Riau Butuh Pemimpin Jujur

Riau Butuh Pemimpin Jujur

Riau Butuh Pemimpin Jujur
Oleh: Karno raditya

Masyarakat provinsi Riau, saat ini mulai harap-harap cemas, siapakah nantinya pasangan calon gubernur yang akan memimpin lima tahun ke depan. Akan tetapi siapa pun gubernur dan wakilnya, rakyat Riau hanya menginginkan pemimpin yang amanah dalam mengemban jabatannya.

Provinsi Riau, sempat mendapat julukan provinsi yang mampu membuat "Hattrick". Bukan prestasi yang membanggakan, tapi prestasi yang justru memalukan. Ini akibat tiga kali secara berturut turut gubernurnya  masuk penjara.

Ketiga Gubernur Riau yang ditahan KPK, mulai dari Saleh Djasit, Rusli Zainal hingga Annas Maamun. Ketiganya terjerat kasus korupsi berbebda. Saleh terjerat kasus pengadaan Mobil Kebakaran di masa Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno. Sedangkan Rusli Zainal dan Annas Maamun, terjerta kasus suap dan korupsi pemberian izin di sektor Kehutanan di Riau.

Pada Pilgub 2018 mendatang, seluruh rakyat Riau mendambakan pemimpin yang bisa memberi berubahan. Mampu mensejahterakan rakyat, meningkatkan perekonomian dan yang didambakan kaum muda adalah  pemimpin yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan.

Menurut catatan penulis, hingga akhir Juni 2017 lalu, angka pengangguran di Riau mencapai lebih dari 500 ribu orang. Tak berlebihan jika pada Pilgub mendatang rakyat Riau berharap menemukan sosok pemimpin yang lebih baik dari sebelumnya.

Riau memiliki perjalanan panjang sampai akhirnya menyadi provinsi. Provinsi Riau terbentuk tahun 1957 dengan Tanjung Pinang sebagai ibukota sementara. Dikemudian hari ibukota Riau dipindah ke Pekanbaru. Tokoh yang menduduki jabatan gubernur Riau pertama adalah S.M. Amin.

Sejarah di Riau  terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Sejumlah ahli sejarah berpendapat bahwa kerajaan ini berpusat di Palembang karena disana ditemukan prasasti peninggalan Sriwijaya. Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di Muaratakus (Riau). Masa kajayaan Kerajaan Sriwijaya adalah antara abad ke 11 sampai abad ke 12. ketika itu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi seluruh wilayah Indonesia bagian barat dan seluruh Semenanjung Melayu.

Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan besar adalah Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14. Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan Muhammad Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak lepas dari peran panglima angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.

Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka ditaklukan oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian membangun kerajaan baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi Kelantan, Perak, Trenggano, Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar, Siak, dan Rokan.

Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah I merencanakan untuk melancarkan serangan  balasan terhadap Portugis di Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan berturut-turut tahun 1515, 1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak berhasil menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.

Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh putranya, yaitu, Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan melawan Portugis. Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit.

Selain itu, Kerajaan Melayu juga terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan Aceh. Hubungan antara Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin kerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan antara kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang meninggal dunia tahun 1636.

Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Pada bulan Juni 1640, Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.

Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal 30 Oktober 1784, Kerajaan Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu kemudian mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan Melayu.

Sebagai mana daerah lain di Indonesia, di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme. Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah pimpinan Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan, Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya, yaitu, Tuanku Imam Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Dia kemudian menyingkir ke Malaka dan menetap di daerah Seremban.

Selain tuanku Tambusai, masih banyak tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap kolonoalisme Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan Belanda. Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar Sulung yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di Muara Mahat (1898), dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904). Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat diredam, Belanda semakin menancapkan kekuatannya di Riau.

Awal abad ke 20 merupakan era munculnya semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri Serikat Dagang Islam di Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930 berdiri Serikat Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah.

Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin sengsara karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan yang sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian rakyat dirampas dan penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.

Kabar tentang proklamasi kemerdekaan sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945, namun  teks lengkapnya baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah mengetahui dengan pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan senjatanya dan belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan.  Baru pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan, sejak hari tiu, pekik kemerdekaan terdengar diseluruh pelosok Riau.

Di awal kemerdekaan, Riau tidak langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari provinsi Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Baru pada tahun 1957, status Riau meningkat menjadi Provinsi.

Dalam perjalanan panjangnya itu, sebagian besar rakyat Riau mengaku belum menikmati hasil kejayaan tanah "Lancang Kuning" tersebut, sehingga di Pilgub 2018 mendatang, rakyat Riau berharap bisa menemukan sosok pemimpin yang akuntabilitas,  kredibel, jujur dan amanah.

Dari sejumlah bakal calon yang akan mengikuti Pilgubri, ada nama Lukman Edy (anggota DPR), Edy Tanjung (anggota DPR) dan Instiawati Ayus (anggota DPD) . Sementara balon lainnya merupakan gubernur dan bupati yang masih aktif menjabat seperti Arsyadjuliandi Rahman (Gubernur Riau), Syamsuar (Bupati Siak), Harris (Bupati  Pelalawan) dan Yopi Arianto (Bupati Inhu), Irwan Nasir (Bupati Kepulauan Meranti).

Dari sekian banyak gubernur yang pernah memimpin Riau, tentu ada sosok pemimpin yang dinilai  masyarakat patut diteladani. Siapakah merekan diantara nama-nama berikut ini?

1.Mr. S.M. Amin Periode 1958 – 1960
2.H. Kaharuddin Nasution Periode 1960 – 1966
3.H. Arifin Ahmad Periode 1966 – 1978
4.Hr. Subrantas.S Periode 1978 – 1980
5.H. Prapto Prayitno (Plt) 1980
6.H. Imam Munandar Periode 1980 – 1988
7.H. Baharuddin Yusuf (Plh) 1988
8.Atar Sibero (Plt) 1988
9.H. Soeripto Periode 1988 – 1998
10.H. Saleh Djasit Periode 1998 – 2003
11.H.M. Rusli Zainal Periode 2003 - September 2008 dan periode November 2008
12.H. Wan Abubakar MSi Periode September 2008 - Nopember 2008 (Plt. Gubernur, karena Gubernur incumbent mengundurkan diri mengikuti Pilkada Gubernur Riau periode 2008 - 2013)
13.H. M. Rusli Zainal Periode 2008 - 2013
14.Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA (Plt) Periode 2013 - 2014
15.Drs. H. Annas Maamun Periode 2014 - 2014
16.Ir. Arsyadjuliandi Rachman. MBA Periode 2014 - Sekarang

Masyarakat Riau sangat berharap, kelak pemimpin yang terpilih tidak terlibat dalam kasus korupsi. Sebab Riau cukup dikenal dengan kasus korupsinya,sehingga merusak citra Provinsi Riau. Citra buruk tersebut kelak dapat diubah dengan terpilihnya pemimpin yang jujur dan amanah.

Rakyat Riau memang patut gundah. Pasalnya tingkat kejahatan korupsi di Riau relatif cukup tinggi. Penulis mencatat, periode Januari-Juni 2017, Kejati Riau sudah memproses 32 Kasus Tipikor

Dari 32 perkara itu, 16 di antaranya ditangani Kejati Riau. Lalu, ada tiga masing-masing ditangani Kejari Kampar, Pelalawan, dan Kuantan Singingi, serta dua di Indragiri Hulu.  Sedangkan di Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak Bengkalis ada satu perkara.

Sementara itu, untuk kasus perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU), tiga kasus yang disidik ditangani oleh Kejati Riau. Kemudian untuk perkara pada tahap penuntutan sudah dilimpahkanke pengadilan pada Januari-Juni sebanyak 48 berkas.

Jumlah tersebut merupakan hasil penyidikan dari Kejati Riau dan jajaran kepolisian. Komposisinya seimbang, yakni masing-masing 24 dari kejati dan jajaran Kepolisian Daerah Riau dengan jumlah terdakwa sebanyak 56 orang.

Para terdakwa tersebut terdiri dari 34 aparatur sipil negara dan di dalamnya ada kepala dinas dan badan. Kemudian anggota DPRD satu, karyawan badan usaha milik negara empat orang,anggota polisi satu, pensiunan ASN tiga, wiraswasta 12 orang, dan honorer  sebagai terdakwa.

Selanjutnya untuk perkara yang sudah masuk dalam tahap eksekusi se-Riau sudah ada 45 menjadi narapidana, di antaranya tahanan menjadi napi maupun penangkapan terhadap buronan untuk dijebloskan ke penjara.(*****)



 

Berita Lainnya

Index