FUI Sumut Kawal Sidang Kasus Penipuan Yang Melibatkan Pimpinan Ponpes

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:17:28 WIB

BINJAI,(PAB)-----

Pengadilan Negeri (PN) Binjai menggelar sidang perdana kasus penipuan yang melibatkan seorang santri dan pimpinan pondok pesantren (Ponpes) Kolo Saketi, Rabu (12/2/25), diruang sidang utama PN Binjai.

Sidang dipimpin langsung oleh Ketua PN Binjai, yakni sebagai hakim ketua Bakhtiar,S.H,MH. Sidang juga dibuka secara umum, nomor perkara 24/ Pid.B/2025/pnbnj, dalam agenda pemeriksaan saksi-saksi. Dengan terdakwa Rico Pratama, dan terdakwa AMR (pimpinan Pompes).

Diawal persidangan majelis hakim meminta sidang dilaksanakan secara tertutup. Mengingat ada keterangan saksi pelapor yang dianggap sangat fulgar, dengan tujuan mengindari hal-hal yang tidak diinginkan.

" Kami majelis hakim menilai ada hal-hal yang sifatnya tabu. Bisa kita lihat pada dakwaan nomor 5 untuk dibacakan dalam hati saja," ucap Bhaktiar, sekaligus meminta tanggapan dari  jaksa penuntut umum (JPU) dan penasehat hukum terdakwa.

Setelah menerima pendapat dari penasehat hukum terdakwa, sidang akhirnya dilaksanakan secara terbuka. Persidangan ini juga dikawal dan disaksikan DPW Forum Umat Islam (FUI) Sumatera Utara. Tampak puluhan anggota FUI memadati ruang sidang.

Selanjutnya, HN sebagai saksi yang juga pelapor dalam perkara ini memberikan kesaksiannya. Dia menceritakan kasus penipuan ini bermula pada tahun 2024 silam, dirinya mengantarkan anaknya ke pondok Kolo Saketi beralamat di Kec. Binjai Timur. Hal itu bertujuan agar anaknya mendapat pendidikan secara islami.

Lalu, sesampai di ponpes HN mengaku menyelesaikan biaya administrasi, sebesar 2 juta. Biaya itu dibayar secara bertahap, pembayaran pertama Rp 1 juta dan sisanya dibayar selanjutnya.

Saat berada di ponpes, berdasarkan  kesaksian HN, terdakwa Rico menawarkan pembelian mustika berbentuk batu seharga Rp 10 juta. Rico juga menjelaskan bahwa batu mustika tersebut bisa menjaga keharmonisan rumah tangga, dengan mengucapkan salawat.

Ketika itu HN belum menyadari bahwa dirinya telah masuk dalam dugaan upaya penipuan hingga menjadi korban. Saat itu ada 2 batu yang diperlihatkan Rico, berwarna merah dan ungu. Setelah mendengar bujuk rayunya terdakwa HN tertarik untuk membelinya dan memilih batu berwarna ungu dan selanjutnya diikat oleh emas menjadi liontin.

Untuk pembayaran batu seharga Rp 10 juta. Awalnya HN memberikan uang cash sebesar 
Rp 5 juta. Dan sisanya dibayar melalui via transfer. " Ada dua kali pembayaran, yang pertama cash. Dan seminggu kemudian sisanya dibayar memulai transfer, " ungkap HN dihadapan majelis hakim.

Dipersidangan hakim ketua meminta jaksa untuk menunjukan barang bukti batu mustika tersebut. Namun jaksa mengaku kalau barang bukti tersebut masih berada ditangan penyidik karena masih digunakan untuk penyelidikan. Untuk itu hakim meminta kepada JPU untuk menghadirkan barang bukti tersebut dalam persidangan lanjutan.

Ada yang menarik didalam persidangan ini, dimana majelis hakim meminta terdakwa untuk minta maaf kepada korban. Namun HN selaku korban mengaku sakit hati dan terkesan sudah memaafkan namun berharap terdakwa dapat diadili seadilnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Sementara itu, terdapat 4 orang saksi yang memberikan kesaksiannya di persidangan perdana dalam perkara penipuan ini. " ada 7 orang saksi yang dipanggilan persidangan ini namun yang datang hanya 4 orang saja," kata Siska yang juga salah satu saksi dalam persidangan.

Sekedar mengingatkan, kasus penipuan ini berujung dengan perkara kasus perzinahan yang melibatkan AMR sebagai pimpinan ponpes Kolo Saketi. Untuk persidangan perkara penipuan ini sendiri, PN Binjai akan kembali menggelar sidang pada 26 Febuari 2025, dengan agenda yang sama pemeriksaan saksi-saksi. Sedangkan untuk perkara perzinahan belum masuk kedalam tahap persidangan.

DPW FUI-SU yang mengawal persidangan ini berharap kepada majelis hakim PN Binjai nantinya dapat memutuskan hasil persidangan secara adil berdasarkan UU yang berlaku. Mereka mengawal persidangan ini dikarenakan, jangan sampai agama dijadikan kedok untuk kejahatan penipuan dan kejahatan lainnya.  

(S-T)

Terkini