Terkait Hak Imunitas Lihat UU MD3 dan UU Pokok Pers

Terkait Hak Imunitas Lihat UU MD3 dan UU Pokok Pers

Jakarta, (PAB)----

Hingar bingar soal  disahkannya revisi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) menjadi perbincangan banyak pihak, tak saja politisi, tapi rakyat awam pun ikut nimbrung mengomentarinya.

Pro kontra di negeri yang katanya demokrasi ini memang sah sah saja. Soal siapa yang benar dan siapa yang salah, tak satu pakar pun yang bisa menjabarkannya. Sebab semua pakar di negeri ini mengaku paling benar.

Satu pihak menilai ada dua pasal yang ditetapkan dalam UU itui bukan saja bertentangan dengan prinsip demokrasi yang kita anut. Bahkan, pada tingkat tertentu juga menghidupkan sesuatu yang di batalkan normanya oleh Mahkamah Konstitusi.

Pasal yang dimaksud  adalah Pasal 122 huruf k yang menyatakan bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Kalau kita dalami  norma Pasal 122 huruf k terkait dengan pemidanaan penghinaan pejabat negara. Sebenarnya, norma yang sama sudah dibatalkan MK dalam konteks penghinaan terhadap presiden.

Selain itu, Pasal 245 yang mengatur bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dahulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.

Norma pasal itu juga telah dibatalkan oleh MK pada 2015. Kini, DPR justru menghidupkan kembali pasal tersebut pada UU MD3. Melalui putusannya, MK mempertimbangkan prinsip kesamaan di depan hukum sehingga pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum tidak perlu izin MKD.

Selain dua pasal itu, UU MD3 juga dinilai telah mengubah fungsi MKD. Alasannya, MKD diberikan kewenangan untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Padahal, sejak awal dibentuk, MKD bertugas mengawasi perilaku anggota dewan sehingga martabat DPR sebagai lembaga bisa terjaga. Sekarang MKD tidak lagi dimaksudkan dalam kerangka menjaga etika dewanya tetapi berkembang menjaga anggota DPR jangan sampai dihinakan oleh publik.

Samakah UU MD3 dengan UU Pokok Pers tentang hak imunitas yang profesinya dilindungi oleh undang undang? Soal hak imunitas yang dimiliki anggota DPR sempat menuai perbincangan di tengah masyarakat. Pasalnya, mereka seolah-olah memiliki kekebalan terhadap pelanggaran hukum. Kasus dugaan ujaran kebencian yang dilakukan Ketua Fraksi Partai Nasdem Viktor Laiskodat, sebagai contohnya.

Sebenarnya tidak hanya anggota DPR saja yang mempunyai hak imunitas. Ada juga profesi lainnya yang mempunyai hak imunitas, seperti wartawan, dokter, hingga pengacara. Kita lihat saja contoh pada dokter, selalu polri merujuk kepada ikatan dokter Indonesia (IDI) sebagai ahlinya, sebelum memberikan keputusan.

Beberapa profesi tertentu memang karena kekhasannya, mereka diberikan hak imunitas itu. Wartawan juga mempunyai hak imunitas. Apabila dalam pemberitaan yang dimuat ada beberapa masyarakat yang tersinggung dengan tulisannya, maka pihak kepolisian tidak langsung dapat memprosesnya.

Kita lihat dalam kasus jurnalisme. Jurnalis dilaporkan orang, ada yang merasa tersinggung terus dipidana kan enggak mau, ada UU pers. Maka ada mekanisme dewan pers.

Agaknya dua contoh inilah yang membuat DPR bersikukuh untuk membela diri bahwa anggota DPR juga punya hak sama seperti wartawan. Buktinya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo ngotot mengatakan, hak imunitas yang dimiliki anggota DPR sama seperti perlindungan terhadap wartawan dan advokat.

Bambang menilai bahwa kedua profesi tersebut dilindungi undang-undang saat menjalankan tugas, sama seperti DPR.

