Adu Kekuatan di Laut China Selatan

Adu Kekuatan di Laut China Selatan

Jakarta, (Pab-Indonesia)

Aliansi AS, Jepang, dan Australia menggelar latihan militer bersama di Laut China Selatan, tepatnya di lepas pantai Filipina yang beberapa waktu lalu sempat dikunjungi kapal China.

Melansir AP News, latihan militer gabungan tersebut  melibatkan tiga kapal induk dan helikopter. AS  mengerahkan kapal induk USS America, sementara Jepang mengirim salah satu kapal perang terbesarnya, JS Izumo. Angkatan Laut Australia akan mengirimkan HMAS Canberra, yang juga membawa helikopter.

Para komandan pasukan dari tiga negara akan bertemu dengan mitra mereka di Filipina setelah latihan digelar. Filipina sendiri tidak akan ikut serta dalam latihan tersebut karena keterbatasan logistik militer, tapi membuka peluang untuk terlibat di masa depan.

Gesekan Filipina dengan China Pada 5 Agustus lalu, kapal penjaga pantai China menggunakan meriam air ke kapal yang mengirim logistik ke milik militer Filipina. Insiden terjadi di dekat Second Thomas Shoal, yang oleh Filipina disebut Ayungin Shoal.

Filipina mengatakan enam kapal penjaga pantai China dan dua kapal milisi mengadang dua kapal sipil sewaan Angkatan Laut Filipina. Penjaga pantai China mengakui kapalnya menggunakan meriam air terhadap kapal Filipina, yang menurut mereka tersesat tanpa izin ke kawasan itu, yang oleh Beijing disebut Ren'ai Jiao. Militer Filipina menyambut baik rencana latihan militer AS dan para mitranya, menyebutnya sebagai bentuk komitmen terhadap supremasi hukum.

"Misi di perairan itu adalah demonstrasi yang jelas dari tekad kami untuk berdiri melawan ancaman dan paksaan dan komitmen kami dalam menegakkan supremasi hukum," ungkap Angkatan Bersenjata Filipina dalam sebuah pernyataan. AS, Jepang, dan Australia termasuk di antara beberapa negara yang langsung menyatakan dukungan kepada Filipina pasca insiden meriam air terjadi.

AS mengerahkan kapal induk USS America, Jepang mengirim kapal induk JS Izumo dan Australia mengirim HMAS Canberra. Latihan gabungan itu telah direncanakan sejak beberapa bulan lalu.

Latihan itu juga merupakan bentuk dukungan terhadap Filipina yang seringkali berselisih dengan China di perairan yang disengketakan. Kendati begitu, Filipina disebut tidak akan menjadi bagian dari latihan karena keterbatasan logistik militer.

Sebelumnya, Filipina menyebut Kapal Perang China telah melakukan manuver berbahaya dan menghalangi jalur dua Kapal Penjaga Pantai MRRV-4402 dan MRRV-4403 saat sedang berpatroli di sekitar wilayah Ayungin atau lebih dikenal sebagai Second Thomas Shoal.

Second Thomas Shoal merupakan wilayah karang Filipina yang diklaim secara sepihak oleh China melalui ketentuan sembilan garis putus-putus atau nine dash line. Padahal, Pengadilan Arbitrase Internasional telah menetapkan pada tahun 2016 lalu, bahwa klaim China itu tidak sah menurut hukum internasional.

Australia pun  telah mengirim kapal perang terbesarnya untuk ambil bagian dalam latihan tempur gabungan dengan Filipina dan Amerika Serikat (AS) di Laut China Selatan yang disengketakan.

Manuver gabungan ini membuat ketegangan di wilayah Laut China Selatan memanas, karena China juga mengerahkan ratusan kapal Coast Guard, kapal Angkatan Laut, dan kapal lainnya untuk berpatroli dan memiliterisasi terumbu karang di perairan yang diperebutkan tersebut.

Beijing telah mengeklaim hampir seluruh perairan yang disengketakan itu ,meskipun ada keputusan internasional bahwa klaimnya tidak memiliki dasar hukum. HMAS Canberra, kapal perang terbesar Australia, menjadi salah satu dari beberapa kapal yang terlibat dalam Latihan Alon di Filipina, yang diadakan untuk pertama kalinya sebagai bagian dari kegiatan Endeavour Indo-Pasifik tahunan Australia. Alon adalah bahasa Tagalog untuk "gelombang".

Sebanyak 2.000 lebih tentara dari Australia dan Filipina ikut serta dalam latihan udara, laut, dan darat  hingga 31 Agustus. Sekitar 150 personel Korps Marinir AS juga berpartisipasi. Simulasi serangan udara hari Senin di selatan pulau Palawan Filipina terjadi sekitar 200 km dari Kepulauan Spratly, tempat ketegangan lama antara Manila dan Beijing berkobar.

"Seperti Filipina, Australia menginginkan kawasan yang damai, stabil, dan makmur yang menghormati kedaulatan dan yang dipandu oleh tatanan berbasis aturan," kata Hae Kyong Yu, Duta Besar Australia untuk Filipina, di Lapangan Terbang Tarrumpitao Point..

Menurutnya,  latihan semacam ini kritis karena melalui ini, kami mewujudkan kata-kata kami," ujarnya. Amerika Serikat, Jepang dan Australia juga akan mengadakan latihan Angkatan Laut gabunga di lepas pantai Filipina minggu ini.

Tak puas dengan manuver aliansi Amerika, Australia Jepang dan Philifina tersebut,  China pun mengumumkan akan melakukan latihan perang di Laut China Selatan (LCS) pekan ini. Latihan itu dilngsungkan di tengah memanasnya ketegangan dengan Amerika Serikat.

Dilansir stasiun televisi Jepang, NHK,  Badan Keselamatan Maritim China mengatakan perairan tenggara Pulau Hainan akan ditutup untuk latihan mulai Senin hingga Sabtu mendatang.

China juga mengatakan akan mengadakan latihan terpisah di Laut Bohai dari Senin hingga 30 September dan latihan lainnya, termasuk latihan tembak-menembak di Laut Kuning dari Sabtu hingga Rabu pekan depan.

Dilansir Philstar Global, dalam latihan tembak-menembak tersebut, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) akan mengadakan latihan berskala besar. Militer China memperkirakan bahwa latihan itu dapat menampilkan latihan anti-kapal, pertahanan udara, dan anti-kapal selam untuk mempersiapkan kemungkinan konflik militer dengan Amerika Serikat.

China telah meningkatkan kecepatan latihan perangnya dalam beberapa pekan terakhir, setelah AS mengirim dua armada penyerang dan kapal induk di LCS sebanyak dua kali pada Juli lalu.

Juli lalu, China melakukan latihan militer di Lau China Selatan (LCS). Beijing tampaknya menggunakan latihan itu bertujuan untuk mempertaruhkan klaim atas kepentingan di kawasan LCS, sambil menjaga pergerakan AS.

Surat kabar pemerintah China, Global Times, mengatakan para ahli militer China percaya bahwa pasukan AS meningkatkan pengumpulan data intelijen dari penempatan militer PLA di sekitar medan perang potensial, setelah media Taiwan melaporkan pesawat pembom B-1B AS terbang di dekat pulau itu pada 15 Agustus lalu.

Para ahli menuturkan militer China juga harus bersiap menghadapi potensi konflik. Mereka menambahkan bahwa seringnya kehadiran pesawat tempur AS di Laut China Timur dan Selatan menambah ketidakpastian dan bahaya di kawasan itu.

Akan tetapi, bukan berarti situasi saat ini dapat berubah menjadi krisis Selat Taiwan seperti pada 1995-1996 silam, karena AS tidak memiliki keuntungan di wilayah tersebut dan pemerintahan Trump tidak mampu merencanakan konflik militer besar dengan China.

AS menentang upaya China untuk menguasai Laut China Selatan. AS mengutuk tindakan itu sebagai "penindasan" dan "intimidasi" yang "melanggar hukum" untuk mengontrol sumber daya di perairan yang disengketakan.

Pada Juli lalu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo meningkatkan sikap konfrontatifnya terhadap China. Dia menggambarkan klaim maritim Beijing di sebagian besar wilayah LCS sebagai "sepenuhnya melanggar hukum" dan AS berusaha menekan aktivitas China di wilayah tersebut.

AS berharap dapat membangun koalisi dengan negara-negara yang memahami ancaman yang ditimbulkan China, memastikan bahwa China berperilaku sesuai sistem internasional, dan secara kolektif memulihkan apa yang menjadi hak milik negara-negara di kawasan itu. (raditya)

 

 

Berita Lainnya

Index