Santun Berpolitik, Pererat Persatuan (Oleh : Karno Raditya)

Santun Berpolitik, Pererat Persatuan (Oleh : Karno Raditya)

Perhelatan Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu Serentak 2019 akan berlangsung tidak lama lagi. Seiring dengan itu, semua pihak sebaiknya menghindari politik identitas dengan menggunakan isu SARA demi mencapai tujuan politiknya.

Mari kita renungkan kembali, betapa  dari jaman dulu hingga jaman sekarang keramah tamahan dan kesopan santunan telah menjadi suatu berkah bagi negeri tercinta Indonesia. Selain indahnya pemandangan negeri Indonesia yang masih hijau dan asli, ditambah dengan keramahan dan kesopanan inilah yang menarik minat dan keinginan seluruh wisatawan di dunia datang ke Indonesia.

Nuansa yang berbeda dari keramah tamahan dan kesopan santunan dari negara lainnya di dunia, menjadikan negara Indonesia memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Nilai budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan, saling menghormati dan menghargai orang lainnya sangatlah kental, sehingga persatuan dan kesatuan bangsa sampai hari ini tetap terjaga utuh.

Tak heran jika negara-negara lain iri akan kerukunan di Indonesia, sampai-sampai muncul predeksi Indonesia bakal bubar. Kajian-kajian tentang masa depan Indonesia semacam itu, sebaiknya menjadi peringatan bagi kita semua untuk tetap bersatu, salah satunya adalah dengan mewujudkan cara berpolitik yang santun demi eratnya persatuan, sehingga ramalan Indonesia bubar hanya menjadi isapan jempol pihak asing.

Pernyataan Prabowo Subianto yang mengingatkan anak bangsa akan prediksi pihak asing tersebut, tentu jangan pula dikesampingan. Tapi harusnya jadi peringatan kita semua untuk tetap mempertahankan NKRI, bukan sebaliknya malah dipolitisir dengan cara-cara yang negatif. Mewaspadai setiap kemungkinan yang terjadi, tentu boleh-boleh saja. Namun jangan sampai mebuat kita apriori, apalagi pesimistis.

Sebab, ancaman bagi bagi Indonesia bisa datang deri berbagai cara, yang belakangan ini sering didengungkan dengan istilah "proxy war". Faktanya, seiring dengan perkembangan teknologi, sifat dan karakteristik perang memang telah bergeser, dimana saat ini kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara semakin kecil. Perang masa kini yang terjadi dan perlu diwaspadai oleh Indonesia, salah satunya adalah "proxy war".

Proxy war tidak melalui kekuatan militer, tetapi perang melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Baik melalui politik, melalui ekonomi, sosial budaya, termasuk hukum. Proxy war merupakan sebuah konfrontasi antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal.

Dalam proxy war, tidak bisa terlihat siapa lawan dan siapa kawan. Semua dilakukan non state actor, tetapi dikendalikan pasti oleh sebuah negara. Berpolitik yang tidak santun, atau kegiatan politik yang mengutamakan identitas, juga menjadi salah satu kreteria proxy war.

Sekarang ini yang terlihat, banyak kegiatan berpolitik yang mengutamakan identitas. Padahal, politik identitas cenderung rawan menyulut konflik sosial dan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Maraknya politik identitas dalam kontestasi politik akan sangat berbahaya, apalagi ditambah dengan ujaran-ujaran kebencian yang masif di Medsos.

Padahal, yang terpenting sebenarnya bukanlah kemenangan dalam Pilkada ataupun Pilpres nanti, melainkan menjaga kebhinnekaan alias keragaman. Bukankah keragaman adalah rahmat yang mesti jadi kekuatan untuk kebangkitan bangsa, bukan sebagai penghalang, apalagi perusak. Karena itu, meski situasi politik semakin menghangat dan dinamis, kebhinekaan harus dijaga erat. persaingan politik tidak boleh merusak persaudaraan sesama anak bangsa.

Bagaimana kita  mencegah menguatnya politik identitas? Sebaiknya mengingatkan agar para elite politik harus sadar dan sepakat bahwa mereka harus bersaing secara sportif dan menjunjung etika. Persaingan politik,  harus diisi dengan prestasi, program, dan keberpihakan yang nyata pada rakyat. Komitmen untuk bersaing secara santun harus menjadi konsensus.

Para elit politik harus sadar bahwa tujuan berpolitik sesungguhnya untuk memperkuat komitmen kebangsaan, menjaga keutuhan NKRI, serta mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena itu, marii kita jaga bersama kontestasi politik yang akan kita hadapi dengan kompetisi yang sehat. Sehingga politik menjadi sarana membangun peradaban bangsa yang lebih baik.

Kita semua tentu paham dan tak dipungkiri bahwa Pilkada serentak 2018 akan meningkatkan tensi politik di Tanah Air. Karena itu, para kontestan pilkada, baik pasangan calon, partai politik, maupun masyarakat, kita harapkan mampu mengedepankan politik yang santun dan tidak menggunakan cara-cara provokatif.

Sesungguhnya dalam rangka menuju arah pembangunan dan modernisasi suatu masyarakat akan menempuh jalan yang berbeda antara satu masyarakat dengan yang lain, dan itu terjadi karena peranan kebudayaan sebagai salah satu faktor.

Budaya politik dapat membentuk aspirasi, harapan, preferensi, dan prioritas tertentu dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial politik. Pada gilirannya, disimpulkan bahwa peran budaya politik santun, bersih dan beretika dalam rangka memperkokoh kehidupan berbangsa dan bernegara menuju Indonesia baru adalah

Penulis mengapresiasi ajakan Presiden Joko Widodo, yang mengatakan, cara-cara berpolitik santun harus dikembangkan dan disampaikan kepada masyarakat, terutama pada anak-anak agar nilai ke-Indonesiannya tidak hilang.

