Benarkah Pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali Terlalu Mewah? Ini Faktanya

Benarkah Pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali Terlalu Mewah? Ini Faktanya

BANDUNG,(PAB)----

Pertemuan Tahunan atau Annual Meeting IMF-Bank Dunia 2018 yang digelar di Nusa Dua, Badung, Bali, menjadi perbincangan.

Perbincangan baru mengemuka beberapa hari menjelang acara tersebut digelar, dengan puncaknya saat Jumat (5/10/2018) lalu sewaktu calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan tim mengkritisi perhelatan tersebut.

Secara garis besar, tim Prabowo menilai Pertemuan Tahunan memakan banyak biaya sampai Rp 800 miliar. Sementara di sisi lain, Indonesia sedang dilanda bencana, terbaru gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, sehingga anggaran sebagai tuan rumah mestinya bisa dialihkan untuk penanganan korban bencana.

Tim Prabowo juga menganggap Pertemuan Tahunan sebagai ajang untuk bermewah-mewah, dan tidak menampakkan empati terhadap masyarakat yang mengalami bencana. Pandangan itu semakin didukung penilaian sejumlah kalangan bahwa IMF mempersulit Indonesia kala krisis 1997-1998 dengan meminjamkan uang yang merupakan utang untuk keluar dari krisis.

Prabowo yang mengaku didukung oleh ahli di bidang ekonomi dalam timnya juga memprediksi ekonomi Indonesia semakin memburuk dengan kenaikan harga barang yang memberatkan masyarakat. Oleh karena itu, penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia dinilai tidak patut. Bahkan, mereka menyatakan tidak akan mengirim perwakilannya ikut acara tersebut.

Sementara anggota Tim Ekonomi pasangan Prabowo-Sandiaga, Rizal Ramli, menilai biaya penyelenggaraan pertemuan tersebut sangat besar.  Menurut Rizal, seharusnya pemerintah dapat menghemat biaya penyelenggaraan pertemuan sebagai bentuk keprihatinan atas bencana yang melanda Lombok, Palu, dan Donggala.

"Kami sedih sekali, kok dalam suasana keprihatinan, bencana di Donggala, Palu, Lombok, kok semangat kemewahannya ini luar biasa," ujar Rizal.

Faktanya

Sejak berbulan-bulan silam pemerintah telah aktif menjelaskan perihal Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia dari segala aspek. Mengenai anggaran, Ketua Panitia Nasional Pertemuan Tahunan yang juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, menyebut telah menggunakan Rp 566,9 miliar.

Hal ini sekaligus membantah pernyataan tim Prabowo yang menyebut anggaran yang dikeluarkan untuk Pertemuan Tahunan Rp 800-an miliar. Sebelumnya, pemerintah bersama DPR RI memang menetapkan plafon anggaran untuk Pertemuan Tahunan Rp 855,5 miliar, namun yang terpakai hanya Rp 566,9 miliar.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono pada Agustus lalu menjelaskan, anggaran pelaksanaan Pertemuan Tahunan dibahas intensif oleh pemerintah bersama DPR RI secara multiyears. Besaran anggaran saat disepakati adalah Rp 45,4 miliar pada 2017 dan Rp 810,1 miliar pada 2018 sehingga total yang dialokasikan Rp 855,5 miliar.

Apakah biaya pelaksanaan Pertemuan Tahunan terhitung besar dan bermewah-mewah? Susi kala itu mengungkapkan dengan perbandingan negara yang menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan terdahulu, yakni Singapura (2006) dan Lima di Peru (2009, 2012, dan 2015) yang rata-rata anggarannya Rp 1,1 triliun sampai 1,5 triliun.

Meski anggarannya tidak sebesar tuan rumah sebelum-sebelumnya, persiapan Indonesia sebagai tuan rumah dipuji para petinggi di IMF. Menurut Ketua Unit Khusus Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia Peter Jacobs, pujian disampaikan langsung oleh Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde diikuti dengan direktur IMF lainnya.

