Dasar Hukum SKP2 Hentikan Kasus Boy Hermansyah

Dasar Hukum SKP2 Hentikan Kasus Boy Hermansyah

MEDAN,(PAB)----

Surat Ketetapan Penghentian Penunututan (SKP2) yang diterbitkan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) menghentikan soal tindak lanjut penanganan kasus kredit fiktif PT Bahari Dwikencana Lestari (BDL) di BNI, sejumlah Rp 117.500.000.000, dengan tersangka Boy Hermansyah.

"Dasar hukum SKP2 pasal 140 ayat 2 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana),"
kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejatisu Sumanggar Siagian saat di konfirmasi, Selasa (7/8).

Menurut Sumanggar, Pasal 140 ayat 2 KUHAP menyebutkan  penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan.
"Pasal 140 ayat 2 KUHAP bunyinya, dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum. Penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan," jelasnya. 

Sebelumnya, Anggota DPR RI Komisi III H Raden Muhammad Syafi'i menegaskan, perkara Boy Hermansyah selaku pemohon kredit fiktif PT. BDL sebesar Rp 117.500.000.000, sudah masuk angin. Sebab, kasus yang merugikan keuangan negara di Bank BNI 46 Jalan Pemuda Medan tidak sampai diadili di Pengadilan Tipikor Medan.

"Penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan tidak menjalankan amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat 3, bahwa Indonesia adalah negara hukum," tegas politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menanggapi penanganan hukum terhadap Boy Hermansyah.

Pria yang akrab disapa Romo itu menjelaskan, dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 jelas menyatakan 'segala warga negara berkesemaan kedudukannya didepan hukum'. Semua pelanggaran hukum harus diproses sesuai dengan aturan hukum.

"Jadi jangan masuk angin atau tebang pilih. Karena hukum di negeri ini bukan rahasia lagi, tajam kebawah tumpul keatas. Untuk mereka yang tidak punya deking, tidak punya duit, tidak punya kedudukan, biasanya hukum cepat ditegakkan," ketusnya.

Menurut Romo, proses hukum tersebut tergantung ada deking, duit dan kedudukan. 
Romo akan mempertanyakan atas pernyataan yang menyebutkan perkara Boy Hermansyah akan diproses di pengadilan setelah ada salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung terhadap terdakwa Drs Radiyasto selaku Pjs Pemimpin pada Sentra Kredit Menengah (SKM) PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Medan bersama Darul Azli SE (almarhum) dan Titin Indriany (belum dieksekusi).
Kendati demikian, salinan putusan Mahkamah 
Agung yang dibacakan pada hari Rabu tanggal 17 Desember 2014 oleh Dr HM Zaharuddin Utama SH MM. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung 
sebagai Ketua Majelis Prof Dr Abdul Latief SH MHum dan H Syamsul Rakan Chaniago SH MH Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi pada Mahkamah Agung selaku hakim anggota telah bisa dikutip dari informasi website Mahkamah Agung  www.mahkamahagung.go.id. Putusan MA menolak kasasi terdakwa Radiyasto dan jaksa/penuntut umum dengan perbaikan sepanjang mengenai pemidanaan dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar dan subsidair 8 bulan kurungan apabila tidak dibayar. Sebelumnya Radiyasto divonis 3 tahun oleh majelis hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan. "Ini menjadi catatan buruk bagi penegak hukum Kejaksaan," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, PT. Atakana Company mempunyai kredit macet pada BNI sebesar
Rp. 13.000.000.000 dengan jaminan Sertifikat dan Hak Guna Bangunan (SHGU) No. 102 yang terletak di Desa Berandang, Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur seluas 3.455 Ha yang diatasnya ditanami kelapa sawit, kredit mana telah diajukan permohonan lelang akan tetapi M Aka selaku Direktur Utama PT. Atakana Company minta tidak dilakukan pelelangan karena telah ada peminat/calon pembeli.

Kerjasama PT Atakana Company dengan Boy Hermansyah pada tanggal 20 September 2010 dimana PT. Atakana Company akan dibeli oleh PT BDL seharga Rp115.000.000.000 dan hutang macet PT Atakana Company pada BNI akan dibayar termasuk akan membeli tanah SHGU No. 102 milik PT. Atakana Company seluas 3.455 Ha.

Bahwa PT. Bahari Dwikencana Lestari (PT. BDL) mengajukan kredit dan ditangani terdakwa Radiyasto pada tanggal 08 November 2010 dengan syarat-syarat dan syarat tambahan yang disanggupi oleh PT. BDL tersebut dan mendapat fasilitas sebesar Rp 129 miliar dan telah dicairkan sebesar Rp 117.500.000.000.

Diketahui, perjanjian jual beli HGU No. 102 belum dibuat oleh PPAT karena belum mendapat izin dari BPN Pusat sehubungan surat dari Dr. Jaunari Siregar selaku kuasa dari Yusra serta surat dari Kariman Yusman serta
pemblokiran dari M. Aka selaku Direktur Utama PT. Atakana Company.

Disebutkan, pada tanggal 30 Desember 2010 Boy Hermansyah membuat surat
pernyataan bahwa transaksi jual beli PT Atakana Company pemilik SHGU No. 102 telah lunas pembayarannya sebesar Rp 61.242.998.340,00 dengan menggunakan kredit investasi sebesar Rp 74.500.000.000.

Namun, laporan hasil audit kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara tanggal 01 Agustus 2012, terhadap proses pemberian kredit kepada PT BDL telah menimbulkan kerugian Negara dalam hal ini PT. BNI (Persero) Tbk sebesar Rp 117.500.000.000.(Tulus)

Berita Lainnya

Index