Pendidikan dan kesehatan Jadi Kunci Pembangunan SDM

Pendidikan dan kesehatan Jadi Kunci Pembangunan SDM

Jakarta, (Pab-Indonesia) --

Pembangunan pendidikan dan kesehatan berhubungan langsung dengan mutu dan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Jika Indonesia ingin Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik, maka pembangunan kesehatan dan pendidikan harus mendapatkan prioritas.

Pernyataan tersebut pernah digaungkan oleh Ketua Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo. Pontjo menilai, keadaan seperti saat ini jangan terus dibiarkan. Masalah pendidikan dan kesehatan akan memubat total productivity factor (TPF) menjadi menurun. Indonesia pun terancam mengalami proses deindustrialisasi.

Ponjto menyebut, ada banyak negara yang mengalami masa kemunduran, namun berkat pembangunan pendidikan dan kesehatan, mampu keluar dari kemunduran. “Bahkan mengalami kemajuan pesat dibidang ekonomi keuangan dan militer. Misalnya Jepang dan China,” ujar dia.

Menurut Pontjo, untuk mencegah hal tersebut, maka membangun sumberdaya manusia terutama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, tidak seharusnya hanya bersumber pada ketersediaan anggaran belanja semata. Namun, perlu adanya relevansi yang diberikan pada bidang pendidikan dan kesehatan ini oleh negara atau pemerintah secara menyeluruh.

Sementara Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan, mengatakan bahwa kunci pembangunan sumber daya manusia (SDM) adalah pendidikan dan kesehatan, sehingga pemerintah harus berkomitmen untuk memprioritaskan kedua hal tersebut.

“Komitmen kita adalah pembangunan SDM menjadi prioritas. Kunci pembangunan SDM adalah pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus memprioritaskan pendidikan dan kesehatan. Itu prioritas utama, bukan infrastruktur," katanya

Hal itu ia sampaikan ketika menjadi narasumber dalam sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) di Kecamatan Sukanegara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/8).

Menurut Sjarifuddin, permasalahan pokok suatu bangsa terletak pada bidang pendidikan dan kesehatan. Dua hal itu merupakan tolok ukur suatu negara dapat dikatakan sebagai negara maju.

“Hidup sehat sangat penting. Biar memiliki uang, kedudukan, pangkat, tapi kalau tidak sehat, maka tidak berarti apa-apa. Jadi seseorang harus sehat lebih dulu," imbuh dia.

Lebih lanjut menanggapi data yang menunjukkan Indonesia menempati urutan kedua tertinggi di dunia dalam penyakit TBC, dia mengemukakan dua penyebab tingginya penderita TBC di Indonesia.

Pertama, karena jumlah penduduk Indonesia cukup besar, yakni urutan keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.

Penyebab kedua, sambung Sjarifuddin, adalah karena pertumbuhan ekonomi. Dia menyebut apabila pertumbuhan ekonomi turun, maka dapat dipastikan anggaran kesehatan juga turun.

"Itulah yang menyebabkan ranking penderita TBC di Indonesia naik, tapi dengan kinerja Kementerian Kesehatan, pada tahun 2024 dan seterusnya, jumlah penderita TBC bisa dikurangi," ucapnya.

Sjarifuddin kemudian menyoroti kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sempat memburuk ketika pandemi COVID-19 dan menurunnya kondisi kesehatan masyarakat.

Namun, dia bersyukur pemerintah bisa mengatasi kondisi kesehatan masyarakat ketika itu.

“Sekarang rata-rata pertumbuhan ekonomi 4–5 persen. Ini belum cukup, karena itu kita selalu mendorong agar anggaran kesehatan karena untuk sumber daya manusia menjadi perhatian. Ini adalah komitmen kita," katanya.

Menurut Sjarifuddin, apabila pertumbuhan ekonomi naik, maka anggaran untuk sumber daya manusia yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan juga akan lebih besar.

“Ke depan, anggaran kesehatan akan ditingkatkan sehingga meskipun jumlah penduduk Indonesia bertambah, masalah kesehatan masih bisa ditangani,” tegasnya. (dhika)

Berita Lainnya

Index