Kapal Pukat Trawl Rusak Biota Laut, Nelayan Kecil Menjerit

Kapal Pukat Trawl Rusak Biota Laut, Nelayan Kecil Menjerit

MEDAN,(PAB)----

Maraknya aktivitas kapal pukat trawl di perairan Selat Malaka semakin mengganas. Imbasnya para nelayan tradisional di Belawan terpuruk, Sabtu (17/10/2020). Anehnya, hingga kini belum ada juga tindakan tegas dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) atau pihak terkait lainnya.

Selain Bakamla, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sendiri tak mampu untuk mengatasi kegiatan kapal pukat trawl yang dianggap sebagai perompak ikan di laut.

Hingga saat ini kapal pukat trawl tersebut masih banyak bersandar di kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion Belawan, seperti di gudang Apeng, gudang Kari Agung dan gudang Kelong.

Sedangkan pihak Bakamla sendiri terkesan tutup mata dengan kegiatan pukat trawl yang jelas-jelas melakukan aktivitasnya di Perairan Belawan.

Selain itu pihak Bakamla seakan tebang pilih dalam penanganan kapal pukat trawl, yaitu dengan hanya menangkap kapal  nelayan asing saja. Sementara pukat trawl yang jelas merajalela di perairan Selat Malaka tak pernah tersentuh hukum.

Maraknya Pukat trawl membuat aktifis nelayan tradisional angkat bicara prihal tersebut. Menurut aktifis nelayan Hendra SH, yang mengatakan kurangnya hasil tangkapan nelayan kecil diakibatkan ulah kapal pukat trawl yang menggunakan alat tangkap yang salah dan melanggar UU dan aturan KKP.

"Pihak KKP harus jelas dan tidak neko-neko sehingga masyarakat nelayan masih percaya terhadap kinerja Pemerintah," kata Hendra SH.

Dengan adanya peraturan Menteri KKP yang merevisi Permen KP No 71 tahun 2016 tentang zona dan alat tangkap nelayan berakibat timbulnya penafsiran baru bagi para nelayan kecil.

Masyarakat pesisir mengharapkan agar Menteri Perikan  Edhy Prabowo meninjau ulang rencana Revisi Permen KP No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan jika aturan pelarangan trawl dan seinen nets direvisi.

Menurut tokoh nelayan Belawan Khairuddin Nasution akrab disapa Kadin saat dikonfirmasi wartawan mengatakan mesti ada aturan yang pasti terhadap aktivitas pukat trawl sehingga nelayan tradisional tidak dirugikan.

"Saat ini masih ada pukat trawl yang masuk ke zona nelayan tradisional  sehingga sangat merugikan pendapatan nelayan tradisional," katanya.

Lain halnya, pengoperasian pukat trawl mini yang juga sangat sensitif bagi para nelayan tradisional. Banyak pukat trawl mini yang kegiatannya merusak biota laut.

"Pihak Pemerintah terkhusus Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus komitmen jangan kembali mngeluarkan izin trawl mini. Karena kegiatan pukat trawl mini memusnahkan biota kehidupan di laut," jelas Kadin.

Diketahui, praktik penggunaan pukat trawl akan menghancurkan kehidupan dasar laut, karena alat tersebut menggunakan pemberat yang akan bekerja sampai ke dasar laut dan menghancurkan kehidupan hewan kecil, bertubuh lunak, dan sebagainya.

Akibat dampak buruk lainnya adalah munculnya ketidakadilan akses terhadap sumber daya kelautan dan perikanan. Karena disapu habis oleh pengguna trawl tanpa bisa dimanfaatkan oleh nelayan kecil.

Keluhan itu disampaikan Syahdan salah satu Nelayan kecil yang Sehari-harinya mencari ikan diperairan belawan mengaku hasil tangkapan semakin menurun karena alat tangkap yang digunakan kapal pukat trawl dengan nelayan tradisional berbeda." Beda bang, kami menggunakan pukat langgei,  sedangkan pukat trawl merusak biota laut hingga segala jenis baik ikan kecil maupun besar semua terangkut, ini lah menyebabkan hasil berkurang," katanya.

Oleh sebab itu nelayan kecil berharap kepada pemerintah agar diperhatikan nasib dan kesejahteraan mereka seyogianya mencari nafkah dilaut untuk menafkahi keluarganya. (Tim)

Berita Lainnya

Index