MEDAN, PAB----
Ditengah desakan masyarakat dan gencarnya pemerintah Indonesia berupaya mereformasi Polri secara holistik melalui tim Percepatan Reformasi Polri yang dilantik Presiden Prabowo pada 7 November 2025, publik lagi-lagi dikejutkan dengan atraksi-atraksi hukum yang dilakukan Polri.
Dalam keterangan pers disampaikan Ketua LBH Medan Irvan Saputra SH MH, Sabtu (13/12/25), mereka menuding kali ini tidak tanggung-tanggung atraksi itu dimainkan/atau diperankan langsung oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo.
"Orang nomor satu di tubuh polri ini membuat kejutan dengan menerbitkan Perpol Nomor: 10/2025 tentang polri dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian/lembaga. Perpol yang diterbitkan 9 Desember 2025 secara hukum bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait larangan anggota polisi aktif menduduki jabatan sipil," papar realease pers LBH Medan ini.
Dikatakan Irvan Saputra, perlu diketahui MK telah memutus pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, dalam hal ini Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Polisi Nomor 2 Tahun 2022. Putusan MK secara tegas dan jelas menyatakan jika anggota polri aktif tidak bisa menduduki jabatan sipil.
Perpol 10/2025 juga dikritik keras dua pakar hukum tata negara terbaik di Indonesia yaitu Prof. Mahfud MD dan Feri Amsari, Prof. Mahfud secara tegas menyatakan Perpol 10/2025 bertentangan dengan putusan MK yang bersifat final and binding (final dan mengikat) sejak diputuskan.
Dia menuding, selain bertentangan dengan putusan MK putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 terkait larangan anggota polisi aktif menduduki jabatan sipil, Prof. Mahfud yang merupakan Ketua MK periode 2008-2013 menilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 itu bertentangan dengan Undang-Undang ASN.
UU ASN mengatur bahwa pengisian jabatan ASN oleh polisi aktif diatur dalam UU Polri, sedangkan di UU Polri sendiri tidak mengatur mengenai daftar kementerian yang bisa dimasuki polisi aktif.
Senada dengan Prof. Mahfud, Feri Amsari juga mengatakan jika Perpol 10/2025 bertentangan dengan putusan MK, ia menyatakan bahwa tidak diperkenankan anggota polisi aktif untuk berada di ruang kekuasaan masyarakat sipil, baik terhadap jabatan struktural maupun non-struktural.
Adapun ke-17 kementerian/lembaga yang dapat diduduki polisi aktif adalah: 1. Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan 2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 3. Kementerian Hukum 4. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan 5. Kementerian Kehutanan 6. Kementerian Kelautan dan Perikanan 7. Kementerian Perhubungan 8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) 9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional 10. Lembaga Ketahanan Nasional 11. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) 13. Badan Narkotika Nasional (BNN) 14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 15. Badan Intelijen Negara (BIN)16. Badan Siber Sandi Negara (BSSN) 17. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menyikapi hal tersebut, lanjut Irvan Saputra, LBH Medan menilai penerbitan perpol 10/2025 tidak hanya bertentangan dengan putusan MK tetapi secara prinsip telah bertentangan dengan prinsip Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Prinsip negara hukum menegaskan jika setiap orang harus taat dan tunduk dengan aturan hukum yang berlaku, tetapi prinsip ini secara cetho welo-welo/terang-benderang ditabrak Kapolri Jendaral Listyo Sigit Prabowo dengan memaksakan anggota polri bisa menduduki jabatan sipil.
"LBH Medan menilai, Kapolri telah membuktikan perkataannya pada tahun 2022 lalu yaitu Ikan busuk mulai dari kepala artinya permasalahan di institusi/ lembaga terjadi mulai dari Pimpinannya," tegasnya.
Saat itu Kapolri menyampaikan kepada bawahannya jika pemimpin harus menjadi teladan dan contoh yang baik bagi anggota/bawahannya, harus taat aturan dan profesional.
Tetapi kali ini menurut LBH Medan Kapolri menjilat ludahnya sendiri. LBH Medan menilai dewasa ini permasalahan ditubuh polri saat ini ada pada Kapolri sebagai pemimpin tertinggi. Bukan tanpa alasan terbitnya perpol 10/2025 menggambarkan jika Kapolri tidak memberikan keteladanan kepada bawahannya dan telah melukai hati rakyat.
Tidak hanya itu Kapolri juga sebelumnya membuat atraksi hukum dengan membuat tim percepatan reformasi polri internal yang dipimpin jenderal-jenderal tubuh polri atau mendahului Presiden Prabowo yang seyogiyanya menyatakan akan membentuk Tim Reformasi Polri (Kapolri Offside).
Maka, Kapolri terlama pasca reformasi ini sudah selayaknya diberhentikan. Secara tegas LBH Medan Mendesak Presiden Prabowo untuk memberhentikan Kapolri dari Jabatanya sebagai bentuk keseriusan Presiden melakukan Reformasi Polri.
Sejatinya Perpol 10/2025 bertentang dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham), ICCPR.