Kenaikan Iuran BPJS Dinilai Tidak Tepat

Kenaikan Iuran BPJS Dinilai Tidak Tepat

Jakarta, (PAB)

Terkait dengan kenaikan iuran BPJS kesehatan, mendapat sorotan tajam anggota Komisi IX DPR RI Intan Fitriana Fauzi.

Intan menyebutkan, keputusan pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah Pandemi yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 sangatlah tidak tepat. Mengingat Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan masyarakat terkait kenaikan iuran tersebut.

"Keputusan pemerintah menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi yang dituangkan dalam Perpres 64/2020 yang secara bertahap iuran naik pada 1 Juli 2020 ini adalah tidak tepat, dan MA telah mengabulkan gugatan masyarakat tentang kenaikan iuran dan membatalkan Perpres 75/2019," ucap Intan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/6/2020).

Ditegaskannya, beleid yang diterbitkan di bulan Mei pada saat pandemic Covid-19 sangat memberatkan dan hanya membuat rakyat yang ekonominya sulit semakin susah. "Tolonglah pemerintah, lihatlah dengan mata hati kondisi rakyat saat ini. Terlebih lagi, saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian kemudian terbebani kenaikan iuran yang signifikan. Baik peserta iuran mandiri juga penerima upah," tutur Intan.

Ia mengatakan, saat ini rakyat telah terbebani  dengan berbagai iuran, diantaranya yaitu antara lain iuran BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan. "Tahun depan saat kita belum tahu ekonomi masyarakat bisa bangkit atau belum, rakyat terbebani lagi dengan iuran BP Tapera. Kalau saya ambil UMP saja di DKI, maka sebesar Rp 763.429 tersedot untuk berbagai iuran tersebut. Sisanya untuk biaya hidup dikurangi lagi tagihan air, listrik dan lain sebagainya. Belum lagi berbagai beban perpajakan sebagai PTKP dengan adanya PPh 21 dan juga PBB," paparnya.

Intan mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini mengkonfimasikan pemerintah tidak punya perencanaan yang baik. Oleh karenanya ia meminta agar Perpres 64/2020 untuk dicabut. Alasannya, lanjut intan, MA telah mengabulkan gugatan masyarakat tentang kenaikan iuran dan membatalkan Pepres 75/2019. Menurutnya, sesuatu yang sudah diputuskan oleh hukum, harus dijalankan pemerintah.

"Apalagi masyarakat akan menggugat kedua kalinya kenaikan iuran yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Kalau sampai pemerintah kalah lagi, sama saja menampar muka pemerintah yang kedua kalinya," tandas politisi dapil Jawa Barat VI itu.

Dikatakan Intan, alasan defisit anggaran hanya berdasarkan perhitungan aktuaria juga tidak bisa seenaknya dibebankan kepada masyarakat. Defisit itu harus menjadi perbaikan pemerintah. Dalam amar Putusan MA disebutkan bahwa harus dilakukan penyelesaian persoalan inefisiensi dalam pengelolaan dan pelaksanaan BPJS Kesehatan.

"Dalih menaikkan iuran karena terjadi defisit adalah tidak berdasar hukum," kata Intan. Sehingga tolok ukurnya adalah persoalan inefisiensi, tambahnya. Lembaga yang berwenang telah memberikan putusan hukum yang tujuannya demi tercapainya keadilan masyarakat dan hukum, beberapa lembaga lain juga telah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah terkait hal ini, diantaranya yakni KPK.

"DPR dalam berkali kali kesimpulan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR RI, serta Rapat Gabungan Komisi IX, Komisi XI, Komisi VIII dan Komisi II yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI juga menyampaikan rekomendasi perbaikan tata kelola ini. Sehingga seyogyanya Perpres 64/2020 tidak perlu menunggu gugatan masyarakat lagi. Jangan jadikan rakyat tumbal dari kebijakan yang tidak pro rakyat. Setop membuat kebijakan yang luar biasa blunder," tegasnya.

Intan menyampaikan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini melanggar amanat konstitusi. UUD 45, Pasal 28 ayat 1 H, menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Artinya, negara berkewajiban melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah membebani rakyat dengan menaikkan iuran.

"Kenaikan  tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 24/2011 tentang BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan bukanlah Badan Usaha, tetapi Badan Penyelenggara Publik. Sehingga pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa memperhatikan keadilan masyarakat dan hukum," pungkasnya. (RDT)

Berita Lainnya

Index