Lagi, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Perkara Kecelakaan Lalulintas

Lagi, Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Perkara Kecelakaan Lalulintas

MEDAN,(PAB)----

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan perkara setelah sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto yang diwakili Wakajati Drs. Joko Purwanto, SH didampingi Aspidum Kejati Sumut Luhur Istighfar, SH,MH bersama para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut melakukan ekspose perkara kepada JAM Pidum Kejagung Dr Fadil Zumhana melalui  Plh. Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Direktur TP Oharda) Agnes Triani,SH,MH serta para Kasubdit dan Koordinator pada JAM Pidum Kejagung RI dari ruang vicon lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan, Selasa (24/10/23).

Menurut Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos A Tarigan,SH,MH bahwa perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan Perja No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Pendekatan Keadilan Restorative atau Restorativa Justice berasal dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu.

Adapun tersangkanya adalah atas nama Herman Mikael Pardede dan korbannya adalah anak-anak usia 6 tahun. Dimana, tersangka melanggar Pasal 310 ayat (3) UU RI No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kronologisnya adalah, tersangka Herman Mikael Pardede pada awalnya tidak mengetahui kalau di jalan tersebut ada anak-anak yang melintas ke badan jalan karena disekitarnya ditumbuhi rumput sekitar 1 meter, jadi korban tidak kelihatan. Saat berkendara naik sepeda motor dan berboncengan dengan isterinya, Herman tidak sengaja menabrak anak tersebut dan terpaksa dibawa ke rumah sakit dan dirujuk sampai ke salah satu rumah sakit di Medan. Kondisi anak sudah semakin membaik setelah dilakukan pengobatan.

"Setelah disetujui perkaranya dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif, antara tersangka dan keluarga korban tidak ada lagi dendam dan tersangka mengakui kesalahan dan kelalaiannya dalam berkendara," papar Yos A Tarigan.

Kemudian, Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.

"Masyarakat merespon positif proses perdamaian ini, dimana antara tersangka dan korban tidak saling kenal dan proses perdamaian diantara keduanya telah membuka sekat agar tercipta harmoni antar sesama," tandasnya.

"Proses perdamaian antara korban dan tersangka disaksikan tokoh masyarakat, jaksa penuntut umum, keluarga kedua belah pihak dan penyidik dari kepolisian," tegasnya. (Rat)

Berita Lainnya

Index