Hakim PN Medan Keluarkan Elviera, PH Mujianto Juga Bermohon Kliennya Dikeluarkan Dari Penjara

Hakim PN Medan Keluarkan Elviera, PH Mujianto Juga Bermohon Kliennya Dikeluarkan Dari Penjara

MEDAN,(PAB)----

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan  diketuai Immanuel Tarigan melanjutkan persidangan terdakwa Elviera selaku notaris  yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi (tipikor) senilai Rp, 39,5 Miliar, Terlihat dalam persidangan, Notaris Elviera hadir secara Offline di ruang sidang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan, Rabu (10/8/22).

 

Ternyata majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan telah mengeluarkan terdakwa Elviera dari Rumah Tahanan Wanita Tanjung Gusta Medan. Keluarnya terdakwa Elviera dari Rutan Wanita tersebut, karena majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan telah mengabulkan permohonan penangguhan tahanan terdakwa oleh Tim Penasehat Hukumnya pada persidangan sebelumnya.


Bahkan Penasehat Hukum Direktur PT. Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto yang didakwa pencucian uang Rp39,5 miliar mendengar terdakwa Elviera sudah dikeluarkan dari penjara Rutan Wanita.

Tim Penasehat Hukum Mujianto juga memohon kepada Majelis Hakim yang diketuai Immanuel Tarigan (hakim sama-red) melalui eksepsi terdakwa yang dibacakan di depan persidangan, pukul 10.00 WIB, Rabu (10/8/22) agar mengabulkan permohonan penanguhan terhadap terdakwa Mujianto.


Penasehat Hukum terdakwa Surepto Sarpan dalam eksepsi yang dibacakan dihadapan hakim Immanuel dan JPU Isnayanda dari Kejati Sumut menyebutkan, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menjerat terdakwa dengan pasal pencucian uang dan korupsi itu tidak memenuhi unsur pasal 143 KUHAP.


Alasannya perbuatan yang dituduhkan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto baik tentang kesalahan prosedur pengajuan kredit di bank sehingga menimbulkan kredit macet. ”Itu semua tidak ada hubungannya dengan terdakwa,” ujar Sarpan.


Menurut dia, antara Canakya dan Mujianto memang pernah mengikat perjanjian jual beli tanah untuk membangun perumahan Takapuna Residence di Jalan Kapten Sumarsono Medan. Saat itu Canakya membeli tanah milik Mujianto seharga Rp 45 miliar dengan cicilan. Tapi akhirnya hutang Canakya tersebut sudah dilunasi 25 Juni 2012.


Tapi JPU dalam surat dakwaannya malah menguraikan kredit macet yang dilakukan terdakwa Mujianto dan Canakya berlangsung 3 Maret 2014. Padahal 2014 itu terdakwa tidak punya hubungan lagi dengan Canakya.


“Kalau pun ada kesalahan prosedur antara Canakya dengan pihak bank, itu bukan urusan terdakwa Mujianto. Sebab dikabulkan atau tidaknya permohonan kredit tergantung kreditur dan debitur dan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto,” ujar Sarpan.


Tentang tuduhan pencucian uang yang dituduhkan kepada terdakwa, kata Sarpan makin memperlihatkan surat dakwaan JPU itu semakin kabur dan tidak jelas, karena dengan bukti transfer, JPU bisa menjerat Terdakwa dengan pasal pencucian uang tanpa melibatkan Canakya Suman. JPU juga tidak melibatkan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tentang berapa besar kerugian negara yang dilakukan seseorang itu.


Menurut Sarpan, karena dakwaan JPU tidak memenuhi unsur pasal 143 KUHAP, maka selayaknya hakim menolak surat dakwaan JPU tersebut sekaligus membebaskan terdakwa dari tahanan.


Setelah pembacaan eksepsi, Penasehat Hukum terdakwa Mujianto mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Majelis hakim.


“Kami memohon hakim mengabulkan permohonan penangguhan penahanan itu karena terdakwa sakit-sakitan dan sudah usia lanjut,” ujar Sarpan.


Menyahuti  permohonan tersebut, hakim Immanuel akan mempertimbangkannya. Sehingga sidang pun ditunda sepekan mendatang untuk replik Jaksa.


Sebelumnya dalam surat dakwaan JPU Isnayanda, dijelaskan, terdakwa Mujianto melanggar Pasal 5 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.


Selain itu terdakwa dijerat pasal  2 ayat 1 Jo pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana


Menurut Jaksa, pemberian kredit KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit KMK oleh PT KAYA tidak sesuai peruntukannya yang menyebabkan negara rugi senilai Rp39,5 miliar. Usai mendengarkan pembacaan eksepsi tim Penasehat Hukum Mujianto, majelis hakim menunda sidang hingga tgl 15 Agustus 2022. (Rat)

Berita Lainnya

Index