Sandera Ijazah Eks Mahasiswa, Politehnik Gihon Diminta Dipolisikan

Sandera Ijazah Eks Mahasiswa, Politehnik Gihon Diminta Dipolisikan
Direktur Politehnik Gihon Pematangsiantar.(Foto/tim)

PEMATANGSIANTAR, (PAB)---

Biasanya sekolah maupun perguruan tinggi yang tidak memberikan ijazah atau lebih trend dengan istilah penyanderaan ijazah lulusannya kerap dihadapkan dengan masalah ketidaklunasan uang sekolah/kuliah maupun administrasi lainnya oleh siswa maupun mahasiswa yang bersangkutan.

Namun berbeda halnya dengan yang terjadi di Politehnik Gihon di Kota Pematangsiantar. Pihak yayasan malah menyandera ijazah (SD, SMP dan SMA) mantan mahasiswanya yang disertakan saat mendaftar di perguruan tersebut.

Jelly Lumban Tobing, yang mengaku tidak ingin lagi melanjutkan perkuliahannya di Politehnik tersebut dan telah menyerahkan surat pengunduran diri dan Kartu Tanda Mahasiswa ke pihak yayasan. Namun dirinya dipersulit saat meminta ijazahnya (SD, SMP dan SMA) karena sangat mendesak untuk digunakan melamar pekerjaan. 

Buntut dari aksi penyenderaan ijazah tersebut membuat orangtua dan keluarganya meminta bantuan kepada LSM dan media mengenai penyanderaan ijazah yang dianggap dipersulit dan seakan merasa adanya usaha pemerasan karena sebelumnya disebut harus membayar Rp 3,5 juta namun berubah jadi harus bayar Rp 4,5 juta.

“Kami sudah mengadu ke LSM dan media, dengan harapan ada hasilnya,“ kata Jelly Lumban Tobing yang mengaku ijazahnya ditahan dan pihak yayasan meminta tebusan sebagai pengganti pembayaran uang kuliah.

Saat Ketua Yayasan Politehnik Gihon, J Sirait dimintai keterangannya, Selasa (19/11/2019) di ruang kerjanya mengatakan kalau pihaknya tidak pernah mempersulit bahkan menyandera ijazah seperti yang disebutkan Jelly Lumban Tobing dan keluarganya.

"Ini hanya miskomunikasi dan ada hal-hal tertentu yang sudah kita sampaikan namun hingga saat ini belum dipenuhi," ujar J. Sirait sembari menjelaskan kilas balik terbentuknya perguruan tersebut hingga memberikan pendidikan maupun perkuliahan gratis dengan harapan dapat mempekerjakan lulusannya di Jepang karena sudah menjalin hubungan baik dengan negara tersebut.

Anehnya, Direktur Politehnik Gihon yang juga bermarga Sirait walau sebelumnya sudah diarahkan Ketua Yayasan untuk membantu pengembalian ijazah dimaksud malah terkesan mempersulit dan mengatakan kalau pihaknya bersikeras tidak memberikan dan tetap akan menyandera ijazah dimaksud sebelum memenuhi apa yang telah ditetapkan sebagai aturannya.

Sang Direktur ini bersikeras agar biaya-biaya seperti disebutkan diawal pembicaraannya dengan pihak keluarga Jelly Lumban Tobing agar segera dilunasi atau jika tidak mampu untuk menyertakan surat keterangan miskin dari Lurah atau Kepala Desa dari mahasiswa yang bersangkutan.

Ketua NGO TOPAN-AD Kabupaten Simalungun, Wesly Saragih yang juga ikut dalam mendampingi Jelly Lumban Tobing menyarankan agar penyanderaan ijazah ini segera dilaporkan ke pihak kepolisian karena penyanderaan ijazah ini dinilai tidak memiliki dasar hukum.

Wesly mengatakan bahwa kejadian ini merupakan tindakan pembodohan, karena Ketua Yayasan telah menjelaskan kalau pihaknya telah membebaskan uang kuliah. Malah Direkturnya meminta untuk pelunasan uang ini itu.

"Sebaiknya ini dilaporkan, jelas-jelas ini pembodohan. Disebut gratis tapi malah ijazah ditahan karena tidak membayar uang kuliah," sebut Wesly dengan kesal.

Menurut Wesly, pihak Politehnik Gihon tidak punya alasan untuk menyandera ijazah tersebut walau sekiranya mahasiswa bersangkutan tidak membayarkan uang sebagaimana disebut pihak Gihon karena disamping sudah tidak kuliah di Gihon, ijazah yang ditahan juga tidak keluaran Politehnik Gihon. 

"Tidak ada alasan penahanan ijazah tersebut, disamping Jelly Lumban Tobing bukan lagi mahasiswanya, ijazah tersebut juga bukan keluaran Politehnik Gihon," ujar Wesly mengakhiri. (Team/Red)

Berita Lainnya

Index