Pemilik Bangunan RS dan Universitas Efarina Langgar RTRW Bisa Dijatuhi Sanksi

Pemilik Bangunan RS dan Universitas Efarina Langgar RTRW Bisa Dijatuhi Sanksi

PEMATANGSIANTAR, (PAB) ---

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar telah memberikan pernyataan bahwa pihaknya telah menolak usulan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) terkait rencana pembangunan Rumah Sakit dan Universitas Efarina di Jln Pdt Wismar Saragih, Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar. 

Penolakan tersebut dikatakan karena tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) seperti diaturkan dalam Perda No 1 Tahun 2013 yang menyatakan bahwa lahan tersebut peruntukannya sebagai lahan pertanian.

Sebelumnya, Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Kota Pematangsiantar Ali Akbar mengatakan kalau pihaknya juga belum pernah mengeluarkan surat rekomendasi terkait alih fungsi lahan tersebut.

"Setahu dan seingat saya, kita belum pernah mengeluarkan surat rekomendasi terkait alih fungsi lahan tersebut," ujarnya.

Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pematangsiantar Hanam Soleh, Kamis (4/6/2020) melalui Kepala Bidang (Kabid) Fisik dan Prasarana Naltius Surbakti mengatakan bahwa sesuai Perda No 1 Tahun 2013, lahan dimaksud masih diperuntukkan sebagai lahan perkebunan.

Namun diakuinya bahwa saat ini sedang dilakukan revisi tekait Perda tersebut, dimana didalamnya juga tercantum perubahan fungsi lahan dari perkebunan ke lahan permukiman. Ditambahkannya bahwa revisi tersebut sudah sampai di Kementerian ATR. 

Saat ditanya perihal aturan yang berlaku terkait pemanfaatan tata ruang di Kota Pematangsiantar, Surbakti mengatakan hingga saat ini tentunya masih mengacu kepada Perda No 1 Tahun 2013 tersebut. 

Walau jelas-jelas tidak sesuai RTRW Kota Pematangsiantar, pembangunan Rumah Sakit dan Universitas Efarina kini terus berlangsung. Namun hingga saat ini belum ada instansi terkait, baik Dinas Lingkungan Hidup maupun Bappeda Kota Pematangsiantar yang melayangkan surat keberatan atas pembangunan tersebut.

Untuk pengawasan pelanggaran terkait tata ruang, Naltius Surbakti mengatakan bahwa hal itu adalah wewenang pihak Dinas PUPR Kota Pematangsiantar melalui Tim RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota).

Sesuai yang diaturkan dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap orang yang melanggar kewajiban dalam pemanfaatan ruang, dikenai sanksi administratif.

Sanksi administratif dapat berupa:
a.    peringatan tertulis;
b.    penghentian sementara kegiatan;
c.    penghentian sementara pelayanan umum;
d.    penutupan lokasi;
e.    pencabutan izin;
f.     pembatalan izin;
g.    pembongkaran bangunan;
h.    pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i.     denda administrati

Sanksi pidana bagi orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta. (MS/Red)

Berita Lainnya

Index