Jakarta, (PAB)
Siapa bilang produksi dalam negeri kalah bersaing dengan produk luar negeri? Buktinya Alat utama sistem senjata / Alutsista buatan dalam negeri semakin menunjukkan kualitasnya. Keunggulanya dapat diandalkan dan diakui secara global. Sebagai buktinya, beberapa negara lain telah menggunakan alutsista buatan Indonesia.
Salah satu alutsista yang menonjol dengan perkembangan teknologi yang cukup pesat adalah kapal perang produksi PT PAL Indonesia. Prestasi anak bangsa dalam menciptakan kapal perang merupakan sebuah pencapaian yang patut diapresiasi.
Ini adalah bukti bahwa putra putri bangsa Indonesia telah mencapai kemajuan di bidang keahlian perkapalan perang. Mulai dari kemampuan di bidang perancangan, pemasangan instalasi, serta mekanisme permesinan. Serta strategi pengadaan material baik dari pertimbangan teknis dan ekonomis.
Di awal tahun 2016, PT PAL Indonesia berhasil menyelesaikan kapal perang Perusak Kawal Rudal (PKR) Sigma Class 105.
Kapal PKR Sigma 105 merupakan kapal perusak rudal pertama yang dibangun di Indonesia. PT PAL memproduksi PKR Sigma 105 yang merupakan kapal pesanan dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Kapal pertama diberi nama KRI Raden Eddy Martadinata, akan diserahterimakan kepada Kementerian Pertahanan pada Januari 2017.
Sedangkan kapal kedua yang diberi nama KRI I Gusti Ngurah Rai masih dalam proses pengerjaan di dermaga divisi kapal niaga PT PAL Indonesia.
Selain memproduksi kapal perang untuk digunakan sendiri, PT PAL Indonesia juga memproduksi dan mengekspor kapal perang pesanan negara lain. Kapal perang yang dipesan negara lain itu adalah kapal perang jenis Strategic Sealift Vessel (SSV).
Kapal perang yang diproduksi saat ini merupakan kapal perang pesanan Filipina. Tidak hanya satu, negara tetangga itu bahkan memesan dua kapal SSV sekaligus. Setelah Filipina, ada Malaysia dalam antrian yang juga memesan kapal aejenis. Hal ini membuktikan tenaga ahli dalam negeri mampu bersaing dengan ahli-ahli dari negara maju dalam memproduksi kapal perang.
Kapal SSV ini merupakan pengembangan dari kapal perang sejenis yang juga pernah diproduksi PT PAL Indonesia, yakni Landing Platform Dock (LPD) 125 meter.
Bentuk pengembangannya antara lain teknologi yang lebih terbaru, mesin penggerak yang lebih halus, serta daya angkut kendaraan yang lebih banyak.
Sementara dari Pindad dilaporkan bahwa Direktur Utama PT Pindad, Abraham Mose, mengatakan saat ini 80 persen produk Pindad dipasarkan di dalam negeri. Sisanya 20 persen diekspor ke berbagai negara. Di era pasar bebas saat ini, ia ingin melebarkan pangsa pasar ekspor mencapai 40 persen dari total produksi.
“Kami harapkan komposisinya 60 persen pasar dalam negeri dan 40 persen ekspor, tapi bukan berarti yang domestik turun, tapi pasar ekspornya naik menjadi 40 persen,” kata Abraham kepada wartawan di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.
Ia menyebutkan, beberapa produk PT Pindad seperti tank, panser, dan senjata. Sedangkan produk di luar bidang militer antara lain alat berat seperti ekskavator. Untuk meningkatkan ekspor, PT Pindad melakukan kerja sama dengan vendor-vendor maupun pabrikan yang lebih maju.
Perusahaan akan bekerja sama dengan vendor yang telah memiliki bahan yang belum dimiliki Pindad atau sebaliknya. Terlebih di era MEA, menurutnya perusahaan harus berkompetensi dari kesiapan SDM, kemampuan berinovasi, dan dari kesiapan sertifikasi keahlian. “Saat ini kami menjajaki beberapa negara tujuan ekspor yang diperbolehkan untuk dilakukan ekspor, tentunya atas seizin Kementerian Pertahanan,” ujarnya.
Di samping itu, PT Pindad juga gencar melakukan promosi agar produknya diminati negara lain. Salah satu caranya dengan mengikuti kejuaraan tingkat internasional. Ia menyebut, senjata buatan Pindad telah berhasil meraih gelar juara sebanyak sembilan kali di tingkat internasional.
Abraham menambahkan, produk-produk Pindad menggunakan bahan baku 60 persen dari lokal, sisanya 40 persen masih impor. Bahan baku yang impor tersebut misalnya pelat-pelat besi khusus yang memang belum diproduksi di dalam negeri, serta bahan-bahan spesifik yang belum tersedia di dalam negeri.
Meski demikian, Pindad terus berupaya agar komponen dalam negeri (TKDN) menjadi 100 persen sesuai dengan arahan Presiden RI. Salah satu caranya dengan melakukan substitusi impor. Ada beberapa produk yang dibuat dengan material dalam negeri. Selain itu, produk yang tidak dituntut spesifikasi tinggi kemudian menggunakan plat-plat baja dan besi dari PT Krakatau Steel.
“Ada yang untuk pola-pola operasional itu kita sudah produksi dalam negeri. Tapi ada beberapa hal yang menuntut spesifikasi tinggi mau tidak mau komponen kita impor,” ujarnya. (ret)