, dan 105.

Skadik 103 mulanya merupakan skadron pendidikan penerbang tingkat lanjut yang menjadi pengawak pesawat tempur MK-53 Hawk. Nama skadron pendidikan itu sejak 1985 berganti menjadi Skadron Udara 15. Namun saat ini, nama itu digunakan kembali untuk melatih pengawak pesawat tanpa awak TNI AU. (dhika)

Berita Lainnya

Index