7 Fakta di Balik Derita Nelayan Batam: Ombak Buatan Police Marine Paling Menakutkan

7 Fakta di Balik Derita Nelayan Batam: Ombak Buatan Police Marine Paling Menakutkan

BATAM,(PAB)----

Insiden yang dialami nelayan asal Pulau Lengkang, Batam Dian Marzuki (28) yang ditabrak kapal patroli Police Marine Guard Singapura di wilayah Out Port Limited (OPL), Rabu (31/10/2018), masih berbuntut panjang.

Selain aksi para nelayan dari pulau Lengkang yang menuntut pertanggungjawaban dari otoritas Singapura, Jajaran Kepolisian Airud Polda Kepri akan mengajukan surat pemberitahuan kepada Konsulat Singapura yang ada di Batam atas kejadian tersebut.

Hingga Kamis (01/11/2018) malam belum ada titik temu dan penjelasan resmi dari pihak Singapura atas kejadian tersebut.

Berikut fakta-fakta di balik insiden aksi penabrakan boat pemancing asal Batam oleh Police Marine Guard Singpura itu:

1. Mata Pencaharian Turun Temurun

Pulau Lengkang merupakan satu di antara ratusan gugusan pulau di wilayah Kota Batam. Pendukung di pulau tersebut mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan.

Kebiasaan menangkap ikan secara tradisional sebagai nelayan juga sudah dilakukan secara turun-temurun.

2. Biasa Merambah Sekitar OPL

Pihak Pol Airud Polda Kepri telah meminta keterangan dari para nelayan satu rombongan dengan korban. Kejadian itu, terjadi di perairan Sei Kijang, dimana perairan ini sudah “melintas” masuk wilayah Singapura, atau beberapa meter dari OPL.

Para nelayan yang saat itu menggunakan 9 boat memancing di sekitar Pulai Sei Jang. Saat itulah patroli datang.

3. Tertangkap pada Aksi Kedua

Di saat para warga memancing, awalnya dihalau oleh kapal Polisi Singapura. Saat itu para nelayan sempat kembali ke perbatasan atau wilayah perairan Out Port Limited (OPL).

"Nah setelah pihak Polisi Singapura sudah tidak di lokasi, mereka kembali lagi ke sana. Saat itu pihak kepolisian Singapura kembali menghalau mereka dan mengejar mereka, di situlah kapal speedboat Dian Marzuki ditabrak”. Demikian penjelasan dari Direktur Ditpolairud Polda Kepri Kombes pol Benyamin Sapta.

Setelah insiden itu, sesama nelayan menarik kapal Dian Marzuki dan membawa korban ke RS Otorita Batam untuk diberikan pertolongan.

4. Dekat dengan Belakangpadang, Kampung Sendiri

Pulau Sei Kijang atau Sei Jang dan Pulau dua memang sudah masuk wilayah Singapura. Meski demikian lokasinya sangat dekat dari Belakangpadang, pusat kecamatan yang juga gugusan pulau terbesar yang masuk wilayah Kota Batam.

Para nelayan juga sudah mengetahui wilayah itu adalah perairan Singapura.

"Kalau mengenai pulau Sei Kijang dan Pulau Dua, nelayan kita juga sudah tahu bahwa itu bukan wilayah kita. Cuma karena di sana mungkin ikannya lebih banyak dan sudah biasa mancing di sana, mereka sering ke sana," ungkap Kombes Pol Benyamin Sapta.

5. Paham Ganasnya Patroli Singapura

Memancing di daerah perbatasan antarnegara memang berpotensi memunculkan masalah. Namun para nelayan mengaku sejak zaman nenek moyang para nelayan yang tinggal di Pulau lengkang, sudah biasa memancing di area perbatasan.

Bahkan mereka sangat paham akan ganasnya polisi perairan Singapura. Jumat Bin Karim, Ketua RT Pulau Lengkang mengakui, perlakuan keras Police Marine Guard Singapura juga sudah sering dihadapi.

6. Senjata Menakutkan: Ombak Buatan

Menurut pra nelayan Batam sejumlah insiden kerap terjadi saat berhadapan dengan Polisi Singapura saat memancing di perairan Out Port Limited (OPL) antara perbatasan Batam dan Singapura.

Tindakan yang pernah dialami antara lain didata identitasnya, diusir dari lokasi, hingga ditenggelamkan. Kapal Police Marine Guard Singapura bahkan mampu membuat ombak yang bisa mengkaramkan kapal nelayan.

Hanya saja jika dengan menenggelamkan menggunakan ombak buatan para nelayan masih toleran. Namun aksi penabrakan seperti yang terjadi saat ini dianggapnya sudah keterlaluan.

7. Saling Bantu Saat Musibah

Karena ketatnya pengamanan Police Marine Guard Singapura tak heran para nelayan harus main kucing-kucingan. Bahkan mereka siap beradu strategi ketika terjadi sesuatu.

Para pemancing biasa melakukan aktivitas mulai pukul 07:00 WIB pagi sampai pukul 16:00 WIB. Merka berangkat dengan jumlah nelayan sekitar 30 hingga 60 kapal, karena satu speedboat lebih dari satu orang.

"Kasus kapal dikaramkan terkadang terjadi sampai dua kali dalam sehari. Namun karena banyak nelayan di sana, kita masih bisa saling menolong jika ada warga yang speedboatnya karam," ungkap Jumat Bin Karim, Ketua RT Pulau Lengkang.

Bagi warga menangkap ikan sudah menjadi keharusan untuk bertahan hidup. Mereka terpaksa harus “melintsi batas” karena di perbatasan Batam dan Singapura itu tergolong masih banyak ikannya yang bisa dipancing.

Kondisi memang sudah jauh berbeda dengan zaman dulu, sebelum pembangunan-pembangunan gugusan pulau berubah menjadi lahan proyek-proyek baru. (tribun)

Berita Lainnya

Index