"Terkait pelaporan pidana, mari kita lihat UU pers dan advokat, boleh apa enggak saya melaporkan wartawan ke penegak hukum atas tugas-tugasnya? Boleh enggak? Enggak boleh. Karena Undang-Undang Pers jelas mengatur wartawan dalam pengerjaannya tidak boleh dilaporkan ke penegak hukum," kata Bamsoet.

"Sama enggak kalau DPR, DPR profesi bukan? Sama saja kan, simpel kan? Jadi tidak ada yang perlu dipersoalkan. Kalau mengkritik boleh, kalau yang enggak boleh adalah penghinaan," ujar dia.

Bambang Soesatyo menanggapi hak imunitas anggota DPR yang termaktub dalam sejumlah pasal dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ( UU MD3).

Salah satunya dalam Pasal 245 tentang pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam pemeriksaan anggota DPR yang terlibat pidana.

Karena itu, ia menilai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang melindungi wartawan sama seperti Undang-Undang MD3 yang melindungi DPR dalam menjalankan tugasnya.

Bahkan, tutur Bambang, advokat pun dilindungi dalam menjalankan profesinya melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

"Setiap profesi harus mendapatkan perlindungan hukum, termasuk anggota dewan," ucap Bambang.

Sebelumnya, DPR dan pemerintah sepakat bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dipertimbangkan MKD terlebih dulu sebelum dilimpahkan ke Presiden untuk pemberian izin bagi aparat penegak hukum.

Klausul itu menjadi kesepakatan antara pemerintah dan DPR dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait Pasal 245.

Ketua DPR, Bambang Soesatyo  atau Bamsoet mengatakan, pasal pemidanaan terhadap perorangan atau badan usaha, karena merendahkan kehormatan DPR tak perlu dipersoalkan. Sebab, DPR tetap menerima kritik.

"Jadi, tidak ada yang perlu dipersoalkan. Kalau mengkritik boleh, kalau yang enggak boleh adalah menghina," kata Bamsoet di gedung DPR, Jakarta, Selasa 13 Februari 2018.

Ia pun mengingatkan di beberapa negara ada pasal sejenis, seperti menjaga kewibawaan lembaga negara seperti contempt of court. Sementara itu, di DPR RI diatur contempt of parliament.

"Setiap profesi harus mendapatkan perlindungan hukum, termasuk anggota Dewan. Perlindungan ini juga telah dimiliki oleh wartawan sebagaimana diatur dalam UU Pers No. 40 tahun 1999," kata Bamsoet.

Ia melanjutkan, wartawan dalam menjalankan tugasnya tidak dapat dipanggil oleh polisi, tetapi dapat dipanggil oleh Dewan Pers. Selain pers, contoh lainnya misalnya hak imunitas juga dimiliki oleh advokat dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2003.

"Wartawan kalau kamu dikritik, marah apa enggak, kalau kamu dihina marah. Nah, siapa yang akan membela kehormatan kamu? Dewan pers kan, itulah jawabannya. Terkait pelaporan pidana, boleh apa enggak saya melaporkan wartawan ke penegak hukum atas tugas-tugasnya? Enggak boleh," kata Bamsoet.

Menurutnya, UU Pokok Pers jelas mengatur wartawan dalam pengerjaannya tidak boleh dilaporkan ke penegak hukum. Tetapi, harus dilaporkan ke dewan pers dan melakukan pembelaan di dewan pers.

"Sama enggak kalau DPR, DPR profesi bukan? Sama aja kan, simpel kan. Sama, kalau ada yang menghina, saya akan tuntut, itu hak dasar saya, saya akan melapor ke Dewan Pers, atau Dewan Pers membela saya untuk melapor ke aparat penegak hukum karena ada yang telah menghina saya. Bukan hanya DPR, tetapi setiap profesi memerlukan perlindungan atas kehormatannya, karena beda penghinaan sama kritik," kata Bamsoet. (rdk)

 

 

Berita Lainnya

Index