Dirgahayu TNI ke 70

Dirgahayu TNI ke 70

Dirgahayu Tentara Nasional Indonesia ke-70. Kata itulah yang bisa saya ucapkan. Rasa bangga dan bahagia yang tiada tara, seakan telah lebih dulu turut menyesakkan dada.

Bagaimana tidak, jika harus merungkai dan merangkai sejarahnya, rasanya hampir tidak ada lembaran sejarah berwarna putih yang terselip diantara lembaran-lembaran sejarah kelahiran dan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Bahkan di hari kelahirannya sekalipun, TNI bukanlah tentara yang memulai mencatatkan sejarahnya dengan tinta emas di atas lembaran kertas nan putih bersih. TNI lahir dari rahim ibu pertiwi yang terluka dan tersiksa oleh penjajahan selama berabad lamanya.

TNI adalah simbol dari puncak perjuangan bangsa Indonesia demi menjadi bangsa yang kokoh, berbudaya, dan memiliki jati diri yang utuh untuk mewujudkan segala cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 dan berazaskan Pancasila sebagai dasar hidup bangsa Indonesia.

Hari ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) genap 70 Tahun hadir di bumi pertiwi, mempertahankan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Upacara puncak peringatan HUT ke-70 TNI tahun ini dipusatkan di dermaga Indah Kiat, Cilegon, Provinsi Banten, setelah tahun lalu dipusatkan di Markas Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), Dermaga Ujung Surabaya, Jawa Timur.

Seiring perkembangan dan tuntutan zaman, TNI pun terus mereformasi diri. Dalam usianya  ke-70,  bukanlah masa yang pendek bagi TNI. “Dan TNI pun telah mengalami pasang surut dalam menjaga jati dirinya.

Dalam usia matang itu, prajurit TNI semakin profesional memahami bahwa Tentara Nasional Indonesia adalah tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama.

Prajurit juga semakin menjiwai bahwa tentara profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya.

Prajurit TNI juga semakin dewasa dalam mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum in­ternasional yang telah diratifikasi.

Dalam keseharian, prajurit juga semakin dewasa bersikap dan bertindak di tengah kehidupan masyarakat. Nyaris tidak ada lagi perilaku buruk dan merusak norma kemasyarakatan. Bahkan sebalik­nya, terjadi kedinamisan hubungan so­sial dengan masyarakat dan ling­kungan. Prajurit semakin pro­fesional dan makin memahami makna kemanunggalan dengan rakyat.

Sejak “Paradigma Baru TNI” dimulai saat ulangtahun ke-53, tahun 1998,  sikap dan perilaku prajurit TNI menunjukkan terja­dinya transformasi secara internal akan posisi TNI dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perilaku profesional yang menguat dalam lingkungan sosial kemasyarakatan semakin terasa dan konstruktif.

Keberadaan prajurit di tengah masyarakat, memang kian hari semakin dinamis, disebabkan kepercayaan masyarakat kepada TNI yang menguat sejak adanya Paradigma Baru TNI itu. Dalam usia 70 tahun, “Jati Diri TNI” ( Tentara Nasional Indonesia ) itu tetap terjaga dan keberadaan TNI di tengah masyarakat semakin menyatu. Nilai-nilai kemanunggalan terlihat dinamis dan konstruktif.

Kedewasaan TNI yang semakin profesional, juga terlihat dalam membangun satu kesatuan menyatu dalam kemanunggalan dengan rakyat atau masyarakat. Hubungan sosial kemasyarakatan yang di­lakukan prajurit, kian hari semakin dinamis.

“Kemanunggalan” itu sangat penting, karena TNI dan rakyat adalah satu kesatuan menyatu yang tidak bisa dipisahkan. TNI berasal dari rakyat, mengabdi untuk rakyat dan pada saatnya nanti akan kembali kepada rakyat.

Hakikatnya, kecintaan dan kebanggaan rakyat kepada TNI tidak pernah luntur, karena rakyat ( masyarakat ) menyadari bahwa TNI adalah “ penjaga” negara dan rakyat yang lahir, tumbuh dan mengakar dari rakyat

TNI di masa revolusi kemerdekaan benar-benar terlahir dari rakyat dan untuk rakyat. Namun, TNI di era Orde Baru justru menjelma menjadi kekuatan politik.

Tapi kini, TNI pasca-reformasi mau tak mau harus ikut menyesuaikan tantangan zaman. Ketika reformasi bergulir, TNI dengan cepat mereformasi dirinya bahkan mungkin TNI adalah lembaga yang paling reformis saat ini.

Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 20014 tentang TNI, maka korps angkatan bersenjata tersebut telah menempatkan jati dirinya sebagai tentara nasional, tentara rakyat, tentara pejuang dan tentara profesional yang tidak berbisnis. Bahkan TNI merelakan bisnis-bisnisnya diambil alih.

Tentunya itu kita perlu apresiasi juga. Sekarang ini TNI juga terbuka terhadap kritik publik. Tentara Nasional Indonesia yang biasa akrab disebut TNI lahir dari rahim masyarakat. TNI besar dan dibesarkan oleh masyarakat.

Tanpa masyarakat, TNI bukanlah apa-apa sebab para personelnya merupakan warga sipil. Yang menjadi persoalan adalah, jika TNI bukan lagi bagian dari masyarakat, tidak lagi menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembela negara, menjadikan masyarakat sebagai tumbal kepentingannya, dan lain seterusnya. (raditya)
 

Berita Lainnya

Index