Peter menyampaikan, Pertemuan Tahunan kali ini di Bali termasuk yang terbesar selama diselenggarakan di luar Amerika Serikat. Setiap tiga tahun sekali, negara-negara di dunia berkesempatan ikut seleksi menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan karena manfaat yang didapat, khususnya di bidang perekonomian, sangat besar.

Mengenai tidak empati dengan bencana, Susiwijono pada Senin (1/10/2018) menyampaikan bahwa acara ini tidak mengurangi empati dari negara-negara lain, termasuk pemerintah sebagai tuan rumah, terhadap bencana dalam negeri. Bahkan, ada satu agenda tentang strategi pembiayaan dan asuransi atas risiko bencana yang dibahas khusus di Pertemuan Tahunan atas usul dari Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan SAR Nasional (Basarnas) terus menangani korban bencana dan mengupayakan langkah perbaikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya juga menjanjikan pemerintah siap memberi anggaran tambahan bagi penanganan bencana.

Kondisi ekonomi Indonesia

Terhadap penilaian tim Prabowo bahwa kinerja perekonomian Indonesia semakin memburuk, dapat dilihat pada data perekonomian terkini dari sejumlah indikator. Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi terakhir, per kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen atau merupakan yang tertinggi sejak tahun 2014.

Jika dirinci, tingkat konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,14 persen. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi tumbuh 5,87 persen atau meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year) sebesar 5,34 persen.

Meski begitu, pertumbuhan ekspor masih lebih rendah dari impor. Tercatat, ekspor tumbuh 7,7 persen sementara impor tumbuh 15,17 persen.

Pemerintah beberapa kali juga menyatakan kendala perekonomian Indonesia yang sedang diupayakan untuk diperbaiki adalah defisit transaksi berjalan yang sempat melebar lebih dari 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Pengaruh faktor dari eksternal seperti kenaikan Fed Fund Rate, penguatan dollar AS, hingga perang dagang juga jadi tantangan tersendiri bagi Indonesia saat ini, salah satunya tercermin dari pelemahan nilai tukar rupiah.

Meski begitu, dengan Indonesia sebagai tuan rumah Pertemuan Tahunan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2018. Panitia Nasional membagi manfaat Indonesia sebagai tuan rumah ke dalam manfaat jangka pendek dan jangka panjang.

Untuk jangka pendek, Indonesia akan menerima pendapatan dari sektor hotel, makanan dan minuman, transportasi dan akomodasi, hingga sektor UMKM. Pertemuan Tahunan dihadiri oleh 20.000 lebih partisipan yang berasal dari 189 negara di dunia, dari tanggal 8-14 Oktober.

Belanja yang dilakukan para delegasi dan peserta juga diperkirakan memberi potensi penerimaan devisa. Manfaat lainnya adalah ajang promosi wisata dan show case kemajuan ekonomi Indonesia kepada dunia, didorong dengan kehadiran kurang lebih 1.000 jurnalis dari seluruh dunia.

Kehadiran para partisipan juga dapat menggerakkan roda perekonomian Bali dalam hal MICE (meetings, incentives, conferences and exhibitions), pariwisata, sektor jasa, industri kecil, dan sektor pendukung lainnya. Sementara manfaat jangka panjangnya adalah melalui kesepakatan bersama mengenai isu ekonomi global, perdagangan dan investasi, promosi pariwisata, hingga menambah pengalaman dan jaringan dengan komunitas internasional.

Tidak lupa Indonesia juga menyiapkan rangkaian tawaran paket wisata bagi para partisipan dalam rangka menggenjot pariwisata dalam negeri. Diperkirakan sebagian besar delegasi dan tamu yang hadir dari luar negeri akan menghabiskan waktu lebih lama di Indonesia untuk berlibur setelah Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia.

(kompas)

Berita Lainnya

Index