Agaknya, alasan inilah yang membuat Jokowi dalam pemerintahannya membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIPI) dan mengeluarkan Perpres nomor 87/2017 tentang Pendidikan tentang Penguatan Pendidikan Karakter untuk memberikan kepada generasi muda tidak tergerus nilai-nilai ke-Indonesiannya.

Sebab memang nilai-nilai ke-Indonesiaan, yakni nilai kesopanan, kesantunan, semua terkandung dalam ideologi Pancasila. Nilai-nilai inilah yang menurut Jokowi harus terus disampaikan pada anak-anak agar mereka tahu bagaimana mengenai kerukukanan, bagaimana persaudaraan, bagaimana mengenai toleransi.

Kita harus akui bahwa pendidikan generasi muda saat ini tidak hanya menerima pendidikan dari guru dan orang tua, tetapi juga dari media sosial. Harus diakui pula bahwa kekuatan keterbukaan  media sosial sangat mempengaruhi  semua aspek baik ekonomi, politik maupun sosial.

Kalau boleh meminjam pendapat Harold Lasswell, ilmuwan ini mengartikan bahwa politik sebagai who gets what, when and how. Sedangkan Aristoteles berpandangan bahwa politik merupakan best possible system that could be reached. Pengertian kedua filsuf tersebut memang benar adanya dalam setiap urusan politik, bagaimana setiap pihak yang berusaha mendapatkan kepentingannya dalam berpolitik.

Sayang, hal tersebut sering dilakukan dengan cara-cara kurang arif. Contohnya, praktik-praktik menjatuhkan lawan politik dengan cara-cara kotor pun telah menjadi populer dalam setiap ajang Pilkada.

Tapi kadang kebebasan yang kebablasan terlihat jelas ketika bagaimana dalam konteks pertarungan politik lalu terlihat adanya upaya pembunuhan karakter diantara calon pasangan yang ada. Bahkan hingga muncul istilah “politisasi gosip”. Tentunya hal tersebut menimbulkan efek yang negatif khususnya bagi kepercayaan publik terhadap praktik politik di negeri ini.

Untuk menghindari efek negatif seperti itu, mari kita ingatkan pada setiap politisi di negei ini, untuk lebih mengedepankan berpolitik secara santun. Sebab, membangun prinsip-prinsip berpolitik secara santun dapat dibangun dari berbagai pemikiran filosuf politik klasik. Pemikiran dari nama-nama seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles dapat juga dijadikan sebagai rujukan berfikir.

Socrates yang merupakan bapak filsof politik sangat mendasarkan pemikiran politiknya pada nilai- nilai kesantunan “politik tak ubahnya kesantunan”. Di samping itu Socrates juga menjelaskan bahwa politik adalah the art of the possible. Pemikiran politiknya merujuk pada konsep pembagian kekuasaan yang ideal, mengutamakan kepentingan umum, kesejahteraan rakyat, dan kedamaian negara.

Berpolitik santun Ala Socrates adalah selalu mendasarkan motif dengan keutamaan moral, tutur kata bijak serta kesantunan kebijakan. Intinya, berpolitik secara santun berarti selalu berorientasi hanya pada kemaslahatan rakyat dan kemajuan negara.

Begitu pula ketika merujuk pada pemikiran Plato, yang mana Plato mendasakan pada prinsip “membangun masyarakat adalah hal yang utama” dan “ politik adalah jalan menuju perfect society”.

Berpolitik secara santun haruslah didasari oleh prinsip-prisip yang jelas agar tidak menimbulkan bias kesantunan politik. Membangun prinsip berpolitk secara santun dapat diawali dengan menanamkan obyektivitas, rendah hati, dan open mind.

Obyektivitas mampu membawa pada suatu kebenaran absolut. Seperti halnya Socrates yang menanamkan nilai bahwa “tidak semua kebenaran itu bersifat relatif namun banyak di antaranya yang bersifat absolut”. Kemampuan untuk melihat kebenaran secara obyektif mampu menjadi prinsip awal berpolitik secara santun.

Kemudian, setiap politisi harus menanamkan rasa rendah hati, artinya tidak merasa kemudian setiap pendapatnya adalah yang paling benar. Boleh berbeda pendapat namun tetap satu pandangan tentang bangsa. Sikap rendah hati dapat menghindarkan politisi dari sifat sombong dan angkuh.

Prinsip yang terakhir adalah open mind, memiliki pengertian mampu berpikir terbuka sehingga mau menerima pendapat, saran, ataupun kritikan dari berbagai pihak termasuk dari lawan politik sekalipun. Pada akhirnya, penulis hanya mengingatkan bahwa dengan membangun prinsip-prinsip tersebut semoga dapat menjadi rujukan dalam berpolitik secara santun bagi setiap politisi.

Mengedepankan politik secara santun sejatinya memiliki pengertian saling berlomba menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan setiap kebenaran yang dipercaya. Tentunya, kebenaran tersebut seharulah bukan menyoal tentang jabatan atau kedudukan, tetapi sebuah kemaslahatan bersama, entah siapa saja yang menjadi pemenang dalam pertarungan politik.

Hendaknya setiap pihak harus mampu berjiwa besar menerima setiap hasil akhir proses politik. Menjaga profesionalitas, tidak mengedepankan emosi, bertindak atas kesadaran penuh serta pertimbangan yang matang harus menjadi nilai yang dibawa oleh setiap politisi. Mengingat tiga fungsi vital yang dimilikinya sebagai legal drafting, policy maker, dan legislator.

 

 

 

Berita Lainnya

Index