Putusnya Jembatan di Marubun Jaya Salahkan dan Serukan Usir PTPN IV Disebut Tidak Tepat

Putusnya Jembatan di Marubun Jaya Salahkan dan Serukan Usir PTPN IV Disebut Tidak Tepat
Jembatan yang putus di Marubun Jaya.(Foto/MS)

SIMALUNGUN,(PAB)---

Beredarnya pemberitaan di beberapa media cetak dan media online terkait putusnya jembatan pada jalan utama Siantar - Tanah Jawa tepatnya di Nagori (desa-red) Marubun Jaya, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara yang menyebut disebabkan banjir pengaruh Kebun Kelapa Sawit PTPN 4 Unit Kebun Marihat.

Tudingan tersebut dianggap hanya sumber persoalan baru bagi masyarakat dan tidak bisa membuat solusi. Apalagi sampai disebut-sebut agar PTPN IV lebih baik angkat kaki dari Kabupaten Simalungun.

LSM TOPAN-RI Sumatera Utara melalui Komandan Divisi Intelijen dan Investasi Simon Nainggolan selaku lembaga yang intens melakukan tugas control sosial sebagaimana salah satu fungsinya terhadap perusahaan milik pemerintah di bawah naungan Kementerian BUMN termasuk PTPN IV sebagai salah satu yang memberi kontribusi dan sumber pendapatan Negara Republik Indonesia. 

Menurut Simon Nainggolan, kalau seruan angkat kaki PTPN IV bukan merupakan solusi dan jauh dari harapan. Jika seruan itu terkait banjir di wilayah areal Kebun Marihat, penyebabnya harus diteliti lebih mendalam dan mencari solusi terbaik untuk seluruh masyarakat.

"Kalaulah ada suatu bidang keilmuan resmi mengeluarkan sertifikat, bahwa dengan angkat kakinya PTPN IV maka banjir tidak terjadi. Boleh jadi seruan tersebut dipertimbangkan," kata Simon Nainggolan di salah satu warkop sekitaran Perdagangan, Kecamatan Bandar,  Kabupaten Simalungun, Sabtu (9/11/2019). 

Ditambahkannya, bahwa faktanya keberadaan Kebun Marihat sudah sejak dulu, hingga kini berumur puluhan bahkan ratusan tahun lamanya. Atas Temuan BPK, ternyata sudah ada realisasi proyek terkait penanganan banjir di wilayah Kebun Marihat dengan membangun tembok pengalihan air berbiaya senilai hampir Rp. 3 Milyar.

"Persoalan banjir, kenapa saat ini pula PTPN IV diributkan sebagai penyebabnya? Padahal di lokasi banjir itu ada proyek penanggulangan bencana. Dibuktikan hasil temuan LHP BPK terhadap keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun tahun anggaran 2017 yang lalu," lanjut Simon Nainggolan memperlihatkan photocopy LHP BPK RI, Provinsi Sumatera Utara.

Saat ini, sebut Simon bahwa anggaran proyek penanggulangan bencana membangun tembok dan saluran pengalihan air tidak sampai 5 tahun sudah hancur. Dampak tingginya debit air yang mengalir mengakibatkan kerusakan parah ruas jalan Pematangsiantar jurusan ke Tanah Jawa bahkan putus total akibat longsor. 

"Masih seumur jagung sudah hancur, sia sia dibangun tembok dan saluran air. Uang rakyat digunakan untuk pembangunan, akibat gagal fungsi masyarakat sangat dirugikan," tegasnya.

Selanjutnya Simon mengatakan, realisasi pembangunan tembok dan saluran pengalihan air sudah merupakan solusi baik dan benar. Akan tetapi dalam pelaksanaan diduga sarat penyimpangan, maka diharapkan pihak eksekutiflah yang berperan demi kepentingan masyarakat. Berserulah, berdaya guna dan berjuanglah demi kepentingan masyarakat

"Bila pemerintah menggunakan anggaran yang notabene uang rakyat, kenapa hal ini dibiarkan atau sengaja pembiaran? Sebaiknya tidak mencari kambing hitam, apalagi maling teriak maling. Sebab kambing hitam bukan berarti maling demikian juga maling belum tentu kambing," tutup Simon Nainggolan tersenyum simpul. 

Terpisah, Rudi Samosir Direktur Lembaga Lingkar Rumah Rakyat (LRR) Indonesia, Sumatera Utara menanggapi sebaiknya proyek ini yang dipertanyakan lebih detail kepada pihak eksekutif sebagai pelaksana, pengguna dan penanggung jawab anggaran. Sebagai pelaksana pekerjaan harus bertanggungjawab, menyangkut jasa konstruksi terkait mutu dan daya tahan diatur oleh undang-undang yang berlaku. 

"Tembok penahan dan saluran pengalihan air tidak berfungsi semestinya bahkan saat ini sudah hancur. Tentunya dengan kondisi ini diduga proyek itu dikerjakan asal jadi tanpa pengawasan oleh pihak pelaksana," ujar Rudi Samosir. 

Selanjutnya, sesuai dengan bukti-bukti fotocopy LHP BPK maka lembaga Lingkar Rumah Rakyat Indonesia Provinsi Sumut akan menyurat pihak terkait atas realisasi proyek penanggulangan bencana dengan pembangunan tembok pengalihan yang dilaksanakan oleh Dinas BPBD Kabupaten Simalungun. Hasil temuan sesuai laporan BPK yaitu kerusakan bernilai sekitar Rp 157 juta dan kekurangan volume Rp 229 juta lebih maka indikasi mutu bangunan diduga tidak sesuai dengan bestek sehingga daya dan kekuatan tidak maksimal dikerjakan.

"Tidak akan bertahan lama sebuah bangunan yang dikerjakan tidak sesuai standar dan tidak bermutu. Kita tindak lanjuti melalui surat resmi kepada pihak terkait, tahap awal kita minta penjelasan atau klarifikasinya," ujar Rudi Samosir mengakhiri.

Anggota DPRD Kabupaten Simalungun Hendra Sukmana Sinaga saat dimintai komentarnya menyebutkan, pihak PTPN IV harus bertanggungjawab atas galian lubang yang dilakukan oleh pihak perkebunan dalam rangka pengamanan aset perusahaan tanpa memperhitungkan dan mempertimbangkan resiko yang akibat galian di areal perkebunan terlebih disaat musim penghujat seperti saat ini.

"Atas dasar inilah pihak PTPN IV diminta bertanggungjawab, membuat galian parit di areal kebun dengan dalih selamatkan aset, akhirnya musibah ini merugikan masyarakat," terang Politisi Partai PPP Kabupaten Simalungun ini.

Ditambahkannya, jika menghimbau agar pihak PTPN IV segera bertindak melakukan perbaikan atas kerusakan ruas jalan dan terkait seruan "PTPN IV angkat kaki dari Simalungun" menurutnya bukanlah sebuah solusi yang baik.

"Kalau seruan PTPN IV angkat kaki dari Simalungun ini juga bukanlah jalan keluarnya. Terkecuali telah merugikan masyarakat, pihak PTPN IV sama sekali tidak bertanggungjawab melakukan perbaikan," sebut Hendra Sukmana Sinaga mengakhiri. (MS/Red)

Berita Lainnya

Index