Proyek Rempang Eco City Tertunda 18 Tahun

Proyek Rempang Eco City Tertunda 18 Tahun

Batam, (Pab-Indonesia)

Setelah sempat tertunda hingga 18 tahun, kawasan Pulau Rempang akhirnya diresmikan sebagai kawasan industri. Pengembangan Kawasan tersebut dilakukan PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Artha Graha milik Tomy Winata. PT MEG sebagai pengelola pengembangan Pulau Rempang telah mengantongi Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Penyediaan Sarana Wisata Alam (IUPJL-PSWA) dan SK Pelepasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK).

PT MEG kemudian kemudian secara resmi memberi nama proyek ini “Rempang Eco-City”. Pulau Rempang rencananya akan menjadi kawasan pariwisata sekaligus industri dengan konsep “Green Zone”. Kawasan ini dibangun dengan luas kurang-lebih 165 km².

Megaproyek di industri pariwisata Indonesia mulai direalisasikan. Program Pengembangan Kawasan Rempang KPBPB Batam Provinsi Kepulauan Riau ditargetkan menyerap tenaga kerja hingga 308.000 orang dengan nilai investasi Rp381 triliun hingga 2080.

Tertundanya mega proyek ini terjadi sehubungan dengan Mabes Polri memeriksa dugaan korupsi yang dilakukan  pengusaha Tomy Winata. Waktu itu, diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan tiga pulau di Batam, Kepulauan Riau.

Dalam pemeriksaan yang berlangsung sekitar dua jam itu, Tomy mengaku ditanyai apakah dirinya mengetahui soal penyimpangan yang diduga terjadi dalam rencana pembangunan taman wisata di Batam tersebut. PT Mega Elok Graha (Grup Artha Graha) dan Pemerintah Kota Batam lama pernah menandatangani nota kesepahaman untuk membangun tiga pulau, yakni Rempang, Galang, dan Sempoko.

Tiga pulau seluas 17 ribu hektare itu akan dibangun menjadi kota taman wisata dengan masa konsesi 80 tahun. Nantinya, Pemerintah Kota Batam dan perusahaan milik Tomy akan melakukan sistem bagi hasil.

Namun Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri kalau itu membenarkan pernyataan Tomy. "Dasar kami memeriksa itu dari laporan sekretaris kabinet sekitar Agustus 2007," ujarnya.

Setelah persoalan menjdi jernih, akhirnya rencana pembangunan Mega proyek Rempang Eco City dilanjutkan.  PT Makmur Elok Graha (MEG) selaku investor menyebutkan bahwa megaproyek pembangunan Pulau Rempang dan Galang di Kota Batam, Kepulauan Riau, tidak bertujuan untuk bersaing dengan Singapura. Sebaliknya, perusahaan berfokus pada kolaborasi dan pengembangan kawasan yang saling melengkapi.

Fernaldi Anggadha, Komisaris PT MEG, mengungkapkan, bahwa pengembangan Pulau Rempang dan Galang berkonsep Rempang Eco City dengan prinsip green development.

Proyek ini mencakup zona industri, pariwisata, agro wisata, dan kota baru yang ramah lingkungan. "Kita bukan mau menyaingi negara lain. Kita berkolaborasi. Kita kelola bersama," ujarnya.

Dalam menggarap proyek ini, PT MEG bekerja sama dengan BP Batam, pemerintah, dan berbagai pihak lainnya. Selain mengelola kawasan, PT MEG juga berperan dalam menggaet investor dan menyusun master plan sesuai tata ruang.

Aldi optimis bahwa pengembangan kawasan Rempang-Galang akan menciptakan sinergi yang menguntungkan bagi semua pihak, termasuk Singapura.  "Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, termasuk nelayan dan masyarakat asli Rempang. PT MEG berkomitmen untuk menyediakan fasilitas pendukung seperti pemukiman terpadu, pasar modern, pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan lainnya," ujar Aldi.

Selain itu, perusahaan juga berencana untuk meningkatkan keterampilan masyarakat melalui pusat pendidikan skill agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.

Melalui kolaborasi dan pengembangan kawasan yang saling melengkapi, PT MEG berharap dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Batam, sekaligus menjalin hubungan yang harmonis dengan negara-negara tetangga seperti Singapura.

Sementara Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Muhammad Rudi,  menjanjikan kawasan wisata Pulau Rempang bakal memudahkan koneksi antarpulau sekitar. Pulau Rempang juga rencananya akan mempromosikan pariwisata alam setempat, seperti konservasi alam, taman burung, zona sejarah, serta kawasan agrowisata terpadu.

Rencana proyek ini, kini sudah pada taham merelokasi masyarakat dan aset pemerintah, yang selama ini berada di Pulau Rempang ke Pulau Galang dengan luas lahan mencapai 199 hektar

“Saya rasa langkahnya sudah baik, BP Batam telah menyiapkan konsep resettlement untuk masyarakat. Dan hal-hal terkait koordinasi antar instansi bisa kita dudukkan bersama agar mempercepat proses pengembangan Kawasan Rempang,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Di juga menyebutkan, sangat mengapresiasi area relokasi beserta fasilitas pendukung untuk masyarakat Pulau Rempang. Selain menjadi kawasan industri dan wisata, Airlangga juga menginginkan Pulau Batam sebagai pusat energi terbarukan yang memanfaatkan panas matahari.

“Proses pengolahan energi solar (matahari) di Batam nantinya dari hulu ke hilir, sehingga dapat mengekspor energi ke Singapura dan negara lain. Saya ingin Batam menjadi daerah sumber renewable energy terbaik di Indonesia,” lanjutnya.  

Target Investasi Fantastis Investasi pengembangan Kawasan Rempang ditargetkan mencapai Rp381 triliun dan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 308.000 orang hingga 2080. Kawasan Rempang dibangun untuk mendukung Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam di wilayah Batam, Bintan, dan Karimun.

Ditambahkannya, hingga saat ini jumlah investasi pengembangan Kawasan Rempang Eco-City Batam telah mencapai Rp43 triliun. Airlangga menginginkan target investasi awal sebesar Rp50 triliun dapat digenapkan oleh PT MEG sebagai pengembang.

“Dalam 2 tahun terakhir, di 2022 kalau tidak salah investasinya Rp18 triliun. Kemudian, investasi sebelumnya Rp25 triliun," ujarnya. Airlangga.

Dikatakannya, pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau sebesar 5,09% dan Batam sebesar 6,84% merupakan bekal awal untuk membangun Rempang Eco-City. Kini proses pengembangan hanya tinggal menunggu peraturan presiden dan penyelesaian kendala teknis di lapangan.

Misalnya seperti perbedaan penerapan bea di masing-masing wilayah pengembangan. Batam selama ini merupakan wilayah bebas bea, sementara di Bintan tidak. Mobil yang akan melintasi Bintan ke Batam harus membayar bea terlebih dahulu agar bisa menyeberang, setelah sampai di Batam, bea akan dikembalikan.

"Itu masalah teknis lapangan yang harus kita selesaikan, karena situasi berubah dan integrasi kawasan ekonomi makin diperlukan," ungkap Airlangga. Kawasan Rempang diharap dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara lantaran letak Pulau Batam yang berdekatan dengan Singapura dan Malaysia. "Hal ini didukung juga pelaksanaan kerja sama ekonomi Sub regional IMT-GT untuk mendukung pengembangan Batam sebagai Green City," kata Airlangga. (raditya)
 

Berita Lainnya

Index