Lanud TNI AU di Batam Terbentur Kepentingan Bisnis

Lanud TNI AU di Batam Terbentur Kepentingan Bisnis

BATAM,(PAB)----

Penguatan wilayah perbatasan menjadi salah satu program kerja pemerintahan Joko Widodo. TNI Angkatan Udara pun berencana menambah kekuatannya dengan mendirikan pangkalan udara militer (lanud) di sekitar wilayah perbatasan.

Salah satu rencana itu adalah membangun lanud di Bandara Hang Nadim Batam, Kepulauan Riau.

Selama ini TNI AU memiliki dua lanud di Kepulauan Riau, yakni Lanud Raja Haji Fisabilillah di Tanjung Pinang dan Lanud Raden Sadjad di Ranai, Natuna.
?

Rencana pembangunan lanud di Bandara Hang Nadim sempat ditolak oleh BP Batam selaku pengelola bandara tersebut. Salah satu alasannya, pembangunan lanud akan mengganggu kegiatan penerbangan komersial di sana. 

Status Hang Nadim sebagai bandara alternatif bagi tiga negara, yaitu Singapura, Malaysia, dan Thailand, akan dicabut jika dibangun pangkalan militer di sana. Padahal status itu dianggap memberikan penghasilan yang signifikan bagi bandara tersebut.

Namun Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Yuyu Sutisna menampik kabar penolakan tersebut. Menurutnya, rencana pembangunan tersebut hanya ditunda untuk sementara waktu.

"Bukan ditolak, dulu kita ada di sana karena kita belum membentuk (lanud) dipakai dulu yang lain," kata Yuyu saat peringatan HUT TNI AU di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (9/4).

Yuyu mengklaim rencana pembangunan pangkalan militer di Bandara Hang Nadim kini mencapai tahap penyiapan infrastruktur, seperti landasan pesawat (flight land) serta hanggar. Ia mengatakan markas komando (mako) juga telah dibangun di Kota Batam.

Bahkan menurutnya sudah ada Peraturan Panglima TNI yang menjadi dasar pembangunan lanud di Batam. "Hanya untuk infrastruktur flight land, hangar dan sebagainya sedang dibicarakan," ujar Yuyu.

Kementerian Pertahanan selaku pengatur anggaran TNI menyatakan rencana pembatasan pangkalan militer di Batam memang sudah ada.

Kepala Pusat Komunikasi Kemhan Brigjen Totok Sugiharto menyebut sampai saat ini rencana tersebut masih terus didalami, dan belum ada tindak lanjut hingga saat ini.

"Rencana ada," ucap Totok.

Sampai berita ini diturunkan, pihak BP Batam belum merespons panggilan telepon maupun pesan singkat dari CNNIndonesia.com untuk dimintai konfirmasi perihal kabar penolakan tersebut.

Kepentingan Nasional

Pengamat militer Connie Rakahundini Bakrie menilai alasan BP Batam menolak pembangunan pangkalan militer di Hang Nadim karena merupakan bandara alternatif adalah alasan konyol. 

Berdasarkan kesepakatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau Internasional Civil Aviation Organization (ICAO), Hang Nadim merupakan bandara alternatif dari Bandara Internasional Changi Singapura dan Bandara Johor Bahru Malaysia.

"Menurut saya alasannya konyol banget dia bilang katanya mereka sudah menandatangani dengan ICAO," kata Connie.

Connie berpendapat kesepakatan ICAO tak bisa dijadikan alasan. Sebab pembangunan pangkalan militer berkaitan dengan kepentingan nasional. Terlebih dinamika di Laut China Selatan membutuhkan kekuatan militer Indonesia, seperti penguatan patroli udara.


Dia yakin TNI AU tidak serta merta merencanakan pembangunan pangkalan militer itu tanpa pertimbangan yang matang di Batam. Meski sudah ada dua lanud di Kepulauan Riau, Connie berpendapat pangkalan militer di Batam tetap dibutuhkan.

Menurutnya, keberadaan lanud di Batam akan memberi dukungan logistik terhadap dua lanud yang sudah ada.

"Kalau punya satu lagi dan bisa di-deploy pesawat tempur itu lebih strategis, karena kita enggak punya logistik yang terlalu bagus, apalagi soal pengisian bahan bakar udara jadi memang perlu dibuka pangkalan," ujarnya.

Rencananya pangkalan militer di Batam akan dibangun satu apron dan satu hanggar untuk empat pesawat tempur F-16.

Connie mengatakan pihak TNI AU bisa memberikan keterangan kepada BP Batam terkait kepentingan nasional dari pembangunan pangkalan militer tersebut. Sementara terkait kesepakatan ICAO bisa langsung memberikan pernyataan kepada pihak yang bersangkutan.

"Kita enggak usah ke ICAO. ICAO yang ajukan," ujarnya.

Connie berharap pembangunan lanud untuk pertahanan negara tidak terbengkalai karena masalah bisnis. Apalagi saat ini banyak pangkalan militer yang kemudian digunakan pesawat komersial atau sipil, seperti di Lanud Halim Perdanakusuma dan Lanud Adisutjipto.

"Banyak hal yang mengorbankan kepentingan angkatan bersenjata kita untuk sipil," katanya.

Di sisi lain, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menuturkan pembangunan lanud di Batam bukan kebutuhan mendesak.

Sebab, TNI AU sudah memiliki lanud di Tanjung Pinang yang bisa menunjang operasi pemantauan perbatasan, khususnya di kawasan Natuna.

"Kebutuhan memang ada, tapi tidak mendesak," ujarnya.

Ia menjelaskan wacana pembangunan lanud di Batam muncul sejak 2004 silam. Sementara, kajian itu mulai dilakukan pada 2009. Menurutnya penolakan BP Batam selaku pengelola Bandara Hang Nadim juga perlu dipertimbangkan.

"Potensi pendapatan yang cukup besar ini terancam hilang jika dibangun fasilitas militer di sana," kata Khairul.

Kendati demikian, Khairul menilai wilayah Batam memang menjadi titik strategis untuk membangun pangkalan militer karena berada di perbatasan, khususnya Singapura.

Namun, pembangunan pangkalan militer di Batam harus dibarengi perhitungan yang cermat, terutama terkait aspek pendapatan yang selama ini diperoleh Bandara Hang Nadim selaku bandara alternatif.

Khairul berpendapat jika pembangunan lanud di Batam tidak dimungkinkan, maka solusinya bisa dengan mengoptimalkan lanud di Tanjung Pinang.

"Harus ada solusi alternatif. Opsi Tanjung Pinang saya kira cukup layak," kata Khairul.

Berita Lainnya

Index