Penjelasan Kiai Ahmad Dahlan soal Pemimpin dan Kerusakan Alam

Penjelasan Kiai Ahmad Dahlan soal Pemimpin dan Kerusakan Alam
Ketum PP Muhammadiyah Haidar Nasir. (ANTARA FOTO/Embong Salampessy)

JAKARTA,(PAB)----

Pesan yang diklaim berasal dari pendiri Muhammadiyah Kiai Ahmad Dahlan yang mengaitkan antara bencana dan pemimpin beredar luas di media sosial.


Pesan yang disebut sudah berumur satu abad itu, secara garis besar mengatakan jika terjadi kerusakan akibat bencana alam yang berturut-turut, maka itu pertanda rusak dari pemimpinnya. Pesan itu juga menekankan jika pemimpinnya sudah rusak, maka rusaklah tatanan masyarakatnya. 

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meluruskan pernyataan yang benar dari Kiai Dahlan soal hubungan antara pemimpin dan alam. Dalam buku karya KRH Hadjid, Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan 7 Falsafah & 17 Kelompok Ayat Al-Qur'an, terbitan tahun 2018 Suara Muhammadiyah, terdapat kutipan serupa. 


"Kiai Hadjid merupakan salah satu murid dan sahabat dekat Kiai Dahlan yang banyak menulis dan mendokumentasikan gagasan pemikiran Kiai Dahlan," tulis PP Muhammadiyah lewat portal resminya, Suara Muhammadiyah, Jumat (13/10).

Pada halaman 59 buku tersebut, Kiai Hadjid mengutip pernyataan Kiai Dahlan yang menyatakan "Apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu baik, maka baiklah alam; dan apabila pemimpin-pemimpin negara dan para ulama itu rusak, maka rusaklah alam dan negara (masyarakat dan negara)." 

Kalimat di dalam kurung diatas disebut seolah-seolah menegaskan bahwa alam yang dimaksud adalah alam sosial atau masyarakat.

Konteksnya, sebagaimana dijelaskan Kiai Hadjid, terjadi pada bulan Maulud tahun 1335 Hijriyah. Ketika itu, di hadapan para penghulu, ketib (khatib), ulama, kiai, dan tokoh agama di serambi Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Kiai Dahlan menerangkan kitab Hidayatul Bidayah karangan Imam Ghozali, tentang kerusakan umat Islam dan sifat-sifat ulama suu' (ulama yang busuk).

Kiai Dahlan lantas mengajak para pemuka agama yang hadir untuk melakukan instrospeksi diri. Tidak saling menuduh dan menunjuk tokoh agama selain dirinya sebagai ulama suu' dan menganggap dirinya sendiri sebagai orang suci. 

Kiai Dahlan melanjutkan uraiannya dengan mengutip pernyataan Imam Ghozali, bahwa kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para raja atau pemimpin, dan kerusakan pemimpin adalah karena kerusakan ulama. Kerusakan ulama ini terjadi ketika ulama sudah menjilat dan tidak lagi berani memberi nasehat kepada pemimpin yang telah melenceng.

Kemudian, Kiai Dahlan mengajak para ulama dan pemuka agama yang hadir untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Seraya berdoa semoga dapat terus berbuat kebajikan di dalam agama Islam. 

Lantas Kiai Dahlan mengucapkan pernyataan itu. Sekali lagi, kiai Dahlan berbicara di hadapan pemuka agama supaya mereka sebagai pemimpin agama bisa memperbaiki diri dan masyarakatnya, termasuk di dalamnya memberi nasehat secara santun dan bijak kepada para pemimpin bangsa.

Kiai Hadjid ketika menjelaskan bagian ini menyatakan, "Kiai Dahlan mengajak untuk memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu, sebelum mengajak orang lain, atau sambil mengajak orang lain dan sambil memperbaiki masyarakat, mulai dari mendidik perseorangan serta membersihkan dirinya sendiri. Itulah cara yang dikerjakan oleh beberapa atau para rasul (yang ditiru oleh Kiai Dahlan)."

Sebelumnya Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid, Yunahar Ilyas mengaku mendapatkan pesan berantai itu. Namun, ia menegaskan pernyataan itu belum terverifikasi keluar dari mulut Kiai Ahmad Dahlan. Muhammadiyah, kata dia, masih akan menelusuri kesahihan kutipan tersebut.

"Belum terverifikasi, kami akan menelusuri itu benar atau tidak dari Kiai Ahmad Dahlan," kata Yunahar kepada CNNIndonesia.com, Jumat (12/10).

Yunahar berpendapat sepanjang pengetahuannya, belum ada tafsiran langsung yang mengaitkan bencana alam seperti tsunami atau gempa bumi dengan seorang pemimpin yang rusak. Dia pun mengutip sebuah hadis riwayat Bukhari soal kerusakan yang dikaitkan dengan kualitas pemimpin.

Saat itu, Nabi Muhammad menyatakan jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu. Kendati demikian, hadis itu memang tidak merinci kehancuran yang dimaksud berkaitan langsung dengan gempa bumi, tsunami atau bencana lainnya. (cnn)

Berita Lainnya

Index