Prabowo-Sandi Ngomong soal Beban Utang Orang RI, Apa Kata Kemenkeu?

Prabowo-Sandi Ngomong soal Beban Utang Orang RI, Apa Kata Kemenkeu?

JAKARTA,(PAB)----

Calon Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa setiap bayi yang baru lahir di Indonesia langsung menanggung utang Rp 9 juta. Sementara wakilnya Sandiaga Uno sebut bahwa kini semua anak Indonesia harus menanggung utang Rp 13 juta.


Menurut pihak Kementerian Keuangan, pasangan itu salah dalam melihat beban utang suatu negara. Seharusnya beban utang dilihat berdasarkan pendapatan operasional.

"Beban utang pada sebuah perusahaan tidak bisa dihitung dari berapa jumlah pegawainya, tapi dilihat dari pendapatan operasionalnya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Nufransa Wira Sakti dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/1/2018).

"Utang hanyalah bagian dari APBN secara keseluruhan. APBN bukan tujuan, APBN adalah alat/instrumen. Tujuan utama kita semua dalam penggunaan APBN adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial, mengurangi kemiskinan, sehingga dapat tercapai masyarakat yang adil dan makmur," tutupnya. 
Menurut Nufransia, penghitungan utang per kapita tidak ada hubungannya dengan kemampuan membayar utang. Kemampuan membayar utang dilihat dari penghasilan sebuah negara, yang dalam suatu negara dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB). 

"Dengan analogi yang sama, ketika kita meminjam uang di Bank, tidak akan ditanya berapa jumlah anak kita tapi berapa penghasilan yang diperoleh," tambahnya.

Dia juga menegaskan bahwa tidak ada hubungannya antara utang per kapita dengan utang per masyarakat di Indonesia yang baru lahir. Sebab bukan berarti bahwa tiap penduduk Indonesia harus membayar utang tersebut. Sebab utang tersebut tetap dibayarkan oleh Pemerintah dan tidak dikelola oleh masing-masing penduduk Indonesia. 

"Berbeda halnya dengan PDB perkapita, di mana angka PDB merupakan kontribusi langsung dari semua penduduk di suatu negara yang menggambarkan besarnya (size) perekonomian," terangnya.

Jika ingin membahas soal utang negara, kata Nufransa, sebaiknya tidak melihat dari sisi besarannya dan berapa yang seolah-olah harus ditanggung oleh rakyat, tapi bagaimana cara pemerintah mengelola utang tersebut menjadi lebih produktif.(detik)

Berita Lainnya

Index