Jangan Mau di Perkosa Oleh Ketidak Adilan

Jangan Mau di Perkosa Oleh Ketidak Adilan

(PAB)----

Malam sangat hening, sunyi dan sepi. Hembusan angin terdengar sayup, diiringi detak jarum jam dinding. Di dalam kamar berukuran 3×4, tampak wajah murung dari sang penulis tua. Penulis yang setiap karyanya selalu dinantikan.

Karya yang menggugah hati para pembaca. Karya yang diisi dengan pesan moral. Karya yang menguak nilai-nilai kehidupan. Karya yang memberi semangat perubahan. Ya, karya-karyanya selalu spektakuler di hati para pembaca.

Setiap kata, kalimat maupun paragraf yang digoreskan penanya, kerap memberi dorongan edukasi, motivasi dan semangat bagi pembaca.

Jiwa-jiwa selalu terbakar, kepalan tangan pun tergenggam kuat, mata, kaki, tangan, dan segala organ tubuh seakan tergerak untuk maju.

Banyak karya telah dituliskan, banyak nilai telah disampaikan, untuk kesejahteraan yang didambakan.

Si penulis, terkenal lantang untuk menyuarakan aspirasi kaum tertindas, selalu tegak dalam membela hak-hak masyarakat yang selalu dikangkangi para penguasa.

Namun, malam ini, tampak berbeda. Ia tampak bersandar di kursi kayu, dan terselip pulpen di jari-jari. Di atas meja tampak kertas putih yang sudah diorat-oret dengan pesan, entah pada siapa.

“Hai kawan! Lanjutkanlah perjuangan. Walau hanya dengan satu goresan tinta yang tak pernah digubris penguasa. Berbuat lebih baik daripada berdiam diri. Jangan biarkan kau “diperkosa” berulang-ulang oleh ketidakadilan! Sampaikan pada semua, api semangat harus tetap berkobar,” tulisnya.

Malam semakin larut, si Penulis masih saja bersandar di kursi kayu yang tampak sudah usang di makan waktu. Pandangannya menembus jendela, dan mengarah ke pepohonan. Hembusan angin semakin kencang, suara detak jarum jam lenyap seketika.

“Teruskanlah, harus diteruskan, hingga pada yang diinginkan. Hal itu akan membuat kita tersenyum, walau dari alam baka,”kalimat terakhir si Penulis Tua. (Raj/Ali)

Berita Lainnya